PURWOKERTO -- Aktivitas berupa lontaran lava pijar masih terus berlangsung di Gunung Slamet. Bahkan, sejak beberapa hari terakhir, lontaran lava tersebut terlihat jelas dari Kota Purwokerto dalam bentuk titik api. Warga di kota kripik tersebut bisa melihat api cukup terang menyala di pucuk gunung yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Tengah itu.
Sementara, aktivitas warga yang tinggal di desa-desa terdekat dari puncak Slamet, belakangan mulai meningkatkan kewaspadaan. Seperti, di Desa Limpakuwus Kecamatan Sumbang. Pada malam hari banyak warga melakukan ronda keliling desa membawa kentongan. Ini dilakukan sambil sesekali memperhatikan kondisi di puncak Slamet.
''Warga kami memang mulai banyak yang melek pada malam hari untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang luar biasa dengan Gunung Slamet,'' kata Kepala Dusun Limpakuwus Wasirun di Desa Limpakuwus, Kecamatan Sumbang, Banyumas, Selasa (9/8).
Demikian juga di desa-desa lainnya, seperti Desa Kedungmalang, Kecamatan Sumbang. Banyak warga begadang di balai desa setempat untuk mengawasi aktivitas Gunung Slamet. ''Malam tadi, bahkan ada banyak warga ke luar rumah karena suara Slamet dan lontaran lava pijarnya bisa terlihat jelas dari sini,'' kata Yanto (46), warga desa setempat. Bahkan, lontaran lava pijar kadang disertai suara gemuruh dan dentuman yang cukup keras dari puncak Slamet.
Berdasarkan data di pos pengamatan Gunung Slamet, Desa Gambuhan, Kecamatan Pulosari, Kabupaten Pemalang, aktivitas vulkanik Gunung Slamet sepanjang Senin malam hingga Selasa dini hari memang relatif tinggi.
Pada Senin (8/9) malam pukul 18.00 WIB hingga 24.00 WIB petugas pengamat mencatat terjadi 85 kali sinar api dengan ketinggian 100-500 meter dari puncak. Selain itu, terjadi 14 kali lontaran lava pijar juga dengan ketinggian hingga 500 meter. Lontaran lava tersebut, disertai dengan suara dentuman sebanyak 37 kali dan delapan kali suara gemuruh dengan intensitas sedang hingga kuat.
Sementara, pada Selasa (9/9) dini hari pukul 00.00 WIB hingga 06.00 WIB terjadi 83 kali sinar api dan 46 kali lontaran lava pijar dengan ketinggian mencapai 500 meter. Munculnya sinar api dan lontaran lava pijar tersebut disertai 45 kali suara dentuman dan tujuh kali suara gemuruh dengan intensiatas sedang hingga kuat. ''Mengenai kegempaan, hingga semalam masih didominasi dengan gempa tremor terus menerus,'' kata koordinator tim pemantau pos pengamat Gunung Slamet Sudrajat.
Mengenai status, Sudrajat menyebutkan, hingga Selasa (9/9) pagi status Gunung Slamet masih siaga atau level III. Dengan status tersebut, areal berbahaya bagi aktivitas warga beradada di radius empat kilometer dari puncak. ''Di luar radius itu, masyarakat masih bisa beraktivitas seperti biasa,'' jelasnya.
Status siaga III tersebut ditetapkan sejak 12 Agustus. Peningkatan status tersebut menyusul makin meningkatnya frekuensi lontaran lava pijar, gempa tremor, dan suara gemuruh dari puncak Slamet.
rep:eko widiyanto ed: fitriyan zamzami
***
SEJARAH LETUSAN SLAMET
Agustus 1772: Letusan perdana Gunung Slamet
September 1835: Terjadi letusan abu selama dua hari
Juli 1904: Terjadi letusan abu dan lava
April 1930: Terjadi letusan abu dan lava
April 1958: Terjadi letusan abu dan lava
Agustus 1973: Terjadi semburan lava
Mei 2009: Gunung mengeluarkan lava pijar
Maret 2014: Status Gunung Slamet ditingkatkan menjadi waspada
Sumber: Pusat Data Republika