REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR - Warga yang tinggal di sekitar Gunung Kelud dan sejumlah wilayah diimbau untuk tetap waspada. Pasalnya, abu vulkanis Gunung Kelud dinilai sangat berbahaya dan dapat mengganggu kesehatan.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meminta masyarakat menghindari kontak langsung dengan abu vulkanis Gunung Kelud. “Masyarakat sedapat mungkin menghindari kontak dengan abu vulkanis. Kalau tidak ada keperluan, jangan keluar rumah. Jika terpaksa juga (keluar rumah), gunakan masker dan pakai jaket,” kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) RI Ali Gufron Mukti, Sabtu (15/2).
Wamenkes menjelaskan, abu vulkanis sangat berbahaya bagi kesehatan. Karena itu, kata dia, bila mata terkena abu vulkanis, sebaiknya langsung dibasuh dengan air atau dikasih obat mata. “Jangan digosok dengan tangan sebab abu (vulkanis) ini mengandung silika. Bentuk abunya tidak beraturan dan cenderung tajam,” ujar Ali.
Ia menambahkan, abu tersebut bisa membuat pernapasan terganggu, iritasi, infeksi, dan menyebabkan luka. Jika masyarakat memiliki riwayat penyakit asma, terkena abu ini dapat membuat penyakitnya kambuh. Begitu juga bagi masyarakat yang sehat, kata dia, jika terkena abu ini, dapat menyebabkan sesak napas.
Ali berharap, masyarakat tidak sembarangan mengelola dan membersihkan debu atau abu vulkanis yang menyelimuti jalanan dan rumah warga. “Tetap waspada dan jangan sampai abunya naik ke atas,” paparnya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kemenkes Prof Tjandra Yoga Aditama menambahkan, selain berhati-hati membersihkan abu vulkanis, masyarakat juga diimbau untuk menutup sumur gali di rumah demi mencegah terjadinya pencemaran melalui air.
Tjandra menegaskan, secara umum, dampak letusan gunung berapi yang perlu diwaspadai itu ada dua macam, yakni dampak akibat padatan (debu/abu) serta gas beracun atau potensial membahayakan. “Debu bisa mengakibatkan gangguan pernapasan (sesak napas, ISPA, dan batuk) serta iritasi. Sedangkan, untuk gas, bila terhirup, bisa menyebabkan meninggal akibat kekurangan oksigen,” ujarnya.
Batuk-batuk
Saat ini, sejumlah pengungsi yang ada di Kabupaten Kediri mulai mengeluhkan gangguan kesehatan, seperti sesak napas karena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), batuk-batuk, serta gatal. Keluhan sesak napas dan batuk banyak dirasakan anak-anak dan ibu-ibu.
Seorang pengungsi di SD Siman 1 Kecamatan Kepung, Galiyah (43 tahun), mengatakan, pengungsi setempat sudah merasakan batuk. Namun, hingga Sabtu (15/2) siang, belum ada petugas kesehatan yang memeriksa langsung ke pengungsian. “Warga sudah mulai batuk-batuk, tapi belum ada petugas datang,” ujar pengungsi dari Kebonrejo itu.
Hal yang sama juga disampaikan Esmuntin (52), pengungsi lainnya. Menurutnya, banyak anak kecil yang mulai batuk-batuk. Pantauan Republika di Puskesdes Siman, seorang warga mengalami sesak napas. Petugas kesehatan setempat berupaya menangani warga dan memberikan masker serta obat-obatan.
Sebelumnya, sempat beredar kabar munculnya gas beracun yang dirasakan warga di Kecamatan Kepung, Kediri. Bahkan, disampaikan, lahar panas sudah mencapai Desa Besowo, Kepung. Akibatnya, warga menjadi panik. Namun, kabar itu kemudian dibantah Kepala Dinas Kominfo Kediri Adi Suwignyo. “Menurut informasi dari pemantau Gunung Kelud, gunung tersebut saat ini tidak mengeluarkan gas beracun,” ujarnya.
Warga Kebonrejo, Thoyib, mengaku, ada petugas yang mengimbau agar warga mengungsi karena gas beracun yang sudah mencapai Desa Besowo di Kecamatan Kepung. “Tadi ada yang bilang kalau ada gas beracun, tapi warga di Kebonrejo sudah mengungsi,” kata Thoyib.
Di Magelang, Jawa Tengah, warga yang mengalami gangguan pernapasan, mata, dan kulit yang diduga akibat terdampak abu vulkanis Gunung Kelud, diimbau untuk segera berkonsultasi kepada petugas kesehatan. “Segera konsultasikan dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pengobatan agar tidak berkelanjutan,” kata Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinkes Kabupaten Magelang dr Eka Ari Wibawa di Magelang, Sabtu. n wahyu syaputra/nur aini/antara ed: syahruddin el-fikri
Informasi dan berita lainnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.