REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta merilis, korban tewas akibat banjir di seluruh wilayah Jakarta menjadi 23 jiwa. Jumlah korban ini melonjak tajam dibanding pekan sebelumnya.
"Jumlah korban tewas akibat banjir di Jakarta bertambah. Jika pekan lalu sekitar 13 jiwa, meningkat menjadi 23 jiwa," kata Kepala Seksi Informatika dan Pengendalian Bencana BPBD DKI Jakarta Bambang Surya Putra di Jakarta, kemarin.
Sebaran korban tewas tersebut terdiri atas Jakarta Timur sebanyak 11 korban jiwa, satu di Jakarta Selatan, Jakarta Pusat sebanyak tiga korban jiwa, Jakarta Barat sebanyak tiga korban jiwa, dan Jakarta Utara lima korban jiwa. Berbagai penyebab kematian, kata dia, di antaranya, hanyut terbawa arus, tenggelam, terjatuh, tersetrum listrik, dan sakit.
Beberapa korban tewas, yakni H Masri (76) warga Kelurahan Bidara Cina, Jakarta Timur, meninggal karena sakit; Hidayat (35) warga Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, meninggal karena sakit; Asep (27) warga Kelurahan Bintaro, Jakarta Selatan, meninggal karena terpeleset dan tenggelam; dan Fatimah (5) warga Kelurahan Duri Kosambi, Jakarta Barat, meninggal karena terperosok di saluran air. "Kami meminta agar para korban banjir untuk berhati-hati, terutama apabila ada kabel terjuntai," kata dia.
Memasuki pekan kedua, banjir di Jakarta mulai surut. Jumlah pengungsi yang berada di 150 lokasi pengungsi sebanyak 38.079 jiwa.
Surutnya air di Jakarta disebabkan makin berkurangnya intensitas hujan di wilayah itu. Hal tersebut juga dipengaruhi kegiatan Teknik Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta, BNPB, dan BPPT. Sebagian besar masyarakat yang kembali ke rumah disibukkan dengan kegiatan membersihkan rumah dari sisa lumpur akibat banjir.
Selain menimbulkan korban jiwa, banjir di Jakarta juga menimbulkan kerugian finansial yang besar. Menurut Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta kerugian akibat banjir nyaris menghantam seluruh sektor usaha. Baik itu sektor perdagangan, industri, rumah tangga, transportasi, dan lainnya.
Namun demikian, diperkirakan kerugian akibat banjir yang melanda DKI Jakarta 2014 ini tidak sebesar banjir 2013 yang mencapai Rp 20 trilliun.
"Banjir sampai saat ini masih belum selesai, di beberapa tempat masih mengalami banjir. Untuk itu, kita belum bisa pastikan dan sebut berapa nominal kerugian yang dialami wilayah DKI Jakarta selama banjir. Untuk menentukan itu, kita akan melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait untuk memastikan besaran angka kerugiannya," ujar Sarman Simoranjang, Wakil Ketua Kadin DKI.
Dikatakan Sarman, kerugian yang dialami ketika musibah banjir terjadi di sentra-sentra perdagangan dan industri. Menurutnya, kawasan perdagangan, seperti di Cipulir, Kelapa Gading, Jatinegara, dan Tanah Abang, paling besar mengalami kerugian.
Sebab, wilayah itu memang langsung bersentuhan dengan masyarakat. "Walaupun kawasan tersebut sudah tidak lagi banjir, tapi masyarakat atau konsumen yang mau menuju ke sana menjadi terganggu dengan adanya banjir. Akibatnya, nilai transaksi menjadi berkurang," tuturnya.
Tidak hanya itu, lanjut Sarman, kerugian juga dialami sektor lainnya yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Ini seperti sektor transportasi, kereta api, bus Transjakarta, PLN, dan lain sebagainya.
"Tapi, seperti tahun lalu, di PIK (Pusat Industri Kecil) Pulogadung banjir mencapai satu meter bahkan lebih, sehingga melumpuhkan aktivitas pabrik. Hal itu tidak terjadi pada tahun ini, walaupun banjir masih terjadi, namun dengan ketinggian sekitar 50 meter dan aktivitas pabrik masih bisa beroperasi," terangnya.
Yang justru harus diwaspadai, tambah Sarman, adalah peningkatan laju inflasi yang disebabkan naiknya harga-harga kebutuhan sehari-hari, seperti sayur mayur dan lain sebagainya. Hal itu lantaran pasokan barang-barang kebutuhan sampai saat ini masih banyak yang mengalami gangguan di lintas Jawa dan Sumatra. n antara ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.