Melalui pandangan, diharapkan para tokoh pendiri utama Bank Muamalat Indonesia (BMI) serta lembaga dan pejabat pemerintah terkait terketuk untuk segera menambahkan setoran modal pemegang saham lokal sebesar 10 persen. Sehingga, pemegang saham lokal bisa kembali sebagai pemilik yang dapat bersuara dalam mengendalikan dan mengawasi pengoperasian serta pencapaian visi-misi awal pendirian bank ini.
Termasuk di dalamnya, untuk ikut memastikan bahwa BMI sebagai lembaga keuangan syariah tidak dikendalikan bertentangan dengan ajaran Islam dalam bentuk melanggar perarturan-peraturan OJK dan yang dikeluarkan pejabat pemerintah yang berlandaskan hukum dan mengikat. Sejalan dengan itu, agar pemegang saham besar tidak semena-mena mengambil kebijakan yang menyimpang dari tuntutan good corporate vovernance dan secara mencolok total mengesampingkan pandangan-pandangan jernih yang disampaikan pemegang saham (lokal) minoritas selama RUPS berjalan.
Sejak masuknya Bouybian Bank (Kuwait) dan Sedco (Saudi Arabia) sebagai pemegang saham pada 2005, BMI total kehilangan ruh sebagai bank Islam pertama di Indonesia. Sebelum keduanyanya masuk, Islamic Development Bank (IDB) yang juga dimiliki pemerintah RI bersama negara-negara OKI lainnya menjadi pemegang saham BMI pada 1999. Bouybian Bank dan Sedco memaksakan right issue pada 2013 dengan pematokan harga Rp 480 per lembar, lebih rendah dari permintaan pasar sebesar Rp 625 pada IPO yang dibatalkan Bouybian Bank dan Sedco pada waktu sebelumnya. Saham Bouybian Bank meningkat menjadi 30 persen dan saham Sedco menjadi 24 persen (saham IDB tetap pada posisi 32 persen).
Kebijakan dalam bentuk campur tangan Komisaris utusan Bouybian Bank dan Sedco mengambil alih tupoksi direksi sangat mencolok melanggar good corporate governance yang semakin merajalela sejak kedua lembaga tersebut menempatkan komisaris utusannya, Saleh Ahmed Al-Ateeqi dan Sultan Muhammed Abulrauf. Kedua komisaris utusan ini memaksakan semua putusan atas dasar pemungutan suara (voting) tidak saja di dalam RUPS, tetapi juga di dalam setiap rapat-rapat dewan komisaris dengan berpegang pada total saham yang dimiliki keduanya mencapai 54 persen.
Pemaksaan dengan cara voting tersebut membuat IDB tidak dapat bergerak, seperti apa yang disebutkan Komisaris Utusan IDB di BMI Muhamad Al-Midani kepada pengurus Forum Komunikasi Pemegang Saham (lokal). Pribadi dan sikap tidak baik ditambah perilaku kasar dan merendahkan pejabat-pejabat senior lokal dan regulator lembaga keuangan RI (baca: OJK) dari keduanya terungkap sangat jelas pada sebelum dan saat RUPS BMI 23 Juni 2014.
Mereka memaksakan susunan pengurus BMI dan mengajukannya ke Dewan Komisaris untuk diajukan ke RUPS 23 Juni 2014 dan memaksakan untuk disahkan oleh RUPS 23 Juni 2014. Kedua Komisaris Utusan ini secara sengaja melanggar (bahkan menantang) peraturan OJK dan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara yang jelas telah bersikap melanggar pelaksanaan good corporate governance dan peraturan pemerintah RI. Hal yang pantas disesalkan adalah pelanggaran tersebut juga secara sadar dilakukan salah seorang Komisaris Independen BMI Emirsyah Satar yang dalam posisinya selaku Ketua Komite Nominasi dan Renumerasi ikut (bahkan mendorong) pengambilan keputusan Komite terkait nama-nama calon direksi dan Dewan Komisaris. Nama Emirsyah Satar dicantumkan sebagai anggota Komisaris Independen yang diusulkan untuk tetap duduk sebagai anggota Dewan Direksi (setelah diangkat untuk periode 2009-1014) ke periode kepengurusan 2014-2019.
Sebagai Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar sudah tentu sangat menyadari adanya Peraturan Menteri BUMN No PER-16/MBU/2012 tanggal 1 Oktober 2012. Pasal 36 ayat (2) menyatakan:"Selain jabatan rangkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota Direksi BUMN dilarang memangku jabatan rangkap sebagai anggota Dewan Komisaris pada badan usaha swasta kecuali sebagai anggota Dewan Komisaris pada anak perusahaan BUMN atau perusahaan patungan BUMN yang bersangkutan."
Dalam hal pelanggaran tersebut, banyak pemegang saham (lokal) minoritas yang memprotes keras melalui pimpinan RUPS 23 Juni 2014. Terhadap pelanggaran ini, Menteri BUMN diminta bersikap tegas. Sehubungan dengan itu, Emirsyah Satar harus mengembalikan total gaji dan tantiem yang telah diterimanya dari BMI. Nilainya, tidak kurang dari Rp 3,6 miliar sesuai peraturan tersebut Pasal 36 ayat (5) yang menyatakan: "Dalam hal Anggota Direksi yang bersangkutan tidak mengundurkan diri dari jabatannya sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka jabatannya sebagai Anggota Direksi BUMN berakhir dengan lewatnya 30 (tiga puluh) hari tersebut."
Pemegang saham (lokal) minoritas BMI pada RUPS 23 Juni 2014 telah menyatakan dengan keras bahwa proses pengambilan keputusan Komite Nominasi dan Remunerasi dalam memutuskan nama-nama yang akan diajukan kepada Dewan Komisaris dan kemudian Dewan Komisaris telah mengajukannya ke RUPS untuk disahkan adalah tidak sah. Keputusan tersebut diambil oleh hanya empat orang anggota komite, dua komisaris, serta dua orang komisaris independen, yaitu Widigdo Sukarman dan Emirsyah Satar.
Keputusan tersebut melanggar Pasal 35 ayat (3) PBI Nomor: 13/2009 yang menyatakan, "Mayoritas anggota Komisaris yang menjadi anggota Komite Renumerasi dan Nominasi harus merupakan Komisaris Independen". Terhadap hal tersebut, OJK diminta tidak melanjutkan proses pengajuan fit and proper test dari semua nama-nama yang diajukan yang disebutkan sebagai Keputusan RUPS BMI 23 Juni 2014.
Keadaan BMI seperti digambarkan di atas telah menodai filosofi dasar pendirian BMI dan merupakan cacat dalam industri perbankan Syariah di Indonesia. Publik atau setidaknya 800 ribu pemegang saham (lokal) minoritas akan sangat memperhatikan ketegasan OJK dan akan menguji apakah Dr Muliman Hadad sebagai Ketua OJK dapat bertindak tegas. Lepasnya keikutsertaan pemegang saham (lokal) minoritas dalam ikut mengarahkan, mengendalikan BMI yang mereka dirikan dengan susah payah pada 1991 sangat tidak diharapkan akan terjadi hanya disebabkan oleh salahnya OJK dalam mengambil tindakan penyelamatan terhadap bank milik umat Islam Indonesia ini.
Iskandar Zulkarnain
Pemegang Saham Bank Muamalat Indonesia (BMI)