JAYAPURA -- Imigrasi Jayapura tetap memproses kasus pelanggaran keimigrasian yang dituduhkan kepada dua wartawan Perancis yang mengaku bekerja di Arte TV. Permintaan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terkait dua wartawan tersebut tak digubris.
Kepala Seksi Status Keimigrasian Jayapura Samuel Hanock mengatakan, saat ditangkap Robert Charles Dandois dan Valentina Burrot tidak mengaku sebagai wartawan, tapi saat diperiksa baru terungkap mereka berprofesi sebagai wartawan. Karena itu, Imigrasi Jayapura tetap memproses dengan meminta keterangan sejumlah saksi guna melengkapi berita acara pemeriksaan (BAP).
Setelah proses tersebut selesai, hasilnya akan diserahkan ke kejaksaan untuk selanjutnya diproses ke pengadilan. "Pasal yang dikenakan terhadap keduanya adalah UU Keimigrasian Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 122 huruf a tentang penyalahgunaan izin tinggal dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta, kata Hanock, Selasa (9/9). Sejauh ini, petugas Imigrasi Jayapura masih meminta keterangan saksi ahli dari instansi terkait untuk memperkuat BAP kedua tersangka.
Kedua wartawan Perancis ditangkap di Wamuna, Agustus lalu. Kepolisian yang saat itu melakukan penahanan mengatakan, keduanya melakukan sejumlah aktivitas dengan meliput dan bertemu dengan kelompok bersenjata.
Mereka juga berencana bertemu dengan salah satu pimpinan kelompok bersenjata yang ingin memisahkan diri dari NKRI, yakni kelompok Enden Wanimbo di Pirime, Kabupaten Lanny Jaya. Saat ini, kedua wartawan Perancis masih ditahan di kantor Imigrasi Jayapura.
Sebelumnya, Dewan Pers meminta Pemerintah Indonesia untuk mendeportasi dua wartawan tersebut. "Keduanya bukan hanya penyalahgunaan visa turis, tapi mereka melakukan kontak dengan sejumlah narasumber di Papua," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan, pekan lalu.
Dewan Pers, lanjut Bagir, telah mengirim surat kepada Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM setelah menerima laporan tentang penahanan Dandois dan Bourrat. Terkait dugaan keterlibatan kedua wartawan Prancis itu dengan kelompok bersenjata di Papua, Bagir menilai, setiap negara boleh menetapkan sebagian wilayah atau seluruh wilayahnya sebagai wilayah dalam keadaan tertentu.
Melalui penetapan status suatu wilayah, seseorang tidak dapat keluar-masuk wilayah tanpa izin resmi. Di sisi lain, Bagir mengemukakan, publik harus mengetahui tentang penetapan status wilayah yang dimaksud.
"Jika ada keadaan khusus, ditetapkan saja, sehingga ada landasan hukum yang jelas jika terjadi pelanggaran," kata Bagir. Bagir menambahkan, sebuah konten informasi dapat dianggap melanggar hukum jika telah menjadi karya jurnalistik dengan dipublikasikan di media massa.
Selain Dewan Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia juga meminta Pemerintah Indonesia mendeportasi Dandois dan Bourrat tanpa syarat ke negara mereka. "Mereka adalah tim riset yang melakukan kontak dengan narasumber sebelum tim liputan datang ke lokasi," kata Ketua AJI Indonesia Eko Maryadi. antara ed: fitriyan zamzami