Sabtu 09 Jan 2016 13:00 WIB

Fenomena Ibu-Ibu Mencuri dan Kemiskinan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Fenomena Ibu-Ibu Mencuri dan Kemiskinan

Ibu-ibu mencuri. Inilah fenomena yang banyak terjadi akhir-akhir ini di sejumlah daerah. Miris karena pencurian biasanya adalah \"pekerjaan\" laki-laki. Lebih miris lagi karena modus pencurian tak sekadar mengutil barang di mal atau pertokoan. Di Makassar, Sulawesi Selatan, dua perempuan paruh baya membobol rumah korbannya. Mereka beraksi dengan bermodalkan mobil rental.

Dalam aksinya kedua ibu itu mencongkel jendela atau merusak pintu sasarannya. Benar benar profesional.

Fenomena ini menarik untuk diamati. Apa yang saat ini terjadi sehingga ibu-ibu yang seharusnya sibuk membesarkan anak-anaknya menjadi pengutil dan pencuri? Apakah mereka terpaksa menjadi pencuri karena desakan kebutuhan ekonomi, gaya hidup, atau sebab lain?

Bisa jadi memang fenomena ibu-ibu mencuri ini terkait dengan motif ekonomi. Secara umum, ekonomi Indonesia saat ini mengalami pelambatan. Pengangguran terjadi di mana-mana. Jumlah rakyat miskin juga meningkat.

Sementara, ketimpangan pendapatan dan angka kemiskinan menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution semakin mengkhawatirkan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut dia belum bisa menyempitkan jurang tersebut.

Berdasarkan laporan Bank Dunia belum lama ini, rasio gi ni yang menjadi indikator ketimpangan diprediksi sudah me nyentuh level 0,42 pada 2015. Pada 2000, rasio gini berada pada level 0,30 dan menjadi 0,41 pada 2014. 

Dalam skala rasio gini, angka 0 mewakili kesetaraan mutlak, dan angka satu mewakili ketimpangan mutlak. Sedang - kan, angka 0,4 persen seperti di Indonesia masuk dalam zona kuning. Zona merah dicapai saat rasio gini setidaknya 0,6 persen.

 
Jadi, angka 0,42 ini menunjukkan Indonesia sudah melewati zona kuning dan menunju zona merah. Sementara, da ta Badan Pusat Statistik dari Maret-September 2015 menunjukkan angka peduduk miskin mencapai 11,13 persen. 

Memang masih harus dibuktikan apakah pengangguran, kemiskinan, ketimpangan pendapatan itu memicu ibu-ibu mencuri. Tapi setidaknya, faktor itu bisa dijadikan penyebab selain gaya hidup.

Kita tentu tidak ingin fenomena ibu-ibu mencuri terus terjadi. Tugas utama ibu-ibu adalah mengurus rumah tangga, membesarkan anak-anaknya. Jika dimungkinkan membantu keluarga mencari nafkah, tapi tentu tidak dengan cara mencuri atau mengutil.

Kita bisa bayangkan bagaimana anak-anak dalam keluarga bisa tumbuh sehat jasmani dan rohaninya jika ibunya adalah sorang pencuri. Ibu adalah contoh teladan dalam keluarga.

Perilaku mencuri jelas bukan teladan yang baik.

Kasus-kasus ibu-ibu mencuri harus diungkap secara tuntas, dicari akar permasalahan agar tidak terus terjadi dan menimbulkan permasalahan besar. Jika yang mendorong aksi pencurian itu adalah ekonomi, sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto, berpendapat, cara pencegahannya tidak cukup hanya dengan pengawasan dan penegakan hukum.

 
Cara mencegahnya, menurutnya, pemerintah dan komunitas harus membantu mencarikan sumber-sumber penghasilan yang bukan dari kejahatan.
Dan, jangan lupa persoalan besarnya, pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan pendapatan. Di sinilah diperlukan kesungguhan pemerintah untuk mengatasinya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement