REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Persyaratan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) yang membatasi kaum difabel tidak bisa masuk ke jurusan tertentu menjadi sorotan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), panitia SNMPTN serta majelis rektor PTN Indonesia dituding melakukan diskriminasi terhadap siswa difabel.
Menanggapi hal itu, Mendikbud Mohammad Nuh mengatakan syarat-syarat dalam SNMPTN yang menyebutkan misalnya difabel tertentu tidak bisa mendaftar bukan bermaksud melakukan diskriminasi terhadap siapapun. ‘’Aturan itu dibuat tidak dengan tujuan diskriminasi,’’ ujar Nuh, Selasa (11/3).
Nuh mengatakan, dalam membuat syarat SNMPTN, harus relistis. Misalnya jurusan Teknik Elektro mahasiswanya tidak boleh buta warna, itu bukan diskriminasi. Dia mencontohkan jika mahasiswa itu buta warna, dia tidak bisa membedakan warna yang satu dengan lainnya. Padahal saat belajar ada kode-kode warna yang menggunakan warna. Jika dia tak bisa membedakan warna, jutsru akan mencelakakannya.
Contoh lain, kata dia, untuk Fakultas Kedokteran juga tidak membolehkan buta warna. Nuh mengatakan, jika ada dokter yang buta warna malah akan membahayakan pasiennya. Karena itu, sejumlah persyaratan dalam SNMPTN bukan dimaksudkan untuk melakukan diskriminasi. ‘’Namun ada memang jurusan tertentu yang membutuhkan kelengkapan itu,’’ terang Nuh.
Sedangkan untuk bidang-bidang umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, misalnya jurusan sastra, tentu tidak masalah dan semua mahasiswa bisa ikut. Tapi kalau sastra ekspresi, dia juga harus bisa mendengarkan bunyi-bunyian. ‘’Namun itu bisa diselesaikan dengan tulisan,’’ kata Nuh
Intinya, terang Nuh, berbagai syarat SNMPTN tidak ada maksud untuk diskriminasi. Itu memang memerlukan kemampuan yang dipersyaratkan.
Nuh menegaskan, sejak dulu sudah ada persyaratan khusus untuk jurusan atau bidang tertentu. Bidang tertentu seperti jurusan Kedokteran dan teknin membutuhkan kriteria sendiri.
Di perguruan tinggi, kata dia, dosen akan kerepotan jika ada mahasiswa yang tidak bisa mengikuti penjelasan materi. Namun bukan berarti itu tidak boleh untuk selamanya. Nuh mengatakan, perguruan tingginya saja yang saat ini belum mampu sehingga untuk sementara tidak bisa menerima dulu.
Jika dipaksakan, menurut Nuh, kasihan mahasiswanya sebab pengajarnya pun tidak mengerti cara mengajarkannya. ‘’Sekali lagi, kami tidak ada maksud diskriminasi, malah kasihan anaknya kalau dipaksakan dan tidak bisa mengikuti pelajaran,’’ katanya.
Nuh mengatakan, untuk profesi umum, semuanya bisa diikuti dan tidak boleh ada pembatasan terhadap difabel. Nuh juga menanggapi dengan santai rencana beberapa pihak yang ingin mengajukan somasi terkait syarat SNMPTN tersebut. ‘’Ya tidak apa-apa. Mau somasi kok tidak boleh,’’ ujar Nuh.
Sekretaris Kelompok Kerja Panitia Nasional SNMPTN 2014, Bambang Hermanto juga mengatakan, pihaknya tidak pernah bermaksud melakukan diskriminasi dalam membuat syarat-syarat SNMPTN 2014. Namun panitia SNMPTN menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya atas tanggapan, kritik , koreksi dan harapan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang menilai syarat-syarat SNMPTN diskriminatif.
Bambang mengatakan, penetapan syarat dari sejumlah PTN yang tidak memperbolehkan ketunaan, terang Bambang, lebih dimaksudkan sebagai upaya menjamin keberhasilan siswa dalam menempuh pendidikan pada program studi yang diminatinya. Karena faktanya, saat ini, banyak mahasiswa dengan berbagai keterbatasan dijumpai di PTN dan meraih prestasi baik.
Sedangkan Deputi Bidang Pendidikan dan Agama Kemenko Kesra, Agus Sartono mengatakan, memang undang-undang dasar menjamin setiap anak mendapatkan pendidikan termasuk difabel. Namun PTN belum memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengajar difabel.
Saat ini, ujar Agus, beberapa jurusan tertentu di PTN belum bisa dimasuki oleh difabel melalui SNMPTN. Namun kata Agus, aturan tersebut memang harus direvisi kaitanya dengan pemenuhan hak-hak difabel mendapat pendidikan. ‘’ Namun kembali lagi, apakah PTN bisa menyediakan dosen yang mampu mengajar difabel,’’ kata Agus.
Sementara pengamat pendidikan Doni Koesoema mengatakan, persyaratan SNMPTN yang membatasi difabel ikut SNMPTN merupakan kebijakan yang tidak bagus. Dia mengatakan, menganggap anak-anak yang kurang secara fisik dianggap menghambat itu tidak baik.‘’Sebagai manusia mereka punya hak yang sama untuk berkembang,’’kata Doni.
Sebenarnya, kata Doni, syarat-syarat SNMPTN tidak perlu mencantumkan tunarungu, tunanetra tidak boleh mendaftar. Biarkan saja mereka mengikuti seleksi yang ada. Kalau mereka sudah ikut seleksi, lalu ternyata gagal, kata Doni, setidaknya mereka sudah diberi kesempatan untuk mencoba. Jadi bukan langsung membatasi sebelum mereka melakukan apa-apa.
Menanggapi persyaratan SNMPTN itu, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Ariani Sunggoro mengatakan, hal tersebut sudah tidak berprikemanusiaan. Dia mengatakan, harusnya syarat yang dicantumkan tidak teroris, tidak narkoba, tidak sakit jiwa. ‘’Bukan tidak tunanetra,’’ kata Ariani.
Ariani pun menyebutkan sebelum-sebelumnya sudah banyak difabel yang sukses dalam studi. Di antara mereka ada yang tunarungu menjadi dokter gigi, ada juga yang lulusan arsitektur.N dyah ratna meta novia ed: andi nur aminah
Informasi dan berita lain selengkapnya bisa dibaca di Republika, terimakasih.