Jumat 10 Jan 2014 08:45 WIB
Gelar Jenderal

SBY Ditawari Jenderal Besar

Presiden SBY
Presiden SBY

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengungkapkan rencana institusinya menganugerahkan gelar jenderal besar untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menilai, SBY punya andil besar dalam mengembangkan TNI.

“Tidak salah kiranya kalau Jenderal Purnawirawan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendapatkan anugerah jenderal besar. Saya kira sangat tepat kita berikan kepada Presiden,” kata Moeldoko dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI dan Polri 2014 di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Kamis (9/1). Presiden SBY yang menghadiri rapat tersebut tampak tersenyum mendengar usulan tersebut.

Menurut Moeldoko, selama menjabat sebagai presiden, SBY telah menunjukkan semangat tinggi guna memajukan TNI. Ia juga mengatakan, SBY punya peran membangun TNI yang andal.

Jenderal besar adalah pangkat tertinggi di jajaran TNI Angkatan Darat (AD). Gelar serupa di Angkatan Udara (AU) adalah marsekal besar, dan di Angkatan Laut (AL) adalah laksamana besar. Pangkat kehormatan tersebut diberikan atas jasa luar biasa penerimanya.

Sejauh ini, tiga orang telah dianugerahi pangkat tersebut. Ketiganya adalah anggota TNI AD. Yang pertama adalah Jenderal Besar Soedirman. Jasanya yang menonjol adalah saat mengomandoi perang gerilya di Pulau Jawa melawan agresi militer Belanda pada 1948.

Selepasnya adalah Jenderal Besar Abdul Haris Nasution. Nasution adalah salah satu penggagas teori perang gerilya, dan salah satu jenderal yang lolos dari upaya penculikan sejumlah  jenderal AD pada 1965.

Penerima ketiga anugerah jenderal besar adalah mantan presiden Soeharto. Ia dinilai berjasa memimpin Serangan Umum Satu Maret 1949 di Yogyakarta melawan pasukan sekutu. Ia juga berperan dalam penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemerhati sejarah militer Erwin Jose Rizal menilai, dari tiga tokoh yang mendapat gelar Jenderal Besar hanya Soedirman yang tidak kontroversional. Berkaca dari kontroversi itu, Erwin menyatakan sebaiknya SBY terlebih dahulu menjelaskan berbagai kontroversi yang melibatkan dirinya selama menjadi perwira militer aktif jika hendak diberi gelar jenderal besar.

Erwin misalnya mencontohkan SBY perlu membuat "buku putih" yang menjelaskan posisinya saat terjadi penculikan aktivis di Yogyakarta. "Saat itu Pak SBY menjabat sebagi danrem," ujarnya. Selain itu, SBY juga mesti menjelaskan posisinya saat menjadi Pangdam Sumatra Selatan yang belakangan heboh dikaitkan dengan pengusaha Sengman.

Anggota Komisi I dari Fraksi Hanura Susaningtiyas Nefo mempertanyakan rencana TNI memberi gelar jenderal besar pada SBY. Menurutnya, pemberian gelar tersebut mesti merunut pada variabel yang jelas. 

Sementara Wakil Ketua Komisi I dari Fraksi PDI Perjuangan  TB Hasanuddin juga mengemukakan ketaksetujuannya terkait penganugerahan jenderal besar untuk SBY. Sebab, secara teknis tak ada istilah jenderal besar dalam kepangkatan di TNI.  “Kalau mau bicara gelar, istilah gelar harus sesuai dengan UU,” kata TB Hasanuddin.

Penolakan

Meski tak berkomentar dalam Rapim TNI dan Polri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak penganugerahan jenderal besar yang hendak diberikan oleh TNI melalui Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi.

Sudi mengatakan, Presiden mengapresiasi niatan tersebut, tapi menilai tak perlu menerima penganugerahan pangkat jenderal besar. Terlebih jika didasari pada upaya Presiden SBY untuk meningkatkan kekuatan pertahanan, modernisasi alutsista, ataupun kebijakan lain untuk memajukan TNI. 

“Presiden mengatakan, hal itu memang yang seharusnya dilakukan presiden dan juga tugas dan kewajiban dari beliau. Jadi,” katanya saat memberikan keterangan pers mendadak di Kantor Kepresidenan, Kamis (9/1). Ia mengaskan, perhatian SBY untuk TNI sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai kepala negara.

Selain itu, sudah menjadi kebutuhan negara untuk memiliki kekuatan militer yang mumpuni. Pemerintah sekadar membantu agar TNI lebih siap menangani berbagai ancaman.

Siapa pun presiden yang menjabat, kata Sudi, berkewajiban melakukan hal serupa. Terlebih mengingat kekuatan militer Indonesia yang belum optimal.

Siapa pun presidennya memang harus melakukan hal seperti itu terlebih lagi cukup lama TNI kita tidak terbangun dan tidak termodernisasi alutsistanya,” katanya. n esthi maharani/m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement