REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Alicia Saqina
Kesatuan militer Amerika Serikat (AS) mengeluarkan terobosan baru dalam mendukung kebebasan beragama. Pentagon memperbolehkan penggunaan simbol agama, seperti janggut, tato, pakaian luar atau hiasan tertentu saat berseragam, termasuk turban, kupluk, jilbab, dan memperpanjang rambut.
Simbol-simbol agama itu diperbolehkan asal tidak mengganggu tugas kemiliteran. Menurut Kementerian Pertahanan AS, Rabu (22/1), aturan baru itu menandai pertama kalinya institusi kemiliteran AS membuat kebijakan umum tentang masalah tersebut.
Juru Bicara Pentagon Mayor Nate Christensen mengatakan, hal terpenting, yakni jangan sampai simbol-simbol tersebut membahayakan misi dan keamanan anggota lainnya. Meski demikian, personel yang ingin memelihara janggut atau hiasan pakaian tertentu tetap harus meminta izin terlebih dahulu.
“Kebijakan baru menyatakan, lembaga kemiliteran akan mengakomodasi permintaan tentara menyangkut keyakinan agamanya, kecuali jika itu sampai memengaruhi kesigapan anggota, penyelesaian misi, kesatuan unit, ketertiban, dan kedisiplinan,” ujar Christensen seperti dikutip Aljazirah.
Kebijakan baru ini akan berpengaruh buat penganut Sikh yang selama ini mengenakan turban dan memelihara bewok serta janggut mereka. Begitu pula Muslim, Yahudi, serta kelompok lainnya yang memakai janggut dan hiasan tertentu.
Para penganut Wiccan atau kelompok tertentu yang menganggap tato dan tindikan sebagai bagian dari keyakinan agama juga diuntungkan dengan aturan tersebut. Sebelumnya, Amerika Serikat mewajibkan tentaranya agar klimis. Ini merupakan standar bagi para tentara berseragam.
Namun, Christensen menegaskan, khusus untuk pakaian luar ataupun hiasan agama, tidak diperbolehkan jika sampai mengganggu kegunaan utama seragam atau perlengkapan khusus. Misal, helm, jaket antipeluru, atau setelan penerbang.
Kelompok advokat meragukan aturan tersebut dapat dijalankan. Menurut mereka, kebijakan baru ini hanya sedikit melindungi tentara pengikut Sikh atau penganut agama lain dari kehendak para komandan.
Amardeep Singh, juru bicara organisasi hak asasi manusia Koalisi Sikh, mengatakan, ini merupakan pertama kalinya Pentagon memiliki keinginan untuk mengakomodasi tentara memperpanjang rambut sebagai bagian dari kepercayaan agama. Meski demikian, dia masih skeptis dengan aturan itu. “Apa yang mengecewakan adalah dugaan larangan bagi Sikh untuk menjalankan kepercayaannya tetap diberlakukan,” ujarnya.
Kopral Simranpreet Lamba, satu di antara tiga pengikut Sikh di kesatuan militer yang boleh menggunakan turban, mengatakan, kebijakan ini merupakan langkah kecil menuju arah yang benar.
Lamba mengaku membutuhkan waktu sembilan bulan untuk memperoleh izin memperpanjang rambut, bewok, dan mengenakan turban. Dia mengaku tidak bermasalah selama menjalankan tugas 3,5 tahun ini.
Ibrahim Cooper, juru bicara Dewan Kerja Sama Amerika-Islam, menyambut baik setiap langkah militer yang mengakomodasi kepercayaan tentara. “Kami memperhatikan masalah ini dalam berbagai kesempatan, apakah itu dalam penggunaan janggut, jilbab, atau dukungan terhadap komunitas Sikh dalam isu penggunaan turban atau kupluk bagi personel militer Yahudi,” ujarnya. n ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.