JAKARTA -- Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha menyangkal penggantian Kepala Staf TNI AD (KSAD) Budiman oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait politik. Menurut Julian, penggantian KSAD telah lama dipertimbangkan Presiden lantaran Budiman akan memasuki masa pensiun pada September 2014.
"Proses awalnya diiusulkan oleh Panglima TNI kepada Presiden tentang pertimbangan pemberhentian dan nama calon pengganti. Tentu, usul pemberhentian dan atau penggantian tidak harus dilakukan pada tanggal saat pensiun seorang kepala staf angkatan," kata Julian, Selasa (22/7). Julian membantah jika pergantian Budiman terkait dengan perhelatan pilpres.
Ia mengatakan, SBY mengeluarkan kebijakan tersebut atas usulan pemberhentian dari Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Sebelum kabar pemberhentian Budiman mengemuka, Moeldoko sempat menghadap Presiden di Istana Presiden, Senin (21/7). Moeldoko mengatakan, hanya melaporkan kondisi keamanan menjelang pengumuman hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014.
Kendati demikian, menurut Julian, Panglima TNI juga datang membawa usulan nama-nama pengganti Budiman. Di antaranya adalah Panglima Komando Cadangan Strategis TNI AD Letjen Gatot Nurmantyo, Wakil Kepala Staf TNI AD Letjen M Munir, dan Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional Letjen Waris.
Pengganti Budiman akan ditetapkan melalui keputusan Presiden. Setelah surat dilansir Presiden, pelantikan KSAD akan segera dilaksanakan keesokan harinya.
Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengiyakan kedatangannya menghadap SBY terkait pergantian KSAD. "Kemarin saya dipanggil oleh Presiden. Alasannya kepentingan organisasi untuk regenerasi. Karena, Bapak Budiman akan memasuki masa pensiun. Tidak ada yang spesial," ujar Moeldoko di Mabes TNI AD, kemarin.
Moeldoko menegaskan, meskipun pergantian Budiman dilakukan dalam suasana pengamanan pilpres, tidak ada latar belakang politis di balik itu. Dua hal tersebut, menurut Moeldoko, tidak perlu dikait-kaitkan. "Bagi TNI itu hal yang berbeda. Satu urusan internal, organisasi, satu lagi politik. Jangan dikait-kaitkan," kata dia.
Soal pemberhentian Budiman yang dua bulan lebih awal dari masa pensiun, menurut Moeldoko, itu hal yang lumrah di kesatuan TNI. "Kemarin Pak Parno pensiun dari Kasal satu tahun sebelumnya. Itu hal yang biasa di dalam kehidupan kami," papar Moeldoko. Moeldoko menginformasikan, keputusan presiden (keppres) pergantian Budiman akan terbit (Selasa, 22/7).
Memutus posisi
Di pihak lain, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Muradi, menilai pemecatan Budiman tak sekadar terkait masa pensiun. "Pergantian ini juga bisa dianggap sebagai bagian dari upaya untuk memotong agar posisi Budiman dan jaringannya tidak melakukan manuver pembersihan apabila capres tertentu memenangkan pilpres," ujar Muradi.
Menurut dia, pencopotan Budiman kurang dari dua bulan sebelum memasuki masa pensiunnya dengan cara yang tidak biasa, yakni via telepon. Hal itu memperkuat asumsi bahwa gejolak di internal TNI pada Pilpres 2014 bukan isapan jempol.
Ada tiga alasan pencopotan Budiman menjadi bagian dari manuver politik di internal. Pertama, perbedaan visi antara Budiman dan Moeldoko terkait dengan dinamika politik dalam pilpres. "Selama ini Budiman dianggap paling getol untuk menyatakan agar TNI, khususnya angkatan darat untuk netral, namun bacaan netral tersebut disinyalir oleh Moeldoko dan SBY sebagai arahan mendukung atau membiarkan capres tertentu menang," katanya.
Kedua, perbedaan membaca sikap kedua petinggi TNI tersebut oleh level di bawahnya menjadi permasalahan tersendiri. Salah satu yang kemudian muncul adalah adanya friksi di level bawah.
Selanjutnya, ada tali komando yang tersendat antara Panglima TNI ke KSAD. Budiman menjadi satu-satunya petinggi TNI dari AKABRI angkatan 70-an yang tersisa. Dengan demikian, alur komando tidak berjalan dengan baik dan cenderung tersendat. n c54 ed: fitriyan zamzami