Senin 06 Jan 2014 08:53 WIB
Penahanan Atut

Pemprov Banten Tersendat

 Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggunakan rompi tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/12).   (Republika/ Wihdan Hidayat)
Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menggunakan rompi tahanan usai pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (20/12). (Republika/ Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kekhawatiran bahwa penahanan terhadap Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah bakal mengganggu jalannya pemerintahan daerah mulai terbukti. Sejumlah pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mengeluhkan sukar menemui Atut untuk mengurusi dokumen-dokumen administrasi pemprov.

Menurut Kepala Biro Pemerintahan Provinsi Banten Deden Apriyandhi, ada sejumlah dokumen penting yang mestinya segera diteken Atut. Di antaranya, soal ketetapan pengangkatan Bupati Lebak terpilih Iti Octavia dan Wakil Bupati Lebak terpilih Ade Sumardi. Atut mesti menyerahkan mandat ke presiden untuk mendelegasikan pelantikan.

Selain itu, tanda tangan Atut juga dibutuhkan untuk pengesahan APBD Banten 2013 yang disempurnakan. Evaluasi APBD kabupaten/kota di Banten juga belum ditandatangani Atut.

Menurut Deden, Pemprov Banten telah melayangkan surat izin menemui Atut sejak beberapa waktu lalu. “Ada beberapa hal yang perlu dikoordinasikan demi kelancaran tata kelola pemerintahan,” ujar Deden menjelaskan maksud permintaan izin, Ahad (5/1). Meski demikian, permohonan untuk bertemu Atut tak kunjung dikabulkan.

Ia mengatakan, sesuai dengan hasil pleno KPU Kabupaten Lebak, pelantikan Bupati Lebak paling lambat harus dilaksanakan pada 14 Januari 2014. Tanpa tanda tangan penyerahan mandat dari Atut, pelantikan tersebut bisa tertunda.

Pihaknya berharap KPK bisa memberikan izin kepada pejabat Provinsi Banten untuk bertemu Atut selekasnya. “Kami tidak bermaksud menghalangi proses hukum, tapi kami berharap proses tata kelola Pemprov Banten juga bisa berjalan dengan baik.”

Deden juga menuturkan, Pemprov Banten berencana mengirimkan surat kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tentang penyerahan beberapa kewenangan Gubernur Banten yang dilimpahkan kepada Wakil Gubernur Banten Rano Karno. “Surat tersebut perlu ditandatangani gubernur, namun sampai saat ini belum bisa ditindaklanjuti karena kami belum bisa bertemu Ibu gubernur,” katanya.

Atut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait dugaan suap kepada mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sehubungan pengurusan perkara sengketa Pemilukada Lebak. Ia juga disangka terlibat korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) oleh Pemprov Banten.

Atut ditahan KPK sejak 20 Desember 2013. Menyusul penahanan, usulan penonaktifan Atut mengemuka. Salah satu alasannya, penahanan Atut tanpa penonaktifan akan mengganggu kinerja pemerintah daerah di Banten.

Kendati demikian, DPRD memutuskan Atut tetap menjabat sebagai gubernur Banten, 25 Desember 2013. Menurut perundangan yang berlaku saat ini, Atut belum bisa dinonaktifkan tanpa persetujuan DPRD sebelum menjadi terdakwa atau terpidana.

Firman Wijaya, kuasa hukum Atut, menilai KPK sengaja melumpuhkan kekuatan Atut secara politik melalui penahanan. “Itu cara yang benar-benar ampuh,” ujarnya kepada Republika, kemarin.

Menurutnya, penahanan Atut oleh KPK mengindikasikan terjadinya kesewenang-wenangan. Ia juga beranggapan KPK telah memasuki ranah politik dari kasus yang menjerat Atut.

Terkait dugaan tersebut, menurut Firman, ia telah berkonsultasi dengan Atut. Senada, Atut juga menilai ada agenda politik di balik penahanannya. “Ibu Atut melihat jadi sasaran rivalitas politik,” kata Firman.

Langkah-langkah KPK menangani Atut, Firman mengungkapkan, seakan-akan mendorong penonaktifan Atut. Langkah pihak Atut ke depan, kata Firman, adalah menelaah kemungkinan-kemungkinan adanya unsur politis dalam penanganan kasus hukum yang menjerat Atut.

Dipelajari KPK

Juru Bicara KPK Johan Budi SP membantah KPK melarang atau menolak permintaan izin jenguk Atut di Rutan Pondok Bambu yang diajukan pejabat di Pemprov Banten. Menurutnya, izin tersebut akan diberikan jika sesuai dengan peraturan.

Yang menjadi persoalan, para pejabat Pemprov Banten tak sekadar melakukan kunjungan. Menurut Johan, mereka juga melayangkan surat permohonan permintaan penandatanganan surat terkait pelaksanaan pemerintahan Banten. “Sampai saat ini, permintaan itu masih dipelajari oleh pimpinan KPK,” ujar Johan.

Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, KPK menyadari bahwa penahanan kepala daerah yang dijadikan tersangka korupsi bisa mengganggu jalannya pemerintahan. Terlebih, bila yang bersangkutan tak dinonaktifkan.

Meski begitu, ia mengaskan bahwa pemberantasan korupsi tak boleh surut. Busyro menyarankan pemerintah dan DPR merevisi regulasi yang berlaku saat ini agar kepala daerah yang dijadikan tersangka korupsi bisa dinonaktifkan. “Satu-satunya cara adalah meminta pemerintah dan DPR agar mengubah undang-undang itu,” katanya.

Keinginan pemerintah yang tetap tidak mau menonaktifkan beberapa pejabat daerah, bahkan tetap mengangkat pejabat daerah tersangka korupsi, dinilai Busyro menyulitkan kinerja KPK. Terutama, dalam hal penyelidikan dan penyidikan.

Ia mengatakan, KPK sudah mengirimkan surat rekomendasi Kemendagri untuk menonaktifkan Atut. Busyro menambahkan, secara etika penyelenggara negara mestinya langsung mengundurkan diri begitu dijadikan tersangka.

Ia menyangkal indikasi KPK disusupi kepentingan-kepentingan politik terkait penahanan dan penetapan tersangka atas Atut. “Penetapan tersangka itu prosedurnya ada. Tidak bisa hanya dengan indikasi-indikasi.” n bilal ramadhan/bambang noroyono/antara ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement