Selasa 17 Jun 2014 12:00 WIB
tajuk

Tuntutan untuk Terdakwa Korupsi

Red:

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut bekas ketua Mahkamah Konsitusi (MK) Akil Mochtar penjara seumur hidup. Dalam sidang  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (16/6) JPU menyatakan Akil terbukti melanggar Pasal 12 huruf C terkait penerimaan suap, Pasal 11 terkait gratifikasi, UU 20/2001 Tentang Tipikor, serta Pasal 3 dan Pasal 4 UU 8/2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

 

Tak hanya itu, JPU juga menuntut Akil denda Rp 10 miliar. Terdakwa juga dituntut untuk dihilangkan hak memilih dan dipilih dalam ajang pemilu di Indonesia. JPU menilai, perbuatan korupsi yang dilakukan terdakwa telah menodai wibawa MK sebagai lembaga peradilan tertinggi di Indonesia.  Terhadap tuntutan jaksa tersebut Akil sempat  mengatakan dia bahkan siap jika dihukum mati.

Sidang kasus korupsi Akil ini masih akan berlanjut. Apakah dia nantinya terbukti bersalah atau tidak, sidanglah yang akan membuktikan.

Tapi, demikian kita  mengapresiasi JPU yang menuntut Akil dengan hukuman maksimal. Tuntutan itu dianggap memenuhi harapan publik. Apa yang dilakukan terdakwa sungguh mengoyak rasa keadilan. Ketua lembaga peradilan yang sangat berwibawa seharusnya memberikan contoh yang baik bagimana hukum diterapkan. Yang terjadi justru kebalikannya. Terdakwa memanfaatkan posisinya untuk meraih keuntungan pribadi. Perbuatan terdakwa tidak hanya menjadi contoh buruk perilaku koruptif para pejabat, namun juga merusak reputasi MK sebagai lembaga negara  tepercaya yang melakukan kekuasaan kehakiman.

Kita begitu  syok dan marah mendapati kenyataan orang yang dalam posisi jabatan setinggi itu bisa melakukan perbuatan teramat rendah. Apalagi perbuatan korupsi  itu dilakukan ketika semua elemen bersatu padu memberantas korupsi yang telanjur menjadi  penyakit kanker di negeri ini.

Karena itu, sangat pantaslah JPU menuntut terdakwa dengan hukuman seumur hidup. Sangat pantas juga hakim memenuhi tuntutan JPU jika nantinya pengadilan berhasil membuktikan bahwa terdakwa benar-benar bersalah.

Sudah menjadi rahasia umum, banyak kasus korupsi  dituntut dengan ancaman sangat minimal oleh JPU. Hakim pun memvonis tak jauh dari tuntutan JPU yang rendah itu. Terdakwa korupsi akhirnya menjalani hukuman minimalis. Setelah potong tahanan dan remisi setiap kali, ujungnya bebas tak berapa lama. Sungguh hukuman itu tak membuat jera. Padahal, salah satu fungsi hukuman  adalah menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan. Ini agar orang kapok berbuat kejahatan yang sama karena sanksinya berat. Kalau koruptor selalu dihukum ringan, siapa yang takut jadi koruptor?

Inilah salah satunya yang membuat kasus korusi di Indonesia tak kunjung berkurang. Akhir tahun 2013 KPK mencarat  sepanjang 2013 telah terjadi peningkatan jumlah perkara korupsi. Dari 49 perkara yang ditangani pada 2012, tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat menjadi 70 perkara. Di satu sisi kita salut bahwa KPK bisa meningkatkan perkara yang ditangani. Di sisi lain kita justru miris, karena kendati KPK begitu giat menangani kasus korupsi, tapi para koruptor tidak kunjung berkurang. Para koruptor  itu tidak juga kapok kendati tiap saat melihat rekannya sesama koruptor ditangkapi dan dipermalukan di depan publik.

Upaya pemberantasan korupsi harus terus kita  gulirkan dan dengungkan. Dukungan penuh kita berikkan kepada para jaksa penuntut umum untuk senantiasa menuntut dengan hukuman yang maksimal kepada para pencuri uang negara.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement