REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami informasi soal lobi sejumlah pihak untuk mengegolkan anggaran Hambalang di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Langkah KPK untuk menyelidiki lobi itu berdasarkan kesaksian mantan sekretaris Menteri Pemuda Olahraga (sesmenpora) Wafid Muharram di sidang kasus Hambalang.
Dalam sidang itu, Wafid membeberkan bahwa sosok Bu Pur, alias Sylvia Sholehah, turut berperan membantu Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) mendapatkan anggaran Hambalang sebesar Rp 2,5 triliun melalui Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati.
"Keterangan itu didalami. Tetapi, pernyataan Wafid kan keterangan yang berdasarkan keterangan dari orang lain," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP kepada Republika, Rabu (18/12).
Johan menjelaskan pernyataan Wafid mengenai dugaan Bu Pur menghubungi Wamenkeu Anny Ratnawati itu merupakan sumber kedua. Sedangkan, KPK sudah pernah melakukan pemeriksaan terhadap Bu Pur dalam kasus Hambalang. Dalam pemerisaan itu, belum terungkap kaitan Bu Pur dengan Wamenkeu.
Apakah dengan adanya pernyataan Wafid kemudian KPK harus memanggil kembali Bu Pur, Johan menyatakan hal itu merupakan kewenangan tim penyidik. Sedangkan, KPK diakuinya memiliki keterbatasan waktu dalam memeriksa kasus ini.
Saat ditanya soal kemungkinan mengonfrontir Bu Pur dan Wafid, Johan mengatakan tidak tahu. Ia juga tidak mengetahui apakah ada rencana memanggil Wamenkeu untuk mengkonfirmasi keterangan Wafid di persidangan. "Itu yang saya tidak tahu. KPK akan memeriksa Wafid kan berarti memang ada yang akan dikonfirmasikan," jelasnya.
Rencananya, tim penyidik KPK akan memeriksa Wafid Muharam sebagai saksi dalam kasus Hambalang, kemarin. Namun, Wafid tidak terlihat mendatangi gedung KPK untuk memenuhi panggilan KPK.
Selain mengungkap lobi Bu Pur di Kemenkeu, Wafid pun membeberkan peran Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng yang aktif meminta jatah dari proyek Hambalang. Andi disebut Wafid meminta kompensasi 15 persen dari nilai konstruksi proyek Hambalang. Permintaan tersebut diungkapkan melalui Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Coel.
Terkait tudingan Wafid ini, pihak Andi membantah keras. Kuasa hukum Andi, Harry Pontoh, mengatakan, kesaksian Sesmenpora Wafid Muharam dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (17/12) adalah rekayasa.
Harry menjelaskan, kesaksian Wafid tidak punya dasar logika yang kuat. Menurutnya, jika kompensasi 15 persen itu ada, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah pasti menemukan. Tetapi, kata dia, jumlah tersebut tidak satu sen pun lari ke kantong kliennya.
Pihak Andi justru menilai, jatah Hambalang justru lari ke orang dekat Anas Urbaningrum, yakni Mahfud Suroso. ''Di berita acara perkara (BAP) di KPK, Wafid mengakui uang itu diberikan ke Mahfud Suroso (Direktur Utama PT Dutasari Citra Laras), bukan ke Coel (Zulkarnaen Mallarangeng),'' kata Harry.
Dikatakan Harry, mantan menpora itu menantang Wafid membuktikannya pada saat persidangan. Kubu Andi pun mempertanyakan pihak Kemenkeu yang bisa meloloskan anggaran Hambalang.
Menurut dia, Wafid adalah kuasa anggaran di Kemenpora. Sejak proyek Hambalang direncanakan, kata Harry, kuasa anggaran sudah dalam genggamannya. Sementara, Kemenkeu disebut dia sebagai pihak yang meloloskan nilai proyek di tahun jamak tersebut.
''Jadi, sepertinya Wafid itu dibiarkan suka-suka bicara, tapi status hukumnya tidak diperhatikan,'' ujar dia. Padahal, dikatakan dia, Wafid adalah pengguna anggaran dalam proyek dan pembangunan Hambalang. Peran Kemenkeu, dikatakan dia, adalah penanggung jawab utama lolosnya nilai Rp 2,5 triliun tersebut.
Juru bicara Keluarga Mallarangeng, Rizal Mallarangeng, juga mengatakan pengakuan Wafid adalah karangan. Dia menuding KPK memaksa Wafid agar mengakui Coel menerima uang 15 persen tersebut. "Padahal, pesangon tersebut diakui Wafid dari pemberian Rosalina yang mengatur kemenangan PT Duta Graha Indah (DGI) atas proyek serupa," ujar Rizal. n bilal ramadhan/bambang noroyono ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.