REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Koperasi dan UKM menilai, saat ini masih banyak kendala yang harus dihadapi usaha mikro kecil menengah (UMKM). Kendala tersebut, terutama menyangkut masalah dana, informasi, dan kebijakan lembaga keuangan atau perbankan.
“Padahal, keberadaan UMKM sangat penting karena mereka menopang ekonomi dan tenaga kerja di dalam negeri,” ujar Deputi Pemasaran dan Jaringan Usaha Kementerian Koperasi, Hasan Jauhari, pada seminar nasional “Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah dalam Pengembangan Sektor UKM” di Jakarta, Rabu (18/12).
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2011, usaha mikro di Indonesia mencapai 50,7 juta unit dan kecil mencapai 520 ribu. Sedangkan, usaha menengah mencapai 39.660 unit dan besar hanya 4.370 unit.
Perbankan umum, kata dia, bukan tak ingin membiayai, melainkan tak mengenal kondisi UMKM. Proses pembiayaan yang rumit, kadang membuat UMKM lebih memilih pembiayaan nonbank. “Karena yang dibutuhkan UMKM adalah proses yang mudah, murah, dan cepat,” katanya.
Pengamat ekonomi syariah Ali sakti mengatakan bahwa kondisi yang sama sebenarnya terjadi di perbankan syariah. Dia mengatakan, saat ini jangkauan perbankan syariah masih sangat terbatas.
Walau begitu, mereka kini memperkuat jangkauan dengan menelurkan lembaga keuangan mikro sendiri. Lagi pula di saat yang sama, selama ini perbankan syariah memang lebih banyak mengejar pembiayaan ritel dan mikro dibanding korporasi besar.
Hal itu karena memang ditunjang kenyataan perbankan syariah belum memiliki aset yang besar. “Kalaupun sudah besar, saya berharapmereka masih di mikro,” ujar Ali Sakti kepada Republika, Rabu (18/12).
Dia menyebutkan, saat ini terdapat 5.500 Baitul Mal wa Tamwil (BMT) atau lembaga keuangan mikro (LKM) syariah di seluruh Indonesia. Dengan kemampuan asetnya, perbankan syariah sebenarnya sanggup memberikan bagi hasil yang lebih baik dari BMT.
Namun, karena tak mengenal pasar, mereka sulit bersaing merebut pasar UMKM. “Mau tak mau, bank umum syariah atau unit usaha syariah menggandeng BMT dalam hal pembiayaan,” ujarnya.
Di sinilah, menurut dia, peran besar lembaga keuangan mikro syariah. Dia mengatakan bahwa saat ini sebenarnya hampir semua kebutuhan UMKM sudah terpenuhi, baik transaksi keuangan maupun riil. Bahkan, beberapa BMT sudah melayani layaknya bank.
Memang, salah satu kendala besar BMT, yakni risiko pembiayaan bermasalah. Namun, masalah itu dipandang tinggi kalau mereka tak mengerti pasar.
Selain itu, BMT sangat mengerti kondisi UMKM. Makanya, pembiayaan macetnya kecil. “Toh, saat ini banyak BMT yang survive,” kata Ali Sakti.
Oleh karena itu, dia menyarankan perlu ada kerja sama erat antara BUS dan BMT di setiap daerah. Hal ini agar jangkauan bank juga mengalir ke berbagai wilayah tempat mereka tak memiliki cabang.
Direktur Induk Koperasi Syariah BMT Arrison Herdi mengatakan bahwa pihaknya menggunakan cara-cara unik agar tak terjadi macet atau mitigasi resiko. “Agen-agen Inkopsah BMT, sebelumnya harus mengenal tokoh-tokoh masyarakat di sekitar usaha mikro kecil. Baik itu tokoh rohaniwan, masyarakat, dan lain-lain,” katanya.
Tak heran, sejak 15 tahun berdiri, Inkopsyah BMT masih tetap eksis dan hadir di 28 provinsi. Tiap-tiap anggota koperasi BMT yang tergabung bisa menjaring 400 hingga 10 ribu usaha mikro kecil (UMK).
Inkopsyah BMT telah menyalurkan dana sebesar Rp 600 miliar sejak 2008 hingga kini. Sebagian dana berasal dari lima bank, yakni Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank DKI, BNI Syariah, BJB Banten Syariah, dan Bank Panin Syariah. Selain itu, sisanya berasal dari pemerintah melalui Lembaga Penyalur Dana bergulir (LPBD). n ichsan emrald alamsyah ed: irwan kelana
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.