REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politikus Partai Demokrat Sutan Bathoegana menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (23/1). Sekitar lima jam Ketua Komisi VII DPR RI berada di gedung lembaga antirasuah.
Dalam pemeriksaan Sutan mengaku ditanya soal anggaran di Kementerian ESDM. "Tidak jauh berbeda seperti yang kemarin. Lebih banyak membahas tentang pembahasan anggaran di ESDM," kata dia kepada awak media seusai pemeriksaan, Kamis (23/1).
Menurut Sutan, penyidik KPK mempertanyakan soal pembahasan anggaran di komisi yang dia pimpin. Termasuk menanyakan mengenai data-data. Awak media kemudian menanyakan perihal adanya THR dari mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini yang disebut mengalir ke Komisi VII DPR RI. "Enggak, enggak ada," ujar dia.
Sutan mengatakan, dipanggil untuk menjadi saksi bagi tersangka Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Waryono Karno. Ia diperiksa dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait kegiatan di Kementerian ESDM.
Nama Sutan disebut dalam surat dakwaan Rudi. Dalam surat dakwaan itu memang disebut adanya aliran dana ke Komisi VII DPR RI senilai 200 ribu dolar Amerika Serikat. Rudi disebut memberikan uang itu atas permintaan Sutan melalui anggota Komisi VII DPR RI Tri Yulianto. Sutan menyangkal adanya aliran dana uang itu. Saat diminta untuk bersumpah, Sutan enggan. "Ah, kau ada-ada saja. Sudah, sudah," kata dia.
Terkait kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji di Kementerian ESDM ini, KPK melakukan upaya penggeledahan. Penyidik KPK, di antaranya, menggeledah ruang kerja Sutan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, dan juga rumahnya. Penyidik menyita dokumen dari hasil penggeledahan itu. "Itu semua RAPBN. Kan, setiap keputusan tanda tangan saya. Copy sama saya," ujar dia.
Di pihak lain, terdakwa kasus suap SKK Migas Rudi Rubiandini mengakui perbuatannya memberikan sejumlah dana ke DPR. Uang gratifikasi itu, kata Rudi, diperolehnya dari pihak swasta. “Benar, saya menerima gratifikasi itu. Tapi, demi kebaikan institusi saya pindahkan gratifikasi itu ke pihak yang membutuhkan tadi,” kata Rudi.
Rudi kemudian mengatakan, gratifikasi yang ia terima tidak bisa dihindari. Menurutnya, ada desakan dari salah satu pemangku kebijakan terkait minyak dan gas di pemerintahan terkait penerimaan gratifikasi.
Namun, ia menolak menyebutkan nama pemangku kebijakan tersebut. Rudi hanya menegaskan, gratifikasi itu terpaksa ia terima untuk memenuhi kebutuhan pihak yang mendesaknya tersebut.
Saat memberikan keterangan, Rudi terlihat gemetar dan berlinangan air mata. Katanya, uang haram yang ia terima tidak mampir ke kantongnya atau ke rekening keluarganya. “Tidak satu rupiah pun saya makan. Tidak satu rupiah pun saya terima. Tidak satu rupiah pun saya pakai untuk keluarga saya,” ujar Rudi.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kasus yang menjeratnya sebagai imbas dari pembenahan yang ia lakukan di SKK Migas. Ia menegaskan, siap membongkar aksi culas banyak penyelenggara negara yang terkait dengan SKK Migas, termasuk anggota DPR.
Dalam kasus itu, KPK sudah menetapkan Waryono Karno sebagai tersangka. Kasus ini merupakan pengembangan dari kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji yang menyeret Rudi Rubiandini. Selepas penangkapan Rudi, Agustus lalu, KPK melakukan penggeledahan dan salah satunya di ruang kerja Waryono. Dari hasil penggeledahan itu, KPK menemukan uang 200 ribu dolar AS. Dalam surat dakwaan Rudi, ada juga disebut aliran dana ke Waryono sebesar 150 ribu dolar AS. n irfan fitrat ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.