Senin 20 Oct 2014 12:30 WIB

Tantangan 100 Hari Jokowi

Red:

Hari ini, Joko Widodo (Jokowi) dilantik menjadi presiden Republik Indonesia yang ke-7. Jokowi tentu menerima pelantikan menjadi presiden ini sebagai sebuah amanah yang patut diterima dengan penuh rasa syukur. Namun, berbarengan dengan itu, yang langsung dihadapinya adalah berbagai macam persoalan bangsa yang sangat berat dan rumit bak benang kusut yang sulit terurai. 

Tantangan yang paling berat adalah merealisasikan segala janji manis yang pernah digelontorkannya  saat kampanye politik lalu. Seperti yang kita dengar, tidak ada janji pahit dan yang ada hanyalah "angin surga" yang diembuskan Jokowi dan Jusuf Kalla. Misalnya, janji kartu sehat, pendidikan gratis hingga SMA, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan pemberian dana tunai sebesar Rp 1,4 miliar untuk setiap desa. Semua itu tentu akan terus diingat dan ditagih rakyat.

Setiap pemimpin baru, termasuk Jokowi, dan sesuai dengan maksud dan tujuan dari setiap janji kampanye yang digelontorkan adalah ingin menyejahterakan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam berbagai aspek. Sehingga, program ekonomi selalu menjadi yang paling penting dan menjadi prioritas utama dalam pengambilan kebijakan.

Namun, semua program ekonomi itu hanya bisa berjalan dan berhasil jika pertama-tama yang harus dikerjakan oleh Jokowi adalah menciptakan situasi dan kondisi yang aman bagi bangsa. Untuk itu, setelah dilantik, isu keamanan merupakan masalah yang mendesak. Tantangan pertama adalah bagaimana memilih panglima TNI dan kapolri yang tepat karena ini akan menjadi jaminan mutu bagi segera terciptanya situasi yang aman di seluruh negeri untuk menyambut program ekonomi yang diluncurkan sang presiden. 

Jadi, tantangan lain bagi Jokowi, sebelum menyukseskan program 100 hari pertama pemerintahannya adalah apakah dia benar-benar memiliki anggota kabinet yang prorakyat dan propasar, sebuah personalia kabinet yang tepat, the right man in the right place? Kepemilikan personalia kabinet yang hebat dan diikuti dengan peluncuran program yang cerdas akan serta-merta meningkatkan kepercayaan rakyat. Jika tidak, kepercayaan rakyat akan langsung rontok.

Kemudian, langkah selanjutnya pascapeluncuran program awal adalah pembersihan birokrasi dari segala kebobrokan korupsi dan degradasi moral. Masyarakat ingin melihat dalam 100 hari pertama, pemerintahan yang baru dapat menempuh kebijakan yang sungguh-sungguh memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi yang sudah cukup lumayan pada era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono perlu ditingkatkan. Itu untuk mengisyaratkan bahwa pemerintahan Jokowi mampu membereskan persoalan bangsa.

Karena, tantangan sekaligus masalah pokok yang dihadapi pemerintah dalam menjalankan tugas, terutama pada hari-hari pertama masa pemerintahannya, adalah bagaimana meyakinkan publik perihal kesanggupannya demi mendapatkan kepercayaan masyarakat. Jadi, tantangan pokok pemerintahan baru adalah trust building measure, tindakan membangun kepercayaan rakyat. Jelas bahwa tidak ada masalah besar yang dapat diselesaikan dalam rentang 100 hari pertama. Tetapi, yang sangat dibutuhkan adalah dukungan atau sokongan awal dari masyarakat dengan menempuh kebijakan-kebijakan yang menumbuhkan kepercayaan di tengah masyarakat.

Salah satu langkah awal yang semestinya menjadi prioritas utama Jokowi adalah mencanangkan dan melakukan terobosan dalam hal revolusi mental yang hingga kini masih sangat abstrak. Padahal, revolusi mental sangat gencar dikumandangkan Jokowi saat kampanye lalu. Masyarakat tentu menunggu konkretisasi dari program revolusi mental itu. Supaya Jokowi tidak menggoreskan kesan seolah-olah hanya pandai berwacana, tetapi tidak sanggup atau tidak tahu bagaimana merealisasikannya.

Sulitnya meyakinkan rakyat

Seindah apa pun program 100 hari pertama atau seakurat apa pun program berjangka lainnya yang dicanangkan Jokowi-JK, yang diinginkan rakyat adalah langsung terlihat perubahan hidup rakyat ke arah yang lebih baik. Dan, untuk mengubah nasib rakyat menjadi lebih baik, dibutuhkan suatu komitmen yang kuat yang diikuti dengan kerja keras. 

Jadi, program 100 hari pertama bukan konsep perubahan membalikkan telapak tangan atau magic game untuk segera dinikmati hasilnya. Yang dipertaruhkan adalah program konkret dan menyentuh langsung dengan berbagai perubahan yang telah diagendakan presiden baru. Di sini, menagih janji kampanye setelah 100 hari bekerjanya pemerintah tentu sesuatu yang mustahil. Hanya, masalahnya, publik umumnya kurang bersabar dan langsung berharap agar berbagai program yang dicanangkan pemerintah langsung mulai dinikmati hasilnya.

Dalam hal ini, harapan rakyat seperti itu tentu saja tidak selamanya salah. Tetapi, hanya perlu diingat bahwa di mata rakyat, segala janji kampanye harus segera terlihat ada buktinya. Sehingga, tidak ada senjata secanggih apa pun bagi sang pemimpin baru dalam memberikan kepercayaan kepada masyarakat selain adanya isyarat tentang kesanggupan sang pemimpin baru dalam merealisasikan janji-janjinya dalam 100 hari pertama pemerintahannya.

Thomas Koten

Direktur Social Development Center

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement