Membaikkah pelayanan jamaah haji yang diberikan pemerintah tahun ini? Jawaban secara purna baru bisa dijawab setelah keseluruhan proses penyelenggaraan haji selesai.
Saat ini, tentu prosesnya masih panjang. Jamaah haji asal Tanah Air (gelombang pertama) bahkan baru memasuki fase masuk ke Kota Makkah setelah menyelesaikan sembilan hari di Madinah untuk melakukan arbain.
Fase Madinah memang tidak termasuk dalam rukun atau syarat sahnya haji. Namun, bagi jamaah haji Indonesia, pelayanan pada fase ini juga akan membekas di benak mereka. Akumulasi dari pelayanan selama di Tanah Air, Madinah, dan Makkah nantinya akan memberikan kesimpulan pada tingkat mana pelayanan haji tahun ini berada.
Penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah yang dikoordinasikan langsung oleh menteri agama. Dalam dua tahun terakhir, Badan Pusat Statistik (BPS) menyurvei kepuasaan jamaah haji terhadap penyelenggaraan haji oleh pemerintah. Hasilnya, masyarakat masih memberikan nilai biru alias pada tingkat memuaskan terhadap indeks pelayanan haji oleh pemerintah.
Dalam skala nol sampai 100, BPS membagi penilaian survei ke dalam empat kategori. Angka nol sampai 65 masuk kategori buruk, 65 sampai 75 sesuai, 75 sampai 85 memuaskan, dan 85 sampai 100 sangat memuaskan. Pada 2013 (1434 H), indeks pelayanan haji berada di angka 82,69. Angka indeks pelayanan haji menurun sedikit pada 2014 (1435 H) menjadi 81,52.
Untuk indeks tahun ini, BPS memang belum merilis angkanya lantaran penyelenggaraan haji masih berlangsung. Namun, dengan permasalahan visa yang menjadi mukadimah penyelenggaraan haji tahun ini, bisa jadi tren indeks pelayanan haji yang menurun dua tahun terakhir akan berlanjut. Bahkan, bisa jadi anjlok lebih dalam ke bawah angka 75.
Betapa pun jurus pemerintah menangkal "kecelakaan" pengurusan visa, kesemrawutan proses visa sudah telanjur mencerminkan ketidaksigapan pemerintah mengantisipasi masalah ini. Dalam UU 13/2008 (Pasal 7 dan Pasal 10), salah satu butir pelayanan haji adalah kewajiban pemerintah dalam melayani administrasi dokumen untuk pelaksanaan haji. Sayang, fakta yang ada justru banyak jamaah haji yang tertunda keberangkatanny saat jadwal terbang mereka sudah tiba. Penyebabnya, visa haji belum keluar!
Pengurusan visa haji ibarat hujan sehari yang menghapus kemarau setahun. Komitmen pemerintah meningkatkan pelayanan sebenarnya sudah berhasil ditunjukkan dengan penurunan nilai Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dari 3.219 dolar AS menjadi 2.717 dolar AS. Tapi, prestasi itu sia-sia terpukul masalah visa.
Walaupun urusan visa haji bukan kewenangan penuh Pemerintah Indonesia (ada domain Pemerintah Arab Saudi sebagai pihak pemberi visa), sengkarut ini bisa dihindari apabila pengajuan visa dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya. Pengajuan visa lebih awal bisa dilakukan bila waktu penetapan BPIH tidak terlalu berdekatan dengan musim haji.
Tahun ini, BPIH baru ditetapkan pada pekan ketiga April atau sekitar empat bulan dari jadwal pemberangkatan pertama jamaah haji Tanah Air. Dengan pemberlakuan e-hajj sebagai sistem baru penerbitan visa haji, tentu ada sejumlah ketentuan yang wajib dipenuhi pihak pemohon visa.
Dengan jumlah jamaah haji 168.800, pengurusan visa pada e-hajj ternyata tidak semudah sebelumnya. Akibatnya, banyak visa haji Indonesia yang tidak bisa diselesaikan tepat waktu.
Ke depan, pemerintah dan DPR seharusnya memikirkan cara mempercepat penetapan BPIH. Misalnya, BPIH ditetapkan satu tahun sebelum musim haji. Bahkan, kalau mau inovatif lagi, BPIH untuk dua atau tiga tahun ke depan sudah bisa ditetapkan sekaligus. Jika ada selisih nilai kurs atau harga pasar avtur, kekurangannya bisa ditutupi oleh negara.
Dengan demikian, tak hanya proses pengurusan visa yang mendapatkan waktu panjang, tapi kontrak perumahan, katering, dan transportasi pun bisa lebih cepat. Kalaupun ada regulasi yang menghambat percepatan penetapan BPIH, eksekutif dan legislatif harus mencari jalan keluar yang out of the box demi memberikan pelayanan kepada rakyatnya.