Kamis 09 Jan 2014 08:18 WIB
Krisis Politik Thailand

KPK Thailand Jerat Ratusan Politikus

PM Thailand Yingluck Shinawatra
Foto: AP/Manish Swarup
PM Thailand Yingluck Shinawatra

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Krisis politik di Thailand menjadi kian rumit menyusul keputusan terbaru Komisi Antikorupsi Nasional Thailand (NACC). Lembaga ini mengajukan tuntutan kepada 308 anggota parlemen. Mereka dituduh melakukan pelanggaran dalam proses revisi undang-undang tentang komposisi Senat Thailand.

Langkah berani NACC ini merupakan kelanjutan dari keputusan Mahkamah Konstitusi pada November tahun lalu. "Tuntutan ini didasari keputusan Mahkamah Konstitusi," kata anggota NACC Vicha Mahakhun.

Dibatalkannya revisi undang-undang tentang komposisi Senat Thailand oleh Mahkamah Konstitusi salah satunya disebabkan adanya indikasi revisi undang-undang tersebut telah dipalsukan. Menurut Mahakhun, para anggota parlemen seharusnya tahu ada pemalsuan. ''Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," lanjut dia, seperti dilansir Bangkok Post, Rabu (8/1).

 

Sebagian besar anggota parlemen yang dituntut berasal dari partai berkuasa Peua Thai pimpinan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra. Jika terbukti bersalah, mereka akan diturunkan dari jabatannya dan tidak boleh lagi berpolitik. Tapi, Yingluck tidak dikenai tuntutan ini. Senat dibentuk berdasarkan konstitusi baru yang diberlakukan pada 2007, menyusul lengsernya PM Thaksin Shinawatra melalui kudeta militer.

Keputusan NACC semakin memperkeruh krisis politik Thailand. Sebab, anggota parlemen yang dijerat KPK ini terancam tidak bisa berlaga dalam pemilu yang rencananya digelar bulan depan. Kalangan propemerintah menuding NACC sengaja melakukan langkah ini untuk menjatuhkan partai penguasa.

Sebelumnya, Yingluck mengatakan, pemilu perlu dilakukan untuk mengakhiri demonstrasi yang selama beberapa bulan terakhir digelar para pendukung oposisi. Oposisi menuntut Yingluck mundur, lalu dibentuk Dewan Rakyat.

Bagi oposisi, Yingluck tak lebih dari boneka kakaknya, Thaksin Shinawatra, yang kini hidup di pengasingan. Sejauh ini, oposisi menghendaki Yingluck mundur sebelum pemilu digelar. Salah satu alasannya karena jika pemilu digelar Yingluck diprediksi bakal menang. Sebab, ia masih memiliki dukungan kuat, utamanya dari warga perdesaan.

Dalam upaya memaksa Yingluck mundur, oposisi berencana menggelar demo besar-besaran pada Senin (13/1). Hari itu, mereka berencana melumpuhkan Bangkok dan memaksa instansi-instansi pemerintah berhenti beroperasi.

Kepala Dewan Keamanan Nasional Paradorn Pattanatabut mengatakan, Yingluck siap memberlakukan keadaan darurat apabila demonstrasi memicu berkobarnya aksi kekerasan. Kekisruhan politik ini merupakan yang terburuk di Thailand sejak unjuk rasa pada 2010 yang menewaskan 90 orang. n dessy suciati saputri/ap/reuters ed: wachidah handasah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement