Jumat 17 Apr 2015 13:33 WIB

Respons Pasar

Red:

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Selasa (14/4) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 7,5 persen. Di antara faktor dipertahankannya BI Rate ini adalah optimisme responden pada 2015 terhadap pertumbuhan kredit yang semakin meningkat, berdasarkan survei perbankan oleh BI.

Dari hasil survei BI ini, pada kuartal I 2015, responden survei merevisi target pertumbuhan kredit 2015 menjadi 17,1 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil survei sebelumnya 15,7 persen.

BI menyatakan, ada beberapa hal yang membuat semakin optimistisnya pertumbuhan kredit pada tahun ini, di antaranya pertumbuhan ekonomi 2015 yang membaik, tekanan kenaikan suku bunga kredit turun, dan membaiknya kondisi kecukupan modal. Responden memprediksi menguatnya pertumbuhan kredit baru pada kuartal II 2015.

Setidaknya tiga perbankan nasional sepanjang tiga bulan awal tahun ini menurunkan suku bunga kreditnya. Bank Mandiri, BRI, dan BCA merespons kondisi ekonomi ini dengan menurunkan suku bunga kreditnya secara bervariasi.

Di sisi lain, perusahaan pembiayaan mengeluhkan melorotnya penyaluran kredit otomotif sepanjang kuartal I tahun ini dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan tingkat penyaluran kredit ini menunjukkan daya beli masyarakat terhadap kendaraan roda empat melemah.

Sejalan dengan yang terjadi pada sektor multifinance, seorang direktur bank swasta nasional ternama juga mengeluhkan lesunya perekonomian sepanjang tiga bulan pertama tahun ini. Salah satu yang terdampak dari pelemahan ekonomi ini adalah sektor properti. Praktisi perbankan itu menyebut lesunya perekonomian ini terlihat dari penjualan bisnis salah satu pendukung sektor properti, yaitu kaca yang turun hingga 30 persen.

Pada Rabu (15/4), Badan Pusat Statistik (BPS) merilis stagnasinya perkembangan ekspor sepanjang Januari-Maret. Tidak hanya komoditas primer, kinerja ekspor barang manufaktur turun dibandingkan setahun lalu. Hal yang tampak sejalan dengan penurunan penjualan otomotif adalah impor yang tercatat turun 15 persen, yakni impor barang modal 10,3 persen dan impor bahan baku atau penolong 16,2 persen. Jika dibandingkan dengan periode sama pada 2014, nilai ekspor selama kuartal I 2015 mengalami penurunan 11,67 persen. Sedangkan, impor turun 15,1 persen.

Konsistennya ekspor dan menurunnya impor membawa pesan lampu kuning bagi perekonomian nasional. Apalagi, jika penurunan impor itu terjadi pada barang modal atau bahan baku.

Hal ini menjadi sinyal telah terjadi penurunan produksi barang yang bahan bakunya ditopang dari impor. Bila demikian halnya, telah terjadi penurunan permintaan atas barang-barang tersebut di dalam negeri.

Semoga saja turunnya permintaan ini bukan lantaran lemahnya daya beli masyarakat. Juga bukan menjadi indikasi awal bagi perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagaimana diprediksi mantan menteri keuangan Chatib Basri. Chatib menekankan perlunya kehati-hatian karena komponen impor terbesar adalah barang modal dan bahan baku.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil memberi rasionalitas atas fenomena kekinian ini. Sofyan menganggap wajar anjloknya impor barang modal dan bahan baku/penolong sepanjang Maret. Dia yakin tren ini tak akan berlangsung lama karena pemerintah segera merealisasikan pembangunan infrastruktur.

Mantan menteri BUMN ini yakin, pertumbuhan ekonomi tak akan terganggu akibat lesunya kinerja ekspor dan impor sepanjang kuartal I. Saat ini, kata Sofyan, proses tender pembangunan infrastruktur masih berjalan karena APBNP 2015 baru disahkan pada Februari 2015. Begitu pembangunan infrastruktur dimulai, investasi terealisasi, impor pun akan meningkat dengan sendirinya, tentu impor yang bagus adalah impor barang modal.

Dalam kondisi demikian, cara yang bisa ditempuh adalah dengan mendorong agar proses tender pembangunan infrastruktur diselesaikan secepatnya. Sedikit saja terjadi bottlenecking pada proses tender ini, imbasnya akan berantai, merembet ke mana-mana.

Bukan tidak mungkin, pertumbuhan ekonomi jauh meleset dari yang ditargetkan pemerintah dalam APBNP 2015 sebesar 5,7 persen. Semua sinyal ini mesti mendapatkan respons dan antisipasi dini dari semua pihak terkait. Sinergi dan kerja sama yang baik antarinstansi dan lembaga, termasuk dengan pihak swasta, diharapkan dapat meminimalkan kemungkinan efek negatif kinerja ekspor-impor sepanjang kuartal I 2015.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement