REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Djoko Widodo (Jokowi) menyurut seiring semakin pasangnya terjangan banjir di sejumlah wilayah di Ibu Kota. Pasalnya, masyarakat mulai tidak percaya dengan janji politik Jokowi dengan slogan Jakarta Baru bahwa Jakarta akan bebas dari banjir dan macet.
"Jokowi mengalami penurunan elektabilitas menyusul adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerjanya," kata pendiri Pusat Data Bersatu (PDB) Didik J Rachbini, akhir pekan lalu.
Ia mengatakan, hasil survei dari September 2013 menunjukkan Jokowi memperoleh elektabilitas sebesar 36 persen. Tapi, memasuki Januari 2014 elektabilitas mantan wali kota Solo ini turun menjadi 28 persen.
Namun, kata Didik, angka tersebut kemungkinan masih bisa turun lagi seusai bencana banjir yang sedang menimpa Ibu Kota. Survei ini dilakukan sejak 4-8 Januari 2014, di 11 kota besar menggunakan metode telepolling dengan jumlah sampel sebanyak 1.200 orang. Untuk margin of error kurang lebih 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Ketua Fraksi Partai Golkar Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Asraf Ali mengatakan, warga Jakarta sangat berharap banyak kepada Jokowi untuk menepati janjinya dalam mengurangi dampak banjir. Menurutnya, perbaikan gorong-gorong dan pengerukan kali belum efektif mengurangi banjir Jakarta.
Asraf Ali enggan menilai kinerja Jokowi dalam memperbaiki infrastruktur banjir di Jakarta dan menyerahkan sepenuhnya penilaian tersebut kepada masyarakat. "Kalau kinerja gubernur sekarang baik, saya kira banjir tidak akan separah saat ini. Masyarakat yang merasakan," ujar Asraf.
Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Dradjad H Wibowo mengatakan, wacana pencapresan Jokowi membuat gubernur DKI tersebut lalai dari tugas utamanya. Sayangnya, kata dia, Jokowi tidak dengan tegas menutup wacana ini.
Menurut Dradjad, kalau saja Jokowi tegas akan menyelesaikan amanatnya sebagai gubernur selama lima tahun maka wacana pencapresannya akan tutup buku. “Dia bisa fokus sebagai gubernur yang efektif dan cerdas,” katanya.
Dradjad menyatakan, isu pencapresan tersebut sudah sangat kontraproduktif terhadap tugas Jokowi sebagai gubernur. Akibatnya, lanjut dia, beberapa langkah untuk mengatasi banjir dan macet menjadi wacana yang menguap begitu saja. “Bahkan, yang ramai diberitakan melebihi proporsinya, seperti Waduk Pluit, terlihat tidak efektif sekarang. Banjir masih ada di Pluit.”
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, masyarakat memilih Jokowi sebagai gubernur karena dianggap mampu mengatasi persoalan Jakarta. Anggapan itu, kata Siti, didasarkan pada janji kampanye yang pernah dilontarkan Jokowi. "Apakah sudah dilaksanakan, kalau belum apa tantangan dan masalahnya dan bagaimana mengatasinya," kata Siti.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens mengatakan, masyarakat sekarang ini bisa lebih kritis dalam melihat persoalan banjir dan Jokowi. Menurutnya, masyarakat sadar melihat bencana yang terjadi bukan kesalahan kepala daerah. "Ini sudah persoalan historis yang penyelesaiannya harus multidimensi," kata dia.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo saat meninjau lokasi banjir di Kelapa Gading, Jakarta Utara, menjelaskan alasan terjadinya banjir salah satunya karena intensitas hujan yang tak kunjung berhenti. "Memang terjadi hujan deras di sekitar Pulogadung dan robnya naik. Problemnya ada di situ," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu. n indah wulandari/irfan fitrat/muhammad akbar wijaya ed: muhammad fakhruddin.
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.