Selasa 26 Aug 2014 14:30 WIB

Menanti Ular besi di Sulawesi

Red:

"Naik kereta api tut..tut..tut, siapa hendak ikut, ke Barru, ke Makassar bolehlah naik dengan percuma." Itulah sepenggal syair lagu anak-anak "Kereta Api" yang dimodifikasi Menteri Perhubungan (Menhub) EE Mangindaan saat meresmikan pencanangan pembangunan sarana kereta api di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel), sebelum perayaan HUT ke-69 RI.

Sayangnya, merealisasikan kereta api lengkap dengan sarana dan prasarananya di Sulawesi tak semudah menyanyikan lagu-anak-anak tersebut. Menhub mengakui, pembangunan sarana kereta api itu terbilang sangat mahal.

Menurutnya, selain pembebasan lahan yang menelan biaya tinggi, penyediaan sarana perkeretaapian juga membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.  "Namun, untuk rakyat tidak ada yang mahal," ujarnya.

Hal itu diiyakan Gubernur Sulsel H Syahrul Yasin Limpo. Menurutnya, untuk membangun 2.000 kilometer jalur kereta api di Sulawesi, dibutuhkan anggaran sekitar Rp 50 triliun dengan perhitungan kasar Rp 20 miliar per kilometer sesuai data Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

"Dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia, ini merupakan kali pertama pencanangan pembangunan kereta api di luar Jawa dan Sumatra. Kita pernah dijanjikan oleh Belanda untuk dibangunkan kereta api pada masa pendudukan kolonial, namun belum terwujud karena Belanda kalah oleh Jepang," ujar Syahrul.

Sebagai tahap awal, pembangunan sarana kereta api trans Sulawesi itu dimulai untuk rute Kota Makassar-Kota Pare-Pare sepanjang 146 kilometer dengan anggaran berkisar Rp 10 triliun. Wacana pembangunan sarana kereta api di Sulawesi dan khususnya di Sulsel sudah bergulir sejak awal 2000. Setelah diikuti dengan proses studi kelayakan, pada 12 Agustus 2014 barulah pencanganan ground breaking dilakukan di Kabupaten Barru, Sulsel.

Pembangunan jalur kereta di Sulawesi diprioritaskan berdasarkan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Sebagai gambaran, pada tahap awal akan dibangun dari Makassar ke Pare-Pare dengan pertimbangan bahwa daerah itu yang paling cepat perkembangannya.

Mengenai skema pembiayaan megaproyek yang ditargetkan rampung dalam 20 tahun untuk seluruh titik di Sulawesi, pemerintah akan bekerja sama dengan pihak swasta atau public-private partnership (PPP). 

Langkah pertama yang dilakukan saat ini, yaitu pembebasan lahan warga. Sebagian dari jalur kereta api sepanjang 146 km (Makassar – Pare-Pare) sedikitnya terdapat 700 rumah atau lahan milik warga yang terkena pembebasan.

"Warga rela melepaskan lahannya sepanjang itu untuk kepentingan umum dan kemajuan daerah. Semoga ganti rugi yang diberikan pemerintah kepada warga kelak itu manusiawi," kata Ketua RW Dusun Birue, Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru, Sulaeman, Ahad (25/8). Ia mengungkapkan bahwa rencana pengerjaan proyek kereta api itu sudah diketahui warga, namun belum ada panggilan rapat untuk membahas jumlah kompensasi yang akan diberikan oleh pemerintah.

Salah seorang warga Dusun Cempae, Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru, Sulsel, Nasrullah, mengatakan, lahan sawahnya akan terkena proyek pengerjaan jalan kereta api. "Karena itu, kami berharap semoga ganti rugi yang diberikan nanti masih dapat menghidupi keluarga atau paling tidak pemerintah memikirkan penggantian lahan sawah sehingga petani tidak kehilangan pekerjaannya," ujarnya kemarin.  antara ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement