Senin 04 Aug 2014 13:00 WIB

Mengenang Amin Azis

Red:

Kita bersyukur Republika menyediakan ruang yang sangat memadai untuk menghormati jasa-jasa perjuangan Prof Dr M Amin Azis, tokoh perintis berbagai gagasan, khususnya dunia usaha kecil menengah (UKM) berbasis syariah. Sebagai salah seorang sahabat almarhum yang menjadi saksi, wajib untuk mengemukakan bahwa tokoh Amin Azis juga merupakan salah seorang pendiri Partai Amanat Nasional (PAN). Istrinya sempat menanyakan kepada saya saat takziah di rumah duka mengapa nama suaminya tidak disebut sama sekali dalam aktivitas PAN.

Setelah Amien Rais dari Yogyakarta mencanangkan gagasan sebuah partai yang disebutnya Partai Amanat Bangsa, teman-teman di Jakarta ikut memikirkan tindak lanjutnya. Pada April 1998 Amin Azis mencoba mengambil inisiatif untuk berkumpul bertukar pikiran di Puncak, Bogor, khususnya, dari kalangan Dewan Dakwah, Muhammadiyah, dan beberapa jurnalis dari Panji Masyarakat.

Dalam pertemuan itu, kami mengkaji dengan mengambil perbandingan dari AD/ART ormas dan partai dalam dan luar negeri, termasuk AD/ART UMNO dan Ikhwanul Muslimin. Dari hasil diskusi ini, saya diamanati untuk membawanya ke Tanwir Muhammadiyah di Semarang, 5-8 Mei 1998.

Alhamdulillah, akhirnya dari perdebatan di forum Tanwir tersebut berhasil direkomendasikan lahirnya suatu partai politik, tanpa menyebutkan nama. Tapi, yang dimaksud di luar partai yang telah ada. Ketika menutup Tanwir, Amien Rais selaku Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpidato yang menyatakan bahwa partai yang akan dibentuk itu nantinya dipimpin Ahmad Syafi'i Maarif karena dirinya masih memimpin Muhammadiyah. Esok harinya, di Yogyakarta pada 9 Mei Syafi'i Maarif memberikan keterangan pers bahwa partai yang dibentuk itu tetap akan dipimpin Amien Rais.

Sementara itu, beberapa tokoh intelektual muda di Jakarta yang dipelopori Goenawan Mohamad dari majalah Tempo mendeklarasikan suatu organisasi yang dinamakan Majelis Amanat Rakyat (Mara) dengan menunjuk Amien Rais sebagai ketua yang selanjutnya mempersiapkan suatu pertemuan di Mega Mendung, Bogor. Menghadapi pertemuan tersebut, Amin Azis dan beberapa teman yang menyebut diri Kelompok Disukusi Tebet menemaninya berangkat ke Yogyakarta melakukan tukar pikiran dengan suatu lembaga studi politik yang dipimpin Amien Rais.

Dalam diskusi inilah kebetulan saya yang mengajukan alternatif nama lain dari partai yang telah dicanangkan Amien Rais dengan nama Partai Amanat Bangsa, yaitu Partai Amanat Nasional yang disingkat PAN. Alasannya, di samping tekanan nasionalnya juga dengan dilatarbelakangi inspirasi Pan-Islamisme yang dulu pernah diinspirasikan Jamaluddin Al Afghani.

Selanjutnya, berlangsung pertemuan atas undangan Mara di Mega Mendung pada pertengahan Agustus dan disepakati akan dideklarasikan Partai Amanat Nasional (PAN). Sedangkan, nama-nama yang secara resmi menjadi deklarator adalah Amien Rais yang dianggap mewakili sebagai tokoh utama Reformasi, AM Fatwa diusulkan sebagai unsur Muhammadiyah, lalu saya mengusulkan AM Lutfi sebagai unsur Dewan Dakwah dan Amin Azis yang memimpin Kelompok Diskusi Tebet, tapi Amin Azis menyerahkan kepada Abdillah Toha. Selanjutnya, ada Goenawan Mohamad, Ismed Hadad, dan seorang dari Gama Yogyakarta, serta unsur wanita Zoemrotin.

Untuk mempersiapkan deklarasi nasional di Senayan pada 23 Agustus 1998, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengundang ketua-ketua wilayah se-Indonesia dan menginstruksikan kepada Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jakarta M Suwardi untuk mengerahkan massa Muhammadiyah. Dalam rapat-rapat formatur, pada awalnya telah disepakati selain ketua umum, para ketua, berikut departemen-departemen, untuk sekjennya yang bakal diandalkan pengorganisasiannya akan dipercayakan kepada Amin Azis yang juga telah menganggupinya.

Kemudian, dalam pertemuan formatur selanjutnya muncul desakan untuk mengganti Amin Azis dengan Faisal Basri. Perkiraan saya waktu itu, karena Amien Rais dan Amin Azis terlalu menonjol simbol Islamnya. Atas kejadian ini, Amin Azis dan AM Lutfi berniat mengundurkan diri, tapi Abdillah Toha bersama saya berusaha membujuknya untuk kembali lalu bersama-sama kami duduk dalam tim ketua. Meski Amin Azis mengalami kekecewaan, tetapi tetap aktif melakukan pembenahan internal organisasi, terutama penyelesaian AD/ART.

Dalam penyusuanan AD/ART inilah timbul lagi masalah tentang azas partai. Dengan dukungan Amin Azis dan beberapa teman lainnya pada Kongres PAN pertama pada 2000 di Yogyakarta, saya tampil membawa gagasan tentang asas PAN yaitu, iman dan takwa. Mayoritas peserta kongres mendukungnya, tapi timbul reaksi dari Faisal Basri yang bersama teman-temannya akan walk-out meninggalkan kongres jika asas iman dan takwa disahkan.

Maka, Amien Rais meminta saya untuk mengalah dan saya patuhi demi keselamatan kongres. Jalan tengahnya, di bentuk suatu panitia perumus yang diketuai Bambang Sudibyo yang menyimpulkan asas PAN, yaitu ‘akhlak politik berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam’.

AM Fatwa

Salah Seorang Pendiri/Deklarator Nasional PAN

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement