Sosok Dimas Kanjeng yang mengaku bisa melipatgandakan uang dan memiliki sekitar 6.000 pengikut ramai diberitakan. Dimas ditangkap karena diduga menjadi otak pembunuhan salah satu pengikutnya.
Yang menjadi keprihatinan kita, bagaimana bisa padepokan yang jelas-jelas sesat dan menyesatkan itu punya banyak pengikut? Pengikutnya pun menyetor sejumlah uang dengan nominal cukup besar.
Fakta ini tidak bisa diabaikan begitu saja oleh negara. Padepokan Dimas Kanjeng hanyalah satu dari sekian banyak pesugihan yang menjamur di Indonesia. Ini menandakan edukasi negara tidak cukup. Negara tidak memberikan pemahaman tentang akidah yang benar kepada rakyatnya.
Ditambah dengan kemiskinan yang menjadi kawan setia masyarakat Indonesia, serta ketidaktersediaannya lapangan pekerjaan membuat mereka gelap mata, hingga akhirnya terjun ke dunia semacam Padepokan Dimas Kanjeng itu.
Ini menjadi 'pekerjaan rumah' kita bersama, kualitas pendidikan perlu dibenahi. Bukan sekadar kualitas. Kualitas bagus, tapi tidak bisa diakses oleh masyarakat juga percuma. Masalah kemiskinan juga tanggung jawab negara yang belum terselesaikan.
Setelah reshuffle kabinet, APBN untuk daerah dipangkas, kemudian dialihkan untuk membayar utang luar negeri. Tidakkah ini bentuk ketidakberpihakan negara kepada rakyatnya?
Umi Himawati
Mulyorejo 219 A, Surabaya