Jumat 17 Jan 2014 06:02 WIB
Krisis Ekonomi

SBY: Ekonomi Belum Aman

Pembangunan ekonomi Indonesia
Foto: ANTARA
Pembangunan ekonomi Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonomi Indonesia dinilai belum aman benar. Oleh karena itu, pemerintah diminta fokus untuk menjaga stabilitas harga dan menciptakan lapangan kerja.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta jajarannya untuk menjaga inflasi dengan terus memantau perkembangan harga bahan pangan di pasar. Selain itu, mencegah terjadinya pengangguran dengan meningkatkan ketersediaan lapangan pekerjaan. “Saya katakan situasi belum aman benar. Oleh karena itu, tahun ini kita harus melakukan pengelolaan dengan sebaik-baiknya,” katanya saat membuka sidang kabinet paripurna di kantor Presiden, Kamis (16/1).

Untuk menjaga stabilitas harga atau inflasi, terutama pangan, ia meminta agar penanganannya tidak menunggu harga-harga bergejolak, tetapi harus dipastikan kecukupan pasokan terpenuhi sejak awal tahun. Ia pun berharap kecukupan pangan menjadi prioritas.

Sedangkan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, ia berharap pembangunan infrastruktur yang ada dalam Masterplan Perluasan dan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) benar-benar sesuai dengan yang direncanakan. Menurutnya, penyerapan tenaga kerja bisa terjadi dalam proyek-proyek MP3EI, tetapi sektor lain pun harus memberikan kontribusi, seperti sektor industri, pertanian, dan jasa.

Kewaspadaan pemerintah tersebut sejalan dengan ekspektasi ekonomi global yang diperkirakan tak terlalu baik pada tahun ini. Dalam laporan tahunannya, Bank Dunia menyebutkan, banyak negara kaya yang mengubah ekonominya setelah krisis keuangan.

Perubahan tersebut diperkirakan akan mengganggu pertumbuhan negara berkembang. Misalnya saja, akibat rencana bank sentral AS (the Fed) yang menarik stimulus ekonominya (tapering off). Kondisi ini akan memicu kenaikan suku bunga global yang dapat memengaruhi aliran uang masuk dan keluar dari negara-negara berkembang. Kenaikan suku bunga akan mengarah pada pasar keuangan internasional sehingga menjadi tidak stabil.

Ekonom Bank Dunia Andrew Burns mengatakan, negara, seperti Brazil, Turki, India, dan Indonesia termasuk di antara negara-negara yang rentan terhadap penarikan stimulus AS. Ia mencatat bahwa langkah konkret yang diambil the Fed dalam memotong program pembelian aset keuangan bulan lalu tidak menganggu pasar.

Bank Dunia memperkirakan produk domestik bruto (PDB) global akan tumbuh sebesar 3,2 persen tahun ini. Angka tersebut naik 2,4 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan ini didukung dari banyak negara maju. Sedangkan, negara-negara berkembang akan tumbuh 5,3 persen atau naik 4,8 persen dari tahun 2013.

Untuk Indonesia, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan melambat pada 2014 dan hanya tumbuh 5,3 persen. Ini berarti terjadi penurunan pertumbuhan dibandingkan tahun sebelumnya yang menurut catatan Bank Dunia mencapai 5,6 persen. Ekonomi Indonesia akan membaik lagi pada 2015 dan 2016 meski tetap masih di bawah pertumbuhan pada 2013, yaitu di level 5,5 persen.

Konsumsi masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional, disusul investasi dan ekspor. Meskipun demikian, Indonesia masih mencatat pertumbuhan tinggi di kawasan setelah Cina. Tahun ini, pertumbuhan ekonomi Cina diproyeksikan berada pada 7,7 persen.

India juga sudah pulih dalam satu dekade ini dengan proyeksi sebesar enam persen. Asia termasuk benua yang patut dipuji dengan pertumbuhan regional sekitar 7,2 persen. Negara lain, seperti Brazil, tumbuh sepertiganya dengan proyeksi 2,4 persen. Kemudian, Afrika Selatan tetap stabil di 2,7 persen.

Hal yang sama diungkapkan Presiden Konsultasi Strategis Eurasi Group Ian Bremmer. Menurutnya, pasar negara berkembang tahun ini akan memberika risiko besar. Brazil, India, Indonesia, Afrika Selatan, dan Turki rentan dalam anggaran yang tinggi, defisit, ditambah dengan mata uang yang goyah. Bank sentral di negara-negara tersebut akan menaikkan suku bunga meski pertumbuhan rendah. n esthi maharani/elba damhuri/nora azizah ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement