Selasa 23 Sep 2014 12:00 WIB
Tajuk

Setia Pada Rakyat Bukan Kelompok

Red:

Jauh dari hiruk pikuk politik RUU Pemerintah Daerah dijadwalkan disahkan dalam Rapat Paripurna DPR Selasa (23/9) ini. Perjalanan RUU Pemerintah Daerah ini cenderung mulus. Tidak ada pasal-pasal krusial yang diributkan di ranah publik. Tidak seperti 'sepupunya' RUU Pilkada yang masih menyisakan polemik di partai politik.

Salah satu aturan penting yang perlu kita apresiasi di RUU Pemerintah Daerah adalah soal larangan kepala daerah (gubernur/bupati/wali kota) menjabat di setiap level struktur partai politik. Aturan rangkap jabatan ini tertera dalam Pasal 76 Ayat (1) Huruf i RUU Pemda.

Menjabat di sini bisa diartikan sebagai pengurus parpol di daerah maupun di tingkat pusat. Baik itu Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, dan Dewan Pimpinan Cabang. Pemerintah lewat Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, akan ada sanksi bertahap bagi kepala daerah yang tetap membandel menjabat di parpol. Sanksi paling tegas adalah pemberhentian, setelah sebelumnya dikenakan sanksi teguran tertulis dan sanksi pembinaan khusus.

Kepala daerah, menurut Dirjen Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan, yang membuat kebijakan merugikan kepentingan umum, menyalahgunakan wewenang, korupsi, kolusi, dan nepotisme serta menerima uang, barang dan atau jasa dari pihak lain yang memengaruhi juga bisa diberhentikan.

Pertimbangannya jelas dan terang benderang. Kekuasaan publik dan kekuasaan kelompok ketika dipegang oleh satu tangan siapa yang bisa mengawasi. Dalam bahasa pemerintah pusat, dikhawatirkan kepala daerah yang demikian itu terpasung kepentingan kelompoknya ketimbang kepentingan rakyat di daerahnya.

Ini memang tidak terelakkan. Politik kekuasaan di daerah masih didominasi elite parpol. Hanya sedikit daerah di Indonesia di mana calon independen berhasil menduduki kursi kepala daerah. Lagi pula, partai adalah kendaraan politik yang sah bagi individu yang ingin menjadi kepala daerah.

Tetapi, Kemendagri ingin memberi satu pagar aturan yang ketat. Mendagri sendiri sampai harus mengatakan pihaknya susah memberi sanksi kepala daerah yang demikian. Pada saat yang sama publik menyaksikan banyak kasus korupsi yang terjadi dilakukan oleh kepala daerah.

Sejak 2005 sampai Desember 2013 tercatat sudah 319 kepala daerah yang tersangkut masalah hukum. Sebanyak 283 di antaranya tersandung kasus korupsi. Status hukumnya, 243 kepala daerah berstatus tersangka dan 76 kepala daerah lainnya masih dalam pemeriksaan.

Di bedah lebih dalam lagi akan terlihat bahwa dari kepala daerah yang tersandung kasus korupsi ternyata mayoritas hasil pilkada langsung. Sebanyak 156 kepala daerah tersangkut kasus korupsi berasal dari proses demokrasi itu.

Pertanyaannya kemudian, apakah kepala daerah harus netral? Pertanyaan yang jawabannya relatif. Ada yang setuju harus netral. Ada yang tidak, karena pada dasarnya pun kepala daerah dipilih lewat partai politik. Inilah ujian bagi kepala daerah yang menjabat. Bagaimana dia bisa memisahkan kepentingan kelompok yang mendorongnya naik ke kursi kekuasaan dengan kepentingan rakyat yang memilihnya memerintah.

Kita berharap aturan larangan kepala daerah menjabat di tingkat pusat sampai daerah ini betul-betul dilaksanakan dengan baik. Kita ingin melihat kepala daerah yang benar-benar membangun daerahnya secara menyeluruh. Tidak membangun daerahnya secara parsial apalagi menguntungkan kelompok yang mengusungnya.

Manuel L Quezon, mantan presiden persemakmuran Filipina dan John F Kennedy mantan presiden Amerika Serikat sama-sama pernah mengatakan begini, "Loyalitas saya kepada partai berakhir ketika loyalitas saya kepada negara mulai." Dengan ini, kita berharap kepala daerah di seluruh Indonesia bisa memerintah dengan jernih dan untuk kebaikan semua golongan rakyatnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement