Senin 25 Aug 2014 20:02 WIB

Keindonesiaan dan Keislaman (Bagian terakhir dari tiga tulisan)

Red: operator

Budaya Islam nusantara sudah hidup ratusan tahun di dalam masyarakat kita terutama di desa-desa. Shalawat Nabi, tanpa atau diiringi rebana, sudah menjadi bagian dari kehidupan Muslimin di saat acara syukuran atau selametan keluarga. Kini acara semacam itu juga menjadi bagian dari kehidupan sosial secara luas. Menjelang pemilihan umum legislatif, saya diminta memberi tausyiah dalam malam shalawat 1.000 rebana di markas Polres Jombang.

Lagu-lagu Islam populer diciptakan oleh para musisi kita yang dimulai oleh Trio Bimbo dengan syair karya Taufik Ismail. Lagu-lagu karya Opick, Bimbo, Iwan Abdul Rahman, dan banyak lagi lainnya menjadi lagu yang amat sering kita dengar apalagi saat bulan Ramadhan. Pendek kata, kasidah yang semula dinyanyikan oleh masyarakat pinggiran, kini bergeser ke tengah.

Arsitektur masjid yang semula didominasi oleh kubah yang kurang terasa estetikanya, kini sudah berubah. Arsitektur Masjid Salman di ITB karya Ir Ahmad Noe'man menjadi awal dari hadirnya arsitektur masjid Indonesia. Banyak kampus maupun kota-kota yang menghadirkan arsitektur masjid yang indah dan terasa sekali unsur arsitektur Indonesianya.

Terbitnya novel-novel dengan napas Islam adalah bagian tak terelakkan dari perkembangan budaya Islam di Indonesia khususnya pascaera Orde Baru. Novel Ayat-Ayat Cinta yang difilmkan dan meledak sebagai salah satu film laris menjadi pertanda dari berkembangnya budaya Islam di Indonesia. Hadirnya koran Republika pada awal 1990-an dan diikuti dengan terbitnya sejmlah majalah Islam ikut mendorong berkembangnya budaya Islam.

Fenomena penggunaan jilbab oleh perempuan Islam adalah sesuatu yang menarik dalam perkembangan budaya Islam di Indonesia. Seingat saya, nenek saya, ibu saya, dan ibu mertua tidak mengenakan jilbab, mereka mengenakan kerudung. Ibu saya wafat pada 1994 dan ibu mertua saya wafat pada 1990. Kini isteri saya dan adik-adiknya, kakak dan adik saya, anak dan menantu saya selalu mengenakan jilbab. Sekolah-sekolah Islam mewajibkan siswi atau santri berjilbab kalau ke sekolah.

Kelas menengah Indonesia yang makin banyak jumlahnya, sebagian yang cukup besar adalah umat Islam yang makin sadar akan keislaman mereka. Di antara mereka adalah para Muslimah yang menjadi artis, kalangan profesional, dan akademisi, yang mengenakan jilbab. Tentu mereka ingin tampil dengan baik saat mengenakan jilbab dan berbusana Muslimah. Dengan sendirinya maka muncullah para perancang busana Muslimah Indonesia yang mungkin akan membuat Indonesia menjadi salah satu pusat mode busana Muslimah di dunia.

Khilafah Islamiyah

Di samping hal-hal positif yang diuraikan di atas, kini kita juga melihat perkembangan yang amat berbeda. Sejumlah survei mengungkap bahwa lebih dari separuh umat Islam Indonesia menginginkan berlakunya syariat Islam di Indonesia, tapi tidak diuraikan lebih teperinci syariat Islam seperti apa yang dimaksud. Apakah syariat Islam diterapkan secara keseluruhan di Indonesia? Apakah ibadah mahdhoh perlu diatur dalam UU? Selain itu kini juga muncul kelompok yang menginginkan berdirinya negara Islam, seperti kelompok Abu Bakar Basyir dkk (MMI dan JAT). Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang menginginkan berdirinya khilafah Islamiyah aktif berkampanye dan memperoleh pengikut yang cukup banyak termasuk di universitas negeri. Mereka bahkan mengadakan konferensi internasional di Stadion Utama Senayan.

Kemunculan kelompok-kelompok seperti MMI, JAT, dan HTI itu adalah akibat dari bebasnya masyarakat untuk menyalurkan pendapat hasil dari keterbukaan era pasca-Orde Baru. Sudah ada pihak termasuk tokoh-tokoh NU yang meminta HTI dilarang aktif di Indonesia karena membahayakan keberadaan Negara Republik Indonesia. Mereka bisa mengajukan tuntutan pembubaran HTI itu ke pengadilan. Munculnya ISIS, terlepas dari siapa pun yang berada di belakang mereka, yang menggunakan cara-cara kekerasan untuk mendirikan khilafah Islamiyah membuat kita sadar bahwa cukup besar potensi masalah yang bisa mengancam kita. Kita harus selalu waspada terhadap potensi negatif itu.

Pertanyaannya ialah mengapa muncul banyak kelompok yang menginginkan berdirinya negara Islam (daulah Islamiyah) dan khilafah Islamiyah? Mereka berkesimpulan bahwa dasar negara Pancasila ternyata tidak mampu menghasilkan negara yang adil secara hukum dan secara sosial, masih banyak orang miskin dan kekurangan gizi. Masih banyak penduduk yang belum bersekolah. SDA kita ternyata banyak dikuasai swasta (LN dan DN) yang tidak memberi kesejahteraan kepada rakyat dimana SDA itu berada. Lebih dari 5 juta tenaga kerja terpaksa bekerja di LN sebagai tenaga kasar karena kita tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Lebih buruk lagi, banyak buruh migran itu yang mengalami penyiksaan dan tindakan tidak adil lainnya tanpa kita bisa melindungi mereka.

Dalam sebuah diskusi HTI di Surabaya, saya jelaskan bahwa Pancasila itu baru ada di atas kertas, baru ada di bibir saja, belum terwujud secara nyata di dalam kehidupan. Itu terjadi karena birokrasi pemerintah dan pejabat banyak yang menyalahgunakan kekuasaan. Hukum belum tegak sehingga penyalahgunaan kekuasaan itu begitu leluasa terjadi. Tidak ada jaminan bahwa mendirikan daulah Islamiyah atau khilafah Islamiyah akan mampu secara langsung mewujudkan negara hukum dan memperbaiki birokrasi pemerintah.

Selama ini perhatian kita terhadap Pancasila lebih fokus pada sila pertama saja, tetapi sila keadilan sosial tidak banyak dibahas apalagi diterapkan. Kalau sila kelima bisa kita wujudkan, maka sila-sila yang lain akan mudah terwujudkan. Kita berharap program pelayanan kesehatan melalui BPJS dapat terus ditingkatkan. Banyak yang mengatakan bahwa sejumlah UU dan juga kebijakan ekonomi kita tidak sejalan dengan sila kelima itu dan bertentangan dengan Pembukaan dan batang tubuh UUD.

Selama kita belum berhasil menerapkan Pancasila didalam kehidupan nyata, yang dimulai dari sila keadilan sosial dan sila ketuhanan YME, maka kita akan terus menghadapi kelompok-kelompok yang beranggapan bahwa Pancasila harus diganti dengan Islam sebagai dasar negara. Akan tetap ada pihak yang berpendapat bahwa negara Pancasila itu negara thoghut. Bantahan berupa tulisan atau ceramah tentu dibutuhkan, tetapi mewujudkan Pancasila dalam kehidupan nyata akan jauh lebih efektif dalam menangkal paham-paham tersebut.

Salahuddin Wahid

Pengasuh Pesantren Tebuireng

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement