Selasa 03 May 2016 14:00 WIB

Desakralisasi Ujian Nasional

Red:

Oleh: Sriyanto

Magister Pemikiran Islam, pembelajar, dan bekerja di Laboratorium FPIK Unsoed

Ujian Nasional (UN) sudah selesai untuk tingkat menengah atas, dan nantinya akan berlanjut ke tingkat pertama serta tingkat dasar. UN hendaknya disikapi secara wajar, jangan terlalu berlebihan, reaktif, dan bukan menjadi beban.

 

Sebagaimana evaluasi dalam pembelajaran biasa, tercapainya tujuan atau belum itulah yang harus disikapi dengan penuh tanggung jawab. UN telah satu dekade diberlakukan untuk menentukan kelulusan siswa dan menjadi standar pokok dalam melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Tahun ini, kesakralan UN agak sedikit berkurang karena tak lagi menjadi penentu kelulusan peserta didik. Pengalaman yang lalu telah membuktikan bahwa posisi keberhasilan dan masa depan siswa ditentukan hanya berdasarkan nilai UN. Bahkan, keberadaannya cenderung disakralkan. Sehingga, kegiatan belajar-mengajar di sekolah mengandalkan konsep yang sekadar mengajar siswa untuk terampil mengerjakan soal dengan cepat daripada memahami mata pelajaran secara mendalam. Pembelajaran cenderung mengejar angka dan mengesampingkan pemahaman ilmu yang bermanfaat. Meskipun UN bukan penentu kelulusan, hendaknya hal itu disikapi sewajarnya dengan penuh tanggung jawab tanpa kehilangan makna esensinya.

Kelulusan peserta didik berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian Nasional, dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah. Sesuai Pasal 2 Permen tersebut, dijelaskan bahwa peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan atau sekolah setelah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik, dan lulus ujian sekolah, madrasah, atau pendidikan kesetaraan, bukan sekadar lulus UN.

Peserta didik akan dinyatakan lulus apabila menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Berarti, ada gunanya peserta didik belajar giat pada setiap ada ulangan harian dan ujian kenaikan kelas. Prestasi belajar peserta didik selama di satuan pendidik ada manfaatnya. Tidak seperti dulu yang menjadikan nilai hasil UN sebagai parameter mengukur keberhasilan belajar peserta didik pada akhir tingkatan pendidikan.

Sebagai syarat kelulusan berikutnya adalah memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik.  Persyaratan ini hendaknya mampu mencerminkan kemanusiaan yang adil dan beradab.  Belajarlah agar beradab itu perlu ditekankan. Adab adalah tujuan utama dari proses pendidikan, sebagaimana tujuan pendidikan nasional yang menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Beradab kepada Tuhan yang telah menciptakannya, orang tua yang memperantarai lahirnya, dan para guru yang telah mendidiknya. Seharusnya, satuan pendidikan tidak akan meluluskan peserta didik yang tidak beradab. Peserta didik yang tidak menghormati guru, berani pada orang tua seharusnya tidak diluluskan.

Sekarang, peserta didik seharusnya tidak beranggapan hasil UN lebih penting dari semangat untuk menjadi pembelajar sejati. Memang, UN harus disikapi dengan penuh tanggung jawab, tapi bukan segalanya. Kewajiban utama manusia adalah mencari ilmu seumur hidup. UN merupakan ujian akhir tahunan. Sebagai pencari ilmu dalam menghadapi UN, tidaklah perlu melakukan kecurangan dan kejahatan lainnya. Kejujuran dari semua stakeholder juga diuji dalam UN. Peserta didik secara wajar mengerjakannya tanpa adanya pengaruh pihak manapun.  Semua tenang, tekun, teliti, terampil, dalam menyikapi UN. Dibutuhkan kesabaran secara totalitas dari semuanya. 

UN bukan segalanya

UN bukanlah yang menentukan kelulusan, apalagi kesuksesan. Berdasarkan Permen No 5/20015 menyatakan bahwa UN berfungsi untuk memetakan mutu program dan satuan pendidikan serta pertimbangan masuk jenjang pendidikan berikutnya. UN juga sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Berdasarkan fungsinya, hendaknya satuan pendidikan juga mampu memberikan yang terbaik pada peserta didik tanpa melakukan kejahatan pendidikan. Semua peserta didik SMA berhak meng-upload data untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi ini pun harus dicermati tanpa kecurangan sedikit pun. Jangan sampai, peserta didik dengan kriteria lulus kurang malah masuk satuan pendidikan yang lebih tinggi. Kelulusan nantinya akan bertingkat berdasarkan kecakapan dan kemampuan akademik, sehingga akan ada kriteria lulus sangat baik, baik, cukup, dan kurang.

UN juga berfungsi dalam pembinaan dan pemberian bantuan pada satuan pendidikan. Hal ini merupakan kesempatan jajaran terkait untuk merevolusi sikap para lulusan. Jikalau akhir-akhir ini sedang didengung-dengungkan revolusi sikap mental, sekaranglah mulainya dari peserta didik yang akan lulus. Karena, kelulusan berdasarkan sikap yang minimal baik.

 

Hendaknya, mulai sekarang sudah mulai diimbau untuk tidak terlalu terjebak dalam ingar bingar kelulusan dengan berbagai aksi yang tidak baik. Sudah menjadi kebiasaan yang tidak baik bahwa ketika ada pengumuman kelulusan, konvoi sepeda motor, corat-coret baju menjadi pemandangan umum. Imbauan untuk menyudahi aksi hura-hura itu seharusnya sudah direncanakan dan terus dilaksanakan secara masif, sistematik, dan terstruktur oleh pihak terkait.  Sikap para lulusan hendaknya menjadi cermin manusia yang beradab. Lebih baik, sebagai bukti syukur atas kelulusannya menyumbangkan pakaian dan sedikit hartanya untuk membantu sesama yang membutuhkan. Itu lebih bermanfaat.

 

Di sinilah fungsi pembinaan itu dimulai, membina peserta didik agar lebih beradab dan bermartabat. Adalah kesempatan jikalau ada satuan pendidikan yang masih membiarkan lulusannya dengan konvoi dan corat-coret diberikan hukuman berupa pengurangan bantuan. Sudah waktunya semua satuan pendidikan terkait membuktikan merevolusi sikap peserta didiknya sebagai upaya mengubah mentalnya.

Semoga, UN yang diselenggarakan secara serentak benar-benar dapat menjadi alat pengendali mutu pendidikan secara menyeluruh dengan tidak mengesampingkan prestasi-prestasi yang diraih oleh siswa sebelumnya. Hal ini, sekaligus dapat sebagai pendorong bagi peningkatan mutu pendidikan, sehingga pendidikan tidak menjadi perangkat yang membebani siswa untuk meraih masa depan yang dicita-citakan. Semoga pendidikan betul-betul menambah keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selamat menempuh UN, semoga lulusannya menjadi manusia yang beradab dan bermartabat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement