REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pengawasan terhadap rekening penyelenggara pemilu se-Indonesia. Hal itu untuk menindaklanjuti permintaan dari partai politik agar PPATK mengawasi rekening komisoner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
''Tidak diminta pun, kami sudah melakukan monitoring,'' ujar Wakil Kepala PPATK, Agus Santoso, kepada Republika, Kamis (2/1).
Menurut Agus, komisioner KPU masuk dalam kategori politically exposed person atau PEP dalam artian penyelenggara negara sehingga transaksi keuangan mereka ini menjadi perhatian khusus.
Menurut Agus, upaya pengawasan rekening pejabat penyelenggara pemilu mekanismenya sama dengan pejabat lainnya. Hal ini dilakukan sebagai salah satu sistem upaya pencegahan terjadinya tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau money laundering.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Agus, PPATK dan KPU akan segera menandatangani memorandum of understanding (MoU). Materi perjanjian kerja sama ini sudah disepakati antara kedua instansi. Di antaranya, mengatur mengenai pertukaran informasi.
Misalnya, KPU nantinya akan menyampaikan data-data penyelenggara pemilu dan peserta pemilu dari tingkat pusat hingga daerah-daerah. Data ini diperlukan untuk keakuratan pengawasan nama-nama pejabat, baik penyelenggara maupun peserta pemilu.
Selain dengan KPU, terang Agus, PPATK juga menjalin kerja sama dengan Bawaslu. Kerja sama ini sudah lebih dahulu dilakukan beberapa waktu lalu.
Komisoner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengaku siap menyerahkan nomor rekening masing-masing bila diminta PPATK. "Jadi, dalam diktum (aturan) PPATK, ada salah satu klausulnya adalah soal rekening penyelenggara di kita (KPU)," katanya.
KPU, menurut dia, sangat membuka diri bila PPATK bersedia untuk mengaudit sistem keuangan masing-masing penyelenggara pemilu. "Jangan sampai kita memberlakukan kepada partai, tapi kita tidak membuka diri dan transparan," ujar Ferry.
Bahkan, lanjut dia, anggota KPU di daerah pun harus siap dan bersedia bila diminta menyetorkan nomor rekening pribadinya. Menurutnya, hal tersebut untuk memperluas sistem transparansi keuangan petinggi KPU, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar menyatakan PPATK perlu bersikap tegas dalam melacak transaksi di rekening para penyelenggara pemilu. Agun berharap PPATK menindaklanjuti berbagai temuan mereka sesuai prosedur hukum. “PPATK tidak cukup hanya mengumumkan hasil temuan mereka ke publik," katanya.
Deputi Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengatakan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu bisa menjadi landasan agar penyelenggara pemilu melaporkan rekening pribadinya ke PPATK.
Dalam UU tersebut, ia mengatakan, mengatur tentang aspek prinsip pelaksanaan pemilu yang independen dan transparan. "Penyelenggara pemilu harus menjamin, termasuk kepada dirinya sendiri, untuk bebas dari pengaruh apa pun dalam menjaga independensinya," kata dia.
Berkaca pada pelaksanaan pemilu sebelumnya, lanjut Masykurudin, ada dugaan penyelenggara pemilu yang terlibat praktik kecurangan. Indikasi itu terlihat dari adanya laporan di Mahkamah Konstitusi (MK) atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Menurut Masykurudin, pengawasan PPATK bisa dilakukan sejak masa kampanye berlangsung. "Hingga nanti rekapitulasi suara dan penentuan perolehan kursi," ujarnya. n riga nurul iman/muhammad akbar wijaya/irfan fitrat ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.