PEKANBARU — Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menyatakan, kasus penculikan disertai pelecehan seksual dan mutilasi terhadap sejumlah anak di Provinsi Riau tak boleh dipandang remeh. Pemerintah didesak menetapkan daerah tersebut sebagai wilayah darurat kejahatan terhadap anak-anak.
"Kasus tersebut seharusnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah daerah. Dengan terjadinya kasus mutilasi yang sangat luar biasa dan teramat sadis, Riau patut sebagai daerah rawan kejahatan terhadap anak," kata Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait, Selasa (19/8). Menurutnya, penetapan status daerah darurat anak itu dilakukan agar semua pihak, baik pemerintah daerah, kepolisian, dan masyarakat dapat terus mengingat kejadian kejahatan luar biasa tersebut.
Dengan terus mengingatnya, menurut Arist, pemerintah akan dapat melakukan upaya pencegahan lewat dunia pendidikan dan program-program perlindungan anak. Sedangkan kepolisian, katanyaa, juga dapat melakukan pencegahan dengan cara terus memonitor situasi keamanan di tiap daerah atau suatu kawasan.
"Untuk masyarakat, para orang tua diharapkan akan berupaya mengawasi dengan ketat anak-anaknya, terutama di lingkungan pergaulan dan permainan mereka," ujar Arist. Sebelumnya, warga di berbagai wilayah di Provinsi Riau digemparkan dengan adanya kasus dugaan pelecehan seksual disertai pembunuhan dengan cara mutilasi oleh empat orang tersangka.
Kasus tersebut terungkap berawal dari maraknya laporan kasus kehilangan anak di wilayah hukum Kepolisian Resor Kabupaten Siak, Provinsi Riau. Aparat setempat kemudian melakukan penyelidikan dan menahan lima pria warga Perawang, Kabupaten Siak.
Namun dari hasil pemeriksaan, kepolisian hanya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni MD (19 tahun) dan DP (16). Dari dua tersangka itu, aparat kemudian mendapatkan pengakuan, mereka telah melakukan pelecehan seksual dan memutilasi dua korban bernama Marjevan Gea (8) dan Femasili Madev (10).
Untuk korban Marjevan Gea, pelaku MD membunuhnya bersama rekannya berinisial S, seorang pria berusia 26 tahun. Aparat kemudian memburu S yang berhasil ditangkap beberapa hari setelah penemuan jasad tinggal rangka tersebut pada 23 Juli 2014. Sedangkan untuk korban Femasili Madeva, dibunuh oleh ketiga pelaku, MD, DP, dan S, tidak jauh dari lokasi penemuan jasad korban pertama.
Penyidik kepolisian kemudian mendalami perkara tersebut hingga MD yang diduga menjadi otak pelaku kejahatan itu mengakui juga melibatkan DD, perempuan 19 tahun yang merupakan mantan istrinya.
DD akhirnya diciduk dari rumahnya di Perawang, Kabupaten Siak, untuk kemudian ditetapkan sebagai tersangka baru dalam perkara pelecehan seksual disertai mutilasi. "Hasil dari penangkapan DD didapati pengakuan baru terkait adanya empat korban lainnya," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Siak, AKP Hary Budianto.
Salah satu anak yang juga menjadi korban MD dan DD diketahui bernama Rendi Hidayat (10). Selain itu, tiga korban lainnya, yakni Muhamad Hamdi (10), Muhammad Akbar (10), dan Acik (40).
Dari empat tersangka yang diamankan, yakni MD, DP, S, serta DD, terakhir kepolisian mendapatkan informasi tentang satu korban lagi yang menjadi mangsa MD. Korban tersebut, yakni Febrian Dela, bocah laki-laki yang masih berusia 5,5 tahun. antara ed: fitriyan zamzami
PARA KORBAN:
Muhamad Hamdi (10 tahun)
Waktu Pembunuhan: Pertengahan 2013
Muhammad Akbar (10)
Waktu Pembunuhan: Pertengahan 2013
Febrian Dela (5,5)
Waktu Pembunuhan: 10 Januari 2013
Rendi Hidayat (10)
Waktu Pembunuhan: 14 Agustus 2013
Marjevan Gea (8)
Waktu Pembunuhan: 30 Juni 2014
Femasili Madev (10)
Waktu Pembunuhan: 18 Juli 2014