REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melarang pegawai negeri sipil (PNS) ikut serta dalam proses penyelenggaraan pemilu. PNS diminta netral dalam penyelenggaraan Pemilu 2014.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengatakan, kalaupun harus melibatkan petugas Linmas atau Satpol PP dalam pelaksanaan pemilu, sifatnya hanya administratif, bukan pengawasan. Sebab, itu merupakan ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Pemerintah daerah bisa memfasilitasi hal itu. Tapi harus jelas bantuan seperti apa, jangan sampai mengambil tugas penyelenggaraan pemilu,” kata Gamawan di Kantor Kemendagri, Selasa (28/1).
Anggota Komisi II DPR RI Azhar Romli mengatakan, dalam Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) seorang PNS hanya dilarang ikut dalam kepengurusan dan keanggotaan partai politik (parpol). Menurutnya, kalau hanya berpartisipasi dalam penyelenggaran pemilu, tidak masalah.
Ia menambahkan, pemerintah tidak boleh membatasi kehidupan sosial politik mereka karena bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM). Namun, meskipun terlibat dalam pelaksanaan pemilu, katanya, PNS harus tetap menjaga independensinya. “PNS juga kader bangsa yang suatu saat nanti bisa jadi kepala daerah atau menteri sekalipun. Jadi, jangan dibelenggu,” ujarnya.
Sementara itu, Panwaslu Kota Semarang sudah memeriksa satu PNS di Kecamatan Tugu yang diduga tidak netral karena diduga turut mendistribusikan bahan kampanye seorang caleg. “Kasus itu sudah kami limpahkan ke Wali Kota Semarang,” kata Ketua Panwaslu Kota Semarang Sri Wahyu Ananingsih.
Menurutnya, PNS masih rawan ditunggangi peserta pemilu. Sebab, kapasitas PNS sebagai birokrat mempunyai jaringan dan kekuasaan di tengah masyarakat. “Padahal, keharusan untuk bersikap netral itu juga sudah diatur dalam UU Pemilu,” ujar staf pengajar Fakultas Hukum Undip Semarang ini.
Jika dilanggar, katanya, PNS bisa terancam saksi administratif sebagai pegawai. Selain itu, PNS yang melakukan pelanggaran kampanye karena tidak netral juga bisa terancam pidana, dengan ancaman maksimal satu tahun penjara dan denda maksimal Rp 12 juta.
Sekretaris Daerah Kota Semarang Adi Tri Hananto mengaku sudah berulang kali mengingatkan kepada para PNS di lingkungan kerjanya untuk benar-benar netral dalam Pemilu 2014 ini. “PNS harus bebas politik praktis karena statusnya sebagai perencana dan pelaksana pemerintahan harus mampu berbuat adil,” ujarnya.
Meskipun demikian, ia melanjutkan, netralitas PNS tidak bisa seperti Polri dan TNI karena PNS juga mempunyai hak pilih. “Jadi, ada batasan-batasannya,” kata Adi.
Ketua Komisi A DPRD Kota Semarang Agung Prayitno mengatakan, netralitas PNS dalam pemilu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan. “Ini sesuai dengan aturan baik dalam UU maupun peraturan pemerintah,” ujar Agung.
Menurutnya, Komisi A DPRD Kota Semarang siap membentuk posko pengaduan ketidaknetralan PNS. Pembentukan posko ini, Agung menambahkan, juga akan dibarengi dengan langkah nyata, salah satunya turun langsung ke lapangan. Semua anggota Komisi A sudah dibagi-bagi untuk mengawasi di lapangan. “Tidak hanya itu saja, kami juga akan turun ke kecamatan untuk menyosialisasikan aturan ini,” katanya.
Agung berharap agar Wali Kota Semarang segera membuat surat edaran atau SE pada seluruh jajaran PNS di lingkungan pemkot untuk mengedepankan netralitas pada pemilu yang akan datang. “Harus juga disampaikan sanksi-sanksi yang bakal dikenakan jika PNS tidak netral,” ujar Agung tegas. n andi muhammad ikhbal/antara ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.