Jumat 03 Oct 2014 15:00 WIB

Meraih Hikmah Ibadah Kurban

Red:

Dalam Alquran surah al-Kautsar [108] ayat 1-2 ditegaskan, setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu.

Hal ini ditegaskan pula dalam surah al-Hajj [22] ayat 34, "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka …."

Saking pentingnya perintah melaksanakan kurban, Rasul SAW dengan bahasa yang tegas dan lugas, disertai ancaman menegaskan, "Barang siapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Dalam hadis itu Rasul SAW melarang seseorang yang memiliki kelapangan rezeki untuk mendekati tempat shalat (masjid) jika tidak mau berkurban. Hal ini menunjukkan, seakan-akan tidak ada faidah seseorang mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban berkurban.

Kurban pada hakikatnya tidak sekadar mengalirkan darah binatang sembelihan, tidak hanya memotong hewan kurban, tetapi lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan seorang hamba secara totalitas terhadap perintah Allah SWT dan sikap menghindar dari yang dilarang-Nya.

Berkurban juga berarti menyembelih sifat-sifat hewani yang melekat dalam diri setiap manusia. Karena itu, sangatlah berat, tidak setiap orang yang berkurban mampu melakukannya kecuali yang menyadari bahwa semua yang dimiliki itu --baik berupa harta, jabatan, pengikut, keluarga, dan popularitas-- hanyalah titipan-Nya yang tidak layak untuk disombongkan, dan dapat diambil kapan saja jika ia menghendaki.

Apabila sikap (kesadaran) tersebut telah dimiliki setiap orang, niscaya akan tercipta keseimbangan (at-tawazun) dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bagi seorang pengusaha, ia akan berkurban dengan bisnis yang halal dan akan memberikan hak kepada karyawan sebelum keringatnya mengering. Bagi yang berpunya (kaya), ia akan berkurban dengan banyak bederma. Bagi suami atau istri, ia akan berkurban dengan menjadikan rumah tangga sebagai ladang penyiapan generasi yang berbudi pekerti.

Lalu, sebagai pendidik, ia akan berkurban dengan mengerahkan segala potensinya untuk membentuk anak bangsa yang berkualitas. Sebagai pemimpin akan berkurban dengan memberikan hak kepada orang-orang yang dipimpinnya. Sebagai pelayan masyarakat akan berkurban dengan memberikan layanan prima bukan malah meminta imbalan.

Sebagai politisi akan berkurban demi kemaslahatan bangsa dan negara, bukan malah memanfaatkannya saat dibutuhkan dan menelantarkan jika harapannya telah tercapai. Sebagai pejabat ia akan berkurban untuk kesejahteraan rakyat. Dan, sebagai apa pun kita akan berkurban untuk dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada umat, bangsa, dan negara.

Oleh karena itu, bagi yang masih merasa gamang melaksanakan ibadah kurban ada baiknya jika kembali memahami hikmah yang terkandung di dalamnya. Dengan pemahaman itu kita akan termotivasi untuk menjalankan ibadah kurban dengan penuh keikhlasan semata karena Allah SWT.

Di antara hikmah-hikmah itu adalah, pertama, setiap helai bulu hewan kurban akan dibalas satu kebaikan. Dalam hal ini Rasul SAW bersabda, "Setiap satu helai rambut hewan kurban adalah satu kebaikan." Lalu, sahabat bertanya, "Kalau bulu-bulunya?" Beliau menjawab, "Setiap helai bulunya juga satu kebaikan." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Kedua, sebagai ibadah yang paling dicintai oleh Allah SWT. Rasul SAW bersabda, "Tidak ada amalan anak cucu Adam pada Hari Raya Idul Kurban yang lebih dicintai Allah melebihi dari mengucurkan darah (berkurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan itu akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya, dan bulu-bulunya. Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah --sebagai kurban-- di manapun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya." (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Ketiga, sebagai ciri keislaman seseorang. Rasul SAW bersabda, "Barang siapa yang mendapati dirinya dalam kelapangan, lalu ia tidak mau berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Id kami." (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Keempat, sebagai syiar Islam. "Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Mahaesa  karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS al-Hajj [22]: 34).

Kelima, mengenang ujian kecintaan Allah kepada Nabi Ibrahim (QS ash-Shaffat [37]: 102-107). Dan, keenam, sebagai misi kepedulian kepada sesama. Dalam hal ini Rasul SAW bersabda, "Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum, dan zikir kepada Allah SWT." (HR Muslim).

Dengan demikian, jika hakikat dan hikmah kurban itu terus digali, diselami, dan diejawantahkan dalam kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara niscaya mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik. Wallahu a’lam.

Imam Nur Suharno

Pengajar di Pondok Pesantren Husnul Khotimah, Kuningan, Jawa Barat

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement