REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR — Tim advokasi yang dibentuk Pengurus Wilayah Pelajar Islam Indonesia (PII) Bali menyatakan, persoalan jilbab siswi SMAN 2 Denpasar, Anita Whardani, terselesaikan dengan baik. Kini, Anita bisa mengenakan jilbab ke sekolahnya.
Pada Senin (13/1), Kepala SMAN 2 Denpasar Ketut Sunarta mengizinkan Anita berjilbab ke sekolah. Rabu (15/1) pagi, Helmy Al Djufri dari tim advokasi mendatangi sekolah Anita. “Kedatangan ini memastikan Anita nyaman berjilbab di lingkungan sekolah.”
Selain menemui Anita, ia juga bertemu dengan Wakil Kepala SMAN 2 Denpasar Bidang Humas Semadi Yasa. Dalam pertemuan, Semadi menegaskan, SMAN 2 Denpasar tak mempersoalkan siswi Muslim yang ingin berjilbab.
Tidak ada juga larangan tertulis yang menjadi tata tertib sekolah yang berbenturan dengan aturan di atasnya. Selama ini Anita tak berjilbab ke sekolah karena takut. Anita pernah ditegur oknum guru SMAN 2 Denpasar.
“Itu bukan menjadi kebijakan sekolah,” kata Helmy yang mengutip pernyataan Semadi Yasa. Pimpinan sekolah menyayangkan Anita yang tak melaporkan saat kena tegur. Menurut dia, wakil kepala sekolah itu tahu Anita berkeinginan memakai jilbab. Keinginan itu didukung.
Berdasarkan keterangan Semadi, kata Helmy, terdapat 176 Muslim dari 1.000-an siswa di SMAN 2 Denpasar. Terdapat mushala yang dapat digunakan mereka untuk shalat lima waktu. Pada hari Jumat juga diadakan shalat Jumat di sekolah.
Helmy mengatakan, hubungan guru dan Anita pascaisu jilbab berlangsung baik. Saat ini, Anita diminta untuk fokus ke pelajaran dan mempersiapkan diri menghadapi ujian sekolah. “Semangat Anita berjilbab patut dicontoh siswi lain di Bali dan Indonesia,” katanya.
Secara ideal, sekolah mesti memberikan ruang bagi siswi Muslim yang berjilbab. Ini bagian dari kebebasan mengekspresikan keyakinan agama. Anita juga menyatakan sudah merasa nyaman berjilbab ke sekolah. Rabu merupakan hari kedua Anita berjilbab di sekolah.
Saat menghadap kepala sekolah pada Senin, Anita telah mengenakan seragam disertai jilbab. “Tidak ada masalah lagi. Semuanya sudah dikomunikasikan dan tidak ada larangan,” kata Anita. Dia mengaku, semula sejumlah teman memandang aneh dengan seragamnya.
Namun, setelah dia memberikan penjelasan, suasana mencair. Anita meyakinkan teman-temannya, seragam yang ia pakai sama-sama dibolehkan oleh ketentuan pemerintah.
Anita juga mengaku memperoleh dukungan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Denpasar I Gusti Ngurah Edy Mulya. “Saya diberi semangat agar tidak mudah patah semangat ketika terus bertekad memakai jilbab,” katanya.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan berharap, izin jilbab terhadap Anita dan siswi lainnya ini konsisten. Dengan demikian, siswi Muslim selamanya bisa secara bebas mengenakan jilbab di sekolah. Karena itu, ia meminta ada pemantauan.
Langkah ini memastikan agar tak ada halangan bagi siswi Muslim menjalankan keyakinannya. “Memakai jilbab adalah hak asasi,” kata Amidhan. Sedangkan, Wakil Sekjen MUI Welya Savitri meminta ada izin tertulis untuk Anita mengenakan jilbab. Biar kelak tak terjadi polemik.
Selain itu, ia mengatakan, jilbab adalah fenomena yang sudah umum di masyarakat. Tak semestinya dipersoalkan. Menurut dia, upaya menghambat dan melarang jilbab di institusi manapun, termasuk sekolah, bukan lagi zamannya. n ahmad baraas/fuji pratiwi ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.