Jumat 03 Jan 2014 08:27 WIB
Titip Doa

Penyelenggara Sedekah Harian Mengaku Salah

Ajakan titip doa baitullah
Foto: twitter
Ajakan titip doa baitullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pembina Komunitas Sedekah Harian (@SedekahHarian) Ahmad Gozali mengaku salah dalam program Titip Doa di Tanah Suci. Sedekah Harian pun mencabut program itu setelah menjadi perbincangan luas di linimasa Twitter.

Melalui akun Twitter @ahmadgozali, Gozali mengaku keliru menentukan nominal tertentu orang yang menitip doa. Ia menulis angka itu sebagai contoh bagi donatur baru yang ingin bergabung dengan Sedekah Harian. “Sekali lagi saya akui keteledoran saya yang tidak melakukan cross check secara mendalam karena terburu-buru sebelum berangkat ke Turki,” tulisnya.

Menurutnya, ide awal “Jadilah donatur kami, akan kami doakan selalu, bahkan sampai ke Tanah Suci” bukan konsep sempurna. Karena itu, ia meminta maaf atas polemik yang muncul. Ia pun menulis benar sedang berada di Tanah Suci. Untuk menghindari tuduhan penipuan, ia menyalakan geotagging agar mudah diketahui di mana ia sedang berada.

Sejak akhir Desember lalu, Komunitas Sedekah Harian membuka layanan titip doa dengan infak sebesar Rp 100 ribu per doa. Kejadian ini mengundang berbagai reaksi terhadap penyelenggara.

Ramainya tanggapan negatif atas titip doa dengan tarif tertentu mengundang komentar inspirator komunitas Sukses Mulia, Jamil Azzaini. Ia bahkan secara terbuka meminta penasihat Ahmad Gozali untuk meminta maaf.

Dengan tanda pagar bertulis #Nasehatku, melalui akun @JamilAzzaini, ia meminta Ahmad Gozali meminta maaf kepada umat. Ia sengaja menulis umat karena @ahmadgozali membawa simbol agama berupa sedekah, doa, dan umrah. Di poin #Nasehatku ke tujuh, Jamil menulis, “Meminta maaf tak akan merendahkanmu, justru menyelamatkanmu dan menghilangkan kesombonganmu.”

Nasihat itu sengaja dibuat di jejaring sosial sebab penyenggara pun membuka layanan titip doa secara terbuka pula. Jamil menulis nasihat itu sebagai ungkapan sesama praktisi, bukan ulama atau orang bijak. Ia tak menampik kesalahan juga pernah dilakukannya. Namun, menarik bayaran dari titipan doa dinilainya tak benar. “Doakanlah sahabat dan saudaramu dengan tulus tanpa berharap fulus,” tulis Jamil sebelum menulis nasihat terbuka itu.

Polemik Titip Doa itu juga mengundang kegusaran Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI menilai, doa merupakan inti ibadah dan bukan objek komersial. “Ini berbeda jika ada orang yang datang kepada seorang saleh dan minta didoakan karena kedekatannya dengan Allah SWT. Kemudian, orang yang minta didoakan memberi sesuatu sebagai tanda terima kasih,” ujar Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh.

Asrorun menegaskan, tidak pas mendoakan orang dengan mensyaratkan sesuatu. Itu sama dengan bisnis transaksional. Model dan motivasi membuat hukumnya berbeda. Singkatnya, kata Asrorun, doa adalah ibadah, bersifat transenden, dan merupakan pendekatan diri kepada Allah SWT. Doa adalah jantung ibadah yang memiliki standar, ketentuan, rukun, dan adab.

“Ada penjelasan doa mustajab pada pribadi, waktu, siapa, dan tempat. Ada tempat dan waktu mustajab, ada orang yang lebih didengar doanya, dan ada juga orang yang tertolak doanya,” ujar Asrorun menjelaskan.

Menurutnya, mualim (guru agama), orang berilmu, orang saleh, dan orang yang sedikit maksiat cenderung lebih dekat dengan Allah SWT sehingga lebih dijabah doanya. Dengan demikian, boleh minta didoakan oleh mereka. Namun, doa yang tujuannya mendekatkan diri kepada Allah SWT kemudian dikomersilkan tidaklah tepat. n c20 ed: chairul akhmad

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement