REPUBLIKA.CO.ID, Harga beras di pasaran masih tetap tinggi. Harga beras sudah mengalami kenaikan sejak akhir tahun lalu. Upaya yang dilakukan pemerintah belum mampu menurunkan bahan makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia itu.
Di Jakarta, menurut PD Pasar Jaya, harga beras IR I pada Jumat (6/3) Rp 12.210, sedangkan sehari sebelumnya Rp 12.200. Harga ini jauh lebih tinggi sebelum kenaikan.
Di Denpasar, Bali, harga beras masih bertengger di atas Rp 11 ribu per kilogram untuk jenis C4 dan di atas Rp 12 ribu untuk Putri Sejati. Sebelum kenaikan, harga beras C4 hanya Rp 9.600 dan Putri Sejati hanya sekitar Rp 10.500.
Operasi pasar (OP) yang dilakukan di sejumlah daerah belum juga mampu menekan harga beras. Di Sukabumi, misalnya, kendati sudah ada OP, harga beras paling murah harganya mencapai Rp 9.800 hingga Rp 10 ribu per kg. Padahal sebelumnya hanya Rp 7.800 per kg.
Tidak hanya mahal, kualitas beras OP juga buruk. OP di kantor Kecamatan Lembursitu, misalnya. Banyak warga yang awalnya ingin membeli beras OP memilih pulang kembali karena melihat kualitas beras yang rendah. Berasnya berwarna kuning dan berbau seperti raskin.
Kenaikan harga ini tentu menambah penderitaan rakyat. Apalagi, selain beras, harga kebutuhan barang dan jasa juga naik akhir-akhir ini. Sebut saja misalnya bensin Premium, ongkos angkutan, gas, listrik, dan lain-lain.
Namun jelas, kenaikan harga beras ini yang paling banyak dirasakan. Kendati mahal, beras tetap harus dibeli karena itu bahan makanan pokok sehari-hari.
Kita menyayangkan tindakan pemerintah yang lamban mengantisipasi kenaikan harga beras ini. Badan Urusan Logistik (Bulog) dan bahkan Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan stok beras cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Artinya tidak ada krisis pada pasokan.
Lalu, apa yang memicu harga beras tetap tinggi? Pemerintah pun tidak seiya sekata menyimpulkan penyebabnya. Menteri Perdagangan mengatakan, penyebab kenaikan harga beras karena adanya mafia yang bermain. Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla justru membantah bahwa ada mafia beras. Mana yang benar? Bagaimana bisa mendapatkan solusi menurunkan harga beras jika penyebabnya saja tidak pasti.
Tapi bagi sebagian besar rakyat, tidak penting apakah stok beras cukup ada tidak. Bahkan rakyat tidak peduli apakah ada mafia yang mengendalikan harga beras atau tidak. Bagi rakyat, yang penting harga beras segera turun. Rakyat menunggu tindakan nyata dari pemerintah. Tidak cukup rakyat hanya dihibur dengan kunjungan presiden ke Bulog lalu menyatakan stok beras cukup.
Yang penting bukti nyata: harga beras segera turun.
Kondisi seperti ini tidak bisa dibiarkan. Di beberapa daerah tersiar berita rakyat kembali mengonsumsi nasi aking, tiwul, dan pakan ternak karena mahalnya nasi. Sungguh ironis, untuk mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya saja pemerintah tak mampu mengatasi.
Kita mendorong pemerintah untuk melakukan langkah yang lebih konkret dan cepat untuk mengatasi harga beras yang masih tinggi ini. Jika masalahnya bukan pada stok beras yang kurang, mestinya lebih mudah diatasi.
Jika distribusi jadi kendala. Maka itulah yang menjadi fokus untuk diperbaiki. Jika memang ada mafia yang mempermainkan harga, tindaklah dengan tegas. Jangan biarkan ada segelintir orang mengambil keuntungan di atas penderitaan rakyat dan mencoreng wibawa pemerintah.
Jangan biarkan rakyat makin lama menderita. Jangan sampai mereka marah karena lapar.