Selasa 04 Feb 2014 14:01 WIB
Mendagri menegaskan kepala daerah terpilih harus segera dilantik.

Khofifah Minta Pelantikan Karsa Ditunda

Khofifah Indar Parawansa
Foto: Antara/ Saiful Bahri
Khofifah Indar Parawansa

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memenangkan pasangan Soekarwo- Saifullah Yusuf (Karsa) dalam sengketa pemilihan Gubernur Jawa Timur dianggap cacat hukum. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar menunda pelantikan kepala daerah tesebut yang rencananya berlangsung 12 Februrari mendatang.

Kuasa Hukum Khofifah, Romulo Siraen, mengatakan, putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 3 Oktober 2013 lalu melanggar Pasal 28 ayat 1.

Pasal itu mengungkapkan bahwa dalam memutus perkara harus melibatkan sembilan atau paling sedikit tujuh hakim konstitusi yang dipimpin oleh ketua MK, yaitu Akil Mochtar.

"Meski digantikan Wakil Ketua Hamdan Zoelva, Akil tidak bisa dinyatakan berhalangan. Penjelasannya sudah sangat jelas yakni meninggal dunia atau kondisi jiwa dan fisiknya terganggu. Ditangkap KPK itu tidak bisa dianggap ber - halangan," kata Romulo saat mendatangi kantor Kemendagri, Senin (3/2).

Dalam kedatangannya tersebut, dia berencana menemui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi. Namun, karena yang bersangkutan sedang tidak berada di lokasi, pihaknya akan berkomunikasi melalui surat. Menurut dia, putusan dalam RPH dinilai cacat hu kum sehingga pelantikan pasangan Karsa harus ditunda. Soal putusan MK yang dinilai final dan mengikat, Romulo me - nga takan, Kemendagri perlu meng - kaji lebih dalam lagi proses dan mekanisme pengambilan putusan tersebut. Pihaknya juga akan men - datangi dewan etik untuk melaporkan hal tersebut.

"Bagaimana para hakim bisa memutus suatu perkara dalam RPH kalau misalkan hakim majelis panelnya yakni Akil tidak diikut - sertakan?" ujar dia.

Di pihak lain, Mendagri Gamawan Fauzi menolak adanya penundaan pelantikan Soekarwo-Saifullah Yusuf. Alasannya, tidak ada istilah cacat hukum terhadap putusan MK. Dia mengatakan, kalau ada per soalan hukum pasca putusan ter sebut, pihaknya tetap akan meng hormati proses dan mekanis - menya nanti. Pihaknya juga belum bisa memastikan akan menggugurkan pasangan tersebut atau menyelenggarakan pemilukada ulang.

"Kalau putusan MK cacat hukum untuk Jatim, bagaimana dengan perkara sebelumnya seperti Lebak, Gunung Mas, itu? Terpenting sekarang, kepala daerah terpilih harus tetap dilantik dulu, tidak bisa ditunda," kata Gamawan kepada Republika, di kantor Kemendagri, Senin (3/2).

Menurut dia, putusan MK di - ang gap final dan mengikat. Dengan begitu, putusan memenangkan pa - sangan Soekarwo-Saifullah Yusuf tidak terbantahkan. Selain itu, keputusan presiden untuk melantik mereka pada 12 Februari besok sudah terbit. Pihaknya tidak punya alasan untuk menunda atau membatalkan pelantikan mereka. Apalagi, meka - nis me pengajuan keberatan dalam pemilukada sudah sesuai prosedur.Kalau pun ada persoalan hukum yang harus dijalani di masa depan, putusan konstitusi tetap menjadi prioritas.

"Proses hukum yang akan berjalan kanbelum tahu kapan selesai.Masa pelantikan harus ditunda sampai proses tersebut selesai,"ujar dia.

Kepala Biro Hukum Kemendagri sekaligus perwakilan ahli hukum dari pemerintah dalam sidang permohonan perkara Pemilukada Jatim, Zudan Arief Fakrulloh, mengatakan, tidak boleh ada kekhu - sus an dalam sengketa tersebut. Meskipun putusan MK dianggap salah, putusan itu tetap harus dijalankan.

Sedangkan, melihat norma Pasal 28 Ayat 1 UU MK terkait pengadaan rapat permusyawaratan hakim (RPH), Akil tetap dianggap ber halangan tetap. Pihak Khofifah, kata dia, tidak bisa menafsirkan kon teks berhalangan hanya meninggal dunia dan sakit jiwa.Kemudian, setelah pelantikan, kalau misal ada persoalan hukum yang menjerat kepala daerah, Kemendagri akan memberhentikan sementara setelah statusnya menjadi terdakwa. Namun, kalau dua-dua nya di - anggap terkait dalam ka sus serupa, pihaknya akan meng angkat penja bat kepala daerah. n: andi mohammad ikhbal ed: abdullah sammy

Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement