Selama ini saya berpikir bahwa orang miskin yang mempunyai kartu BPJS, bebas pembayaran dalam berobat dan perawatan di rumah sakit, karena iurannya ditanggung negara.
Maka ketika Bibi kami, umur 84 tahun, sakit sesak nafas yang didiagnosis lemah jantung, kami bawa ke Rumah Sakit Agung di Manggarai, Jaksel. Beliau termasuk miskin, sehingga hanya mempunyai kartu KJS. Sedangkan keluarga kami pun bukan keluarga berada.
Ternyata di rumah sakit tersebut, fasilitas untuk KJS (orang miskin ) hanya ruangan rawat kelas 3. Celakanya, menurut petugas rumah sakit itu, kuota ruangan untuk pasien KJS hanya lima (saya lupa bertanya apakah itu lima tempat tidur atau lima kamar) dan sudah terisi semua. Kami minta kamar kelas 2 dan bersedia menambah biaya selisihnya. Ternyata, menurut petugas tersebut, hal itu tidak boleh karena pasien KJS dibiayai negara.
Susah diterima akal saya, kalau dibiayai oleh negara (barang kali sampai besar biaya tertentu), mengapa kalau ada perubahan fasilitas kamar, misal pindah dari kamar kelas 3 ke kelas 2, tidak dibolehkan walaupun keluarga bersedia menambah biayanya?
Atas saran dokter jaga rumah sakit itu (saat itu Ahad siang), kami membawa Bibi ke RSCM. Di sana masuk ke IGD dan pelayanannya cepat. Saya sangat appreciate (tapi apakah itu karena IGD? Apakah begitu juga untuk non IGD, khususnya terhadap orang miskin?) Beliau diberi infus dan oxygen. Setelah difoto rontgen dan pemeriksaan darah, hari Senin kemarin, dokter memberi tahu keponakan yang menunggu semalaman bahwa jantung Bibi sangat lemah dan perlu dipompa dan dimasukkan ke ICU (keponakan yang menunggu mendengar ICU bukan ICCU). Di sinilah masalah besar bagi kami, karena ICU tidak ditanggung oleh BPJS-KJS.
Tentunya biayanya di luar kemampuan kami, sehingga kami tidak menyanggupi untuk membawa Bibi ke ICU. Dengan sedih hati, kami menunggui Bibi yang megap-megap sampai meninggal dunia. Yah beginilah nasib orang miskin, sementara uang triliunan Bank Century dan BLBI, uang THR anggota DPR, uang suap Hambalang, uang suap pencetakan Alquran, uang suap pilkada, uang suap MK, uang suap SKK Migas, uang suap pengalihan lahan tanah, uang suap daging sapi, uang suap pajak dan bea cukai, uang suap illegal logging, dan lain lain, hanya dinikmati segelintir koruptor. Seandainya korupsi-korupsi itu tidak ada, uang itu lebih dari cukup untuk membiayai pengobatan dan perawatan orang miskin. Kata famili saya yang punya kartu KJS, pasien KJS dianggap sampah saja oleh rumah rumah sakit.
Hendar Asmara
Jln Bendi 3/22 Tanah Kusir, Kebayoran Lama
Jakarta Selatan