Dalam beberapa hari terakhir kita menyaksikan aksi serangan brutal Israel ke Jalur Gaza, Palestina. Gaza digempur habis-habisan lewat darat dan udara. Gedung-gedung perkantoran, rumah penduduk, sekolah, fasilitas kesehatan tak lepas dari gempuran roket-roket Israel. Korban meninggal dunia dan luka berat berjatuhan. Ada orang tua, dewasa, remaja, dan anak-anak, laki-laki dan perempuan.
Serangan membabi buta Israel memicu penderitaan lain. Mereka yang sementara masih selamat dari peluru-peluru zionis, hidup dalam kesulitan. Mereka kekurangan listrik, air, bahan bakar, makanan, dan obat-obatan. Dunia seakan tak peduli. Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) belum bereaksi, Amerika Serikat, negara adidaya yang mengaku pembela hak asasi manusia paling wahid di dunia hanya diam, negara-negara Arab tak bersikap, Indonesia negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia masih sibuk dengan urusan pemilihan presiden yang belum jelas ujungnya.
Hari-hari warga Palestina di Gaza adalah hari-hari penuh penderitaan. Menjadi korban roket-roket dan bom udara Israel ibarat menunggu waktu. Bisa besok, lusa, bahkan beberapa jam atau menit ke depan saja. Mereka sendirian saja menghadapi serangan yang datang tak peduli pagi, siang, atau malam hari.
Ini bukan perang. Ini pembersihan etnis (genosida). Jika perang jelas tidak seimbang. Rakyat Gaza tak memiliki apa-apa. Roket-roket Hamas jelas bukan tandingan bom-bom canggih milik Israel. Rakyat Gaza jelas tak berdaya menghadapi pesawat-pesawat tempur canggih dan drone Israel yang setiap saat melayang di udara seperti burung elang mencari mangsa.
Kebiadaban ini tak bisa dibiarkan saja. Tanpa diserang pun rakyat Gaza hidup dalam kesulitan. Dari darat, laut, udara mereka dikurung Israel. Jalur Gaza ibarat penjara terbesar di dunia. Gerak-gerik warga dibatasi. Mereka tak bebas untuk melintas batas. Tiap saat Israel bisa sesuka hati menyerang, menghujani bom, membunuh, tanpa ada yang peduli. Dunia terlalu sibuk dengan urusannya sendiri.
Sudah saatnya kebrutalan Israel itu dihentikan. Kita tak bisa berharap pada Amerika Serikat (AS), negara adidaya sekutu paling dekat dengan Israel. Kita tahu bahwa AS sebenarnya punya kemampuan besar untuk menyelesaikan masalah Palestina-Israel. Tapi, mengingat besarnya ketergantungan AS pada Israel dan Yahudi, berharap pada AS untuk menyelesaikan persoalan Palestina-Israel secara adil, adalah kesia-kesiaan belaka.
Negara-negara Arab mestinya bersatu untuk menyelamatkan nasib saudara-saudara dekatnya. Kunci persoalan Palestina sebenarnya ada pada bangsa Arab yang tidak pernah bersatu. Akibatnya, Israel bisa leluasa menginjak-injak harga diri bangsa Palestina . Jika negara-neraga Arab mau bersatu, sungguh persoalan ini akan mudah untuk diselesaikan.
Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di dunia mestinya tidak tinggal diam. Inisiatif harus dilakukan untuk menyuarakan pada dunia akan penderitaan bangsa Palestina. Lobi-lobi diplomasi perlu digalakkan untuk mencari dukungan agar negara-negara Arab bersatu menyelesaikan masalah Palestina.
Saat ini bangsa Palestina membutuhkan bantuan kita semua. Mari membantu saudara-saudara kita dengan apa yang kita bisa. Mendesak negara kita untuk bersikap tegas, mendorong PBB mengambil tindakan, memboikot produk-produk Israel, mengumpulkan bantuan untuk dikirim ke Gaza, atau mengirim doa untuk keselamatan mereka. Sungguh semua itu sangat berarti bagi saudara-saudara kita di Gaza, Palestina.