REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau bank-bank beraset besar untuk menekan rasio kredit bermasalah (NPL) kotor di kisaran dua hingga 2,5 persen. Angka tersebut lebih rendah dari batas NPL yang ditetapkan Bank Indonesia (BI), yaitu sebesar lima persen.
Deputi Komisioner bidang Pengawasan Perbankan OJK Irwan Lubis mengatakan, penyesuaian aturan NPL dalam rangka pengawasan yang lebih baik. "Bank-bank besar yang berstatus bank usaha kegiatan usaha (BUKU) III dan IV harus menjaga NPL di bawah lima persen. Bisa tiga persen, bisa dua persen," ujarnya, Senin (17/3).
Menurutnya, jika dihitung meski suatu bank besar memiliki persentase NPL sama dengan bank kecil, namun nilai kredit bermasalahnya akan lebih besar dibanding bank kecil. Ini karena total kredit bank breast besar, tinggi. NPL tiga persen di bank besar bisa saja setara dengan lima besar NPL pada bank BUKU I atau II.
OJK juga melihat tahun ini ada kemungkinan NPL akan naik karena kenaikan suku bunga acuan yang diikuti dengan penyesuaian suku bunga kredit. Meski begitu, pada triwulan I ini rasio perbankan diakuinya masih bagus dan tidak ada bank yang masuk pengawasan intensif.
Presiden Direktur Bank Central Asia (BCA) Jahja Setiaatmadja menyatakan, pihaknya telah menyosialisaikan arahan OJK tersebut kepada cabang-cabang bank di daerah. "Cabang daerah tertentu yang sudah 2,5 persen harus diberikan bendera mereka agar lebih diperhatikan," katanya.
Saat ini, sudah ada beberapa cabang BCA yang persentase kredit bermasalahnya melampaui arahan OJK itu. Oleh karenanya, perseroan akan mengambil tindakan penagihan.
Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono juga mengatakan bahwa perseroan akan fokus dalam menekan NPL. Bank yang memiliki portofolio kredit pemilikan rumah (KPR) terbesar di industri ini mencatat NPL KPR telah mencapai tiga persen, tetapi secara keseluruhan NPL perseroan mencapai 4,05 persen.
Perseroan ingin menekan NPL menjadi dua persen tahun ini. "Kami akan menurunkan NPL, tapi tetap menjunjung tata kelola perusahaan yang baik dan ketentuan regulator," ujarnya.
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Banten (Bank BJB) pun bertekad menekan NPL. Meski aset perseroan pada 2013 lalu belum mencapai Rp 100 triliun, Direktur Utama Bank BJB Bien Subiantoro berharap NPL Perseroan bisa ditekan di bawah lima persen. Menurutnya, memang ada kecenderungan kenaikan NPL, terutama di sektor mikro hingga 3,5 persen. n satya festiani ed: fitria andayani
Informasi dan berita lain selenngkapnya silakan dibaca di Republika, terimakasih.