Sejarah DK PBB telah mencatat babak baru dalam menangani konflik Palestina dan Israel dengan diterimanya Resolusi DK PBB Nomor 2334 tanggal 23 Desember 2016 tanpa ada veto dari AS. Sedangkan AS sendiri bersikap abstain dalam pemungutuan suara dan 14 negara anggota lainnya menyetujui.
Sikap AS di bawah pimpinan Presiden Barack Obama yang bersikap abstain dalam akhir masa jabatannya telah mengubah pendirian AS yang selama ini selalu memveto resolusi yang merugikan Israel. Inti resolusi menegaskan pembangunan permukiman Yahudi di tanah Palestina yang direbut Israel dalam perang tahun 1967 meliputi wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur adalah ilegal. Resolusi yang tadinya disponsori oleh Mesir atas nama kaukus negara-negara Arab ditarik kembali oleh Mesir karena tekanan Israel dan presiden terpilih AS Donald Trump. Kemudian resolusi disponsori oleh Malaysia, Selandia Baru, Senegal, dan Venezuela.
Pertanyaannya sekarang, apakah resolusi DK PBB tersebut dapat dilaksanakan? Israel sendiri telah memberikan reaksi keras menolak resolusi DK PBB tersebut dan akan meninjau hubungannya dengan PBB. Sedangkan, presiden terpilih AS Donald Trump mengatakan bahwa segala sesuatunya akan berubah setelah ia dilantik tanggal 20 Januari 2017. Tujuan didirikannya PBB antara lain untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 1 ayat 1 Piagam PBB) dan untuk melaksanakan tujuan tersebut tanggung jawab dibebankan kepada DK PBB (Pasal 24 ayat 1 Piagam PBB). Sebagai salah satu jalan untuk menjaga perdamaian dalam kasus konflik Palestina dan Israel sejak tahun 1949 maka telah disetujui resolusi nomor 2334 tersebut.
Masalahnya, DK PBB tidak mempunyai instrumen atau alat untuk melaksanakan dan memaksakan keputusannya sendiri. Dalam Pasal 41 Piagam PBB disebutkan, "DK dapat memutuskan tindakan-tindakan apa di luar penggunaan kekuatan senjata harus dilaksanakan agar keputusan-keputusannya dapat dijalankan dan dapat meminta kepada anggota-anggota PBB untuk melaksanakan tindakan-tindakan itu, termasuk pemutusan hubungan ekonomi, transportasi, komunikasi, dan pemutusan hubungan diplomatik." Jadi DK PBB hanya sebatas mengimbau atau meminta kepada anggota-anggota PBB untuk melakukan tindakan terhadap negara yang mengganggu perdamaian dan keamanan dunia.
Tetapi apabila negara yang diberi sanksi atau diperintahkan oleh DK PBB untuk tidak melakukan sesuatu tindakan karena merasa dirinya kuat dan mendapat dukungan dari negara yang mempunyai hak veto di DK PBB akan menentang dan melawan keputusan DK PBB tersebut, PBB tidak dapat berbuat apa-apa.
Di luar mekanisme PBB, Prancis yang merupakan salah satu anggota tetap DK PBB dan mempunyai hak veto telah memprakarsai pertemuan internasional untuk membahas penyelesaian konflik Palestina dan Israel pada bulan Juni 2016 dan akan dilanjutkan pada tanggal 17 Januari 2017 di Paris. Tentunya dunia tidak mau dan tidak bisa terus-menerus disandera oleh sikap Israel yang menentang pendapat dunia yang direpresentasikan di PBB dan mencari jalan lain walaupun kemungkinan besar juga ditolak oleh Israel. Yang bisa mengubah sikap keras kepala Israel saat ini hanya AS dengan tidak mendukung Israel di PBB. Masalahnya, perubahan sikap AS yang direpresentasikan oleh Presiden Obama sudah menjelang masa jabatannya berakhir dan akan digantikan Donald Trump yang jelas-jelas telah menyatakan mendukung Israel.
Pengalaman Indonesia dalam sengketanya dengan Belanda mengenai masalah Irian Barat (Papua) memberikan pelajaran dan membuktikan hal itu. Selama itu Belanda tidak mau berunding dengan Indonesia untuk menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia karena merasa mendapat dukungan AS. Dalam perang dingin antara AS dan Uni Soviet (Rusia), Indonesia memainkan jurus merapat ke Uni Soviet (Rusia) dengan membeli persenjataan yang modern dan cukup besar untuk merebut Irian Barat mengakibatkan AS khawatir terjadinya gangguan perdamaian dunia karena langsung atau tidak langsung terlibatnya Uni Soviet (Rusia) dan khawatir meluasnya pengaruh komunis. Akhirnya diutus atau ditunjuk Dubes AS Eklsworth Bunker sebagai mediator perundingan Indonesia dengan Belanda sampai terjadinya persetujuan New York 15 Agustus 1962 pada akhirnya juga dengan melibatkan PBB.
Inilah tragedi dunia di mana Palestina telah disetujui oleh mayoritas anggota PBB (138 negara) dari 193 negara anggota PBB sebagai negara berdaulat di PBB cuma diberikan status sebagai negara peninjau non-anggota pada tanggal 29 November 2012 dan bendera Palestina mulai 30 September 2015 boleh dikibarkan di Markas Besar PBB New York, tetapi tidak mempunyai kekuatan apa-apa, suara pun tidak.
Salah satu jalan agar dapat menekan Israel agar mau melakukan perundingan damai dengan Palestina adalah kalau Majelis Umum PBB dan DK PBB mengeluarkan resolusi agar selama Israel tidak mau mengakui Palestina sebagai negara merdeka, mereka yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel memutuskannya sesuai Pasal 41 Piagam PBB. Atau paling tidak AS terus menekan Israel agar mau penyelesaian dua negara dengan Palestina. Apabila dukungan AS melemah atau berkurang, kemungkinan besar Israel akan mau dan tunduk pada kemauan dunia internasional. Tetapi melihat reaksi Donald Trump terhadap resolusi nomor 2334 DK PBB tersebut, kelihatannya itu sulit atau tidak akan terjadi. Walaupun demikian, kita masih mengharap ada terobosan pertemuan atas prakarsa Prancis tanggal 17 Januari 2017.
Mustakim
Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia/Mantan Diplomat