REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan pembentukan daerah otonomi baru (DOB) masih terus dilayani legislator di DPR kendati pemekaran daerah tengah di moratorium. Maraknya usulan pemekaran tersebut dinilai berlatar belakang politik, alih-alih untuk kesejahteraan rakyat.
Dalam Sidang Paripurna DPR, pekan lalu, diumumkan 22 usulan DOB yang diterima DPR. Usulan tersebut diloloskan, sementara masih 65 usulan pembentukan DOB yang ditunggak.
Pegamat politik dan otonimi daerah dari LIPI Siti Zuhro menilai, dengan memekarkan daerah, kepentingan politik partai dapat tersalurkan. Bukan hanya untuk memenangkan pemilu ke depan, melainkan juga untuk membuka wilayah kekuasaan baru di lokasi tersebut. “Pemekaran identik dengan penciptaan sumber dana baru. Sebab, uang akan digelontorkan ke daerah itu,” kata Siti, Ahad (22/12).
Dia mengatakan, sejauh ini pemekaran daerah tak berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Ia mencontohkan, ada sebanyak 183 kabupaten atau kota hasil pemekaran yang dinilai memiliki kinerja rendah.
Menurut Siti, tidak ada alasan bagi suatu desa atau kecamatan memekarkan dirinya menjadi kabupaten baru kalau dalam pelayanan publik serta kesejahteraan masyarakat di wilayahnya tidak bermasalah. Sebab itu, untuk meredam gelombang pemekaran, efektivitas birokrasi dan manajemen organisasi di tingkat kecamatan mesti dibenahi.
Selain itu, menurut Siti, pengesahan Undang-Undang Desa oleh DPR, pekan lalu, bisa menjadi payung hukum membatasi adanya pemekaran daerah. Aturan ini, diharapkan dapat memberdayakan masyarakat agar berkontribusi positif membangun daerahnya.
Kepala Lembaga Administrasi Negara RI Agus Dwiyanto mengatakan, pemekaran juga menjadi pemicu timbulnya penyimpangan kepemerintahan. Sebabnya, pembentukan daerah baru kerap tak diikuti degan persiapan matang soal birokrasi dan aparatur daerah.
Sementara, pemerintah pusat dibatasi kewenangannya untuk melakukan intervensi terkait kecakapan pegawai daerah pemekaran baru. “Ditambah, korupsi dan politisasi sudah lama mengakar sebelum desentralisasi dan itu belum disembuhkan,” kata Dwi.
Ketua Komisi II DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, pemekaran daerah yang menjadi inisiatif DPR merupakan asprasi masyarakat. Menurut dia, hal tersebut tidak bisa dibatasi karena legislator sudah semestinya menampung aspirasi masyarakat.
“Lihat saja, sampai banyak terjadi pertikaian untuk memekarkan daerah. Aspirasi itu tidak boleh dibendung makanya kita wacanakan sejumlah daerah itu sebagai DOB,” kata Agun. Menurut dia, salah satu faktor yang memicu pemekaran adalah tidak tersentuhnya wilayah tertentu oleh pelayanan pemerintah.
Masalah alokasi dana
Ia juga menilai, pengalokasian belanja nasional menjadi pemicu pemekaran daerah. “APBN tidak sepenuhnya dirasakan masyarakat, sehingga kesejahteraan pun belum merata.” Agun mengatakan, dari dana alokasi umum yang ada, Rp 637 triliun diperuntukan ke pusat. Hanya Rp 354 triliun untuk daerah, itu pun dibagikan ke 34 provinsi dan 512 kabupaten atau kota.
Sementara, dana alokasi khusus (DAK) dari Rp 1.800 trilun hanya Rp 33 triliun untuk daerah. Sebab itu, ia menilai, wajar masyarakat di daerah menginginkan pemekaran untuk mendapat alokasi dana yang lebih besar. “Masih untung hanya minta dimekarkan, harusnya mereka merdeka," kata Agun.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) belum menerima usulan pembentukan DOB yang diterima DPR. Menurut dia, selama tidak ada amanat presiden (ampres) soal pencabutan moratorium, Kemendagri belum berwenang menerima usulan DOB.
Direktur Penataan Daerah, Otsus, dan DPOD Boytenjuri menambahkan untuk sementara ini, DOB belum bisa ditetapkan karena masih dibatasi adanya moratorium hingga pemilu 2014. Ia mengakui, Kemendagri belum merumuskan langkah konkret untuk mengurangi potensi pemekaran daerah.
Ia menegaskan, kemendagri terus melakukan evaluasi terhadap DOB. Kemendagri, menurut Boytenjuri, juga menyelenggrakan pembinaan pemerintahan daerah (pemda) untuk menigkatkan kapasitas birokrasi. Pelatihan tesebut dimulai sejak persemian DOB sampai daerah tersebut berusia di atas lima tahun. n andi m ikhbal ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.