REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tertahannya penyelesaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014 di beberapa provinsi dinilai tak lepas dari kepentingan politis yang melekat pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sementara, lambannya penyelesaian APBD berpotensi mengganggu pembangunan provinsi yang bersangkutan.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, menjelaskan, sejatinya APBD dibuat oleh pemerintah daerah dan disahkan oleh legislatif (DPRD). Akan tetapi dalam praktiknya, legislatif kerap mengintervensi kandungan dalam RAPBD.
Tujuannya, agar proyek-proyek pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dikerjakan oleh anggota keluarga hingga kolega sang legislator. "Ini menjadi sumber korupsi. Pemda yang keras tentu tak mau bermain-main," ujar Agus, Senin (20/1).
Agus mencontohkan lambannya penyelesaian APBD DKI Jakarta. Sejak awal, ia mengatakan telah memperingatkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo agar mendekati partai politik yang mendominasi kursi di DPRD. Terlebih, kursi partai pendukung mantan wali kota Solo ini yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan termasuk partai minoritas. Berbeda dengan Partai Demokrat maupun Partai Keadilan Sejahtera yang menjadi mayoritas.
"Ini politik. Gimana caranya agar win-win. Jangan sampai main sogok, kalau bisa main cantik," papar Agus. Lebih lanjut, Agus menyebut tertundanya penyelesaian APBD berimbas pada terganggunya pembangunan.
Misalnya, APBD rampung akhir Januari, proses ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk disetujui hingga anggaran disalurkan ke SKPD-SKPD paling tidak membutuhkan waktu satu bulan.
Setelah itu, dilakukan tender oleh SKPD terkait, misalnya Dinas Pekerjaan Umum, yang paling tidak dimulai Maret. "Setelah itu, kegiatan baru dimulai akhir Maret, sementara Desember sudah harus tutup buku. Semakin mundur, semakin merugikan," kata Agus.
Sejauh ini, empat provinsi terancam terkena pengurangan dana alokasi umum (DAU) sebesar 25 persen dari besaran yang seharusnya diterima. Hal tersebut disebabkan belum rampungnya penyelesaian APBD. Keempat provinsi itu antara lain DKI Jakarta, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua Barat.
Sanksi
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, sampai saat ini, keempat provinsi belum juga menyelesaikan APBD. Kemendagri dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), ujar Gamawan, terus berkoordinasi terkait permasalahan ini.
"Tujuannya, agar aturannya tetap dijalankan. Tenggat waktunya sampai akhir triwulan pertama ini," kata Gamawan kepada Republika, kemarin. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005, batas akhir penetapan APBD provinsi yang harus dilaporkan kepada Kemendagri paling lambat 31 Januari 2014.
Jika, melebihi 15 hari sesudah tanggal yang ditetapkan, empat provinsi tersebut akan dijatuhi sanksi penundaan dan penahanan pencairan anggaran DAU. Pencairan maupun penahanan DAU itu dilakukan Kemenkeu merujuk petunjuk Kemendagri.
DAU adalah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja dalam APBN dan menjadi salah satu komponen pendapatan dalam APBD.
Jumlah DAU setiap tahun ditentukan berdasarkan Keputusan Presiden. Besaran DAU sampai saat ini belum bisa diketahui.
Menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo, beleid tentang DAU 2014 masih diproses di Sekretariat Negara. Sedangkan, dana alokasi khusus (DAK) diatur dalam PMK yaitu PMK Nomor 180/PMK 07/2013 dan telah diterbitkan, Selasa (31/12).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi transfer ke daerah dalam APBN 2014 mencapai Rp 592,6 triliun atau naik dibanding alokasi dalam APBNP 2013 sebesar Rp 529,4 triliun. Transfer daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana otonomi khusus dan penyesuaian. Dalam APBN 2014, dana perimbangan tercatat sebesar Rp 487,9 triliun (APBNP 2013 Rp 445,5 triliun) dan dana otonomi khusus dan penyesuaian sebesar Rp 104,6 triliun (APBNP 2013 Rp 83,8 triliun). n muhammad iqbal ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.