Rabu 10 Sep 2014 13:00 WIB

Habibie : Indonesia Kebangetan Sampai Impor Ikan dan Garam

Red:

Mantan presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, melihat selama ini sumber daya laut belum tergarap maksimal. Padahal, kekayaan laut kita sangat besar, termasuk rumput laut dan tanaman laut. Pada tahun 2010, misalnya, produksi rumput laut nasional mencapai tiga  juta ton.

Bahan-bahan di dasar samudera ini seharusnya bisa dimanfaatkan untuk bahan pangan dan obat-obatan. Syaratnya tentu saja pada riset dan penelitian yang kuat. "Sekarang kita impor ikan dan garam, itu kan kebangetan," katanya saat menghadiri Refleksi Tiga Tahun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di Jakarta,  Kamis (4/9).

Saat ini produk perikanan merupakan sumber protein hewani dengan tingkat konsumsi terbesar di Indonesia. Konsumsi produk perikanan mencapai sebesar 30,4 kg/kapita/tahun yaitu 72 persen konsumsi protein hewani/kapita/tahun, dibandingkan sumber protein hewani lainnya, seperti ayam, daging, dan telur.

Kondisi geografis Indonesia juga menguntungkan untuk pengembangan kegiatan perikanan. Akses sumber daya perikanan Indonesia begitu melimpah, baik perikanan perairan laut maupun air tawar. Sebanyak 76 persen luas permukaan Indonesia merupakan perairan laut. Selain itu, terdapat 5.500 sungai dan danau yang mengairi daratan Indonesia.

Namun, terlepas dari kondisi geografis yang potensial, Indonesia justru mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan domestik. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, pada 2009-2010, impor garam untuk konsumsi meningkat tajam sebesar 500 persen.

Sumber daya alam tambang juga belum digarap maksimal, termasuk minyak dan gas bumi. Untuk itu pengelolaan dari hulu dan hilir harus melibatkan perguruan tinggi yang khusus mengurusi pertambangan. Dengan demikian, segala kebijakan yang nanti diambil tepat guna dan tepat sasaran.

Pada kesempatan yang sama, Habibie juga menyisipkan pandangannya terkait kehadiran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam denyut nadi bangsa Indonesia. Ia mengaku tidak pernah setuju kehadiran subsidi tersebut sejak dahulu kala.

Layaknya seorang kakek yang menasihati para cucu intelektual  --sebutan Habibie untuk hadirin yang kebayakan mahasiswa-- ia percaya bahwa bangsa ini kaum penjuang. Masyarakat akan menerima penghapusan subsidi selama tujuannya jelas.  "Kalau berkorban agar anak cucu lebih tenteram, tentu tidak ada pihak yang dirugikan," kata Habibie, Kamis (4/9).

Menurutnya, daripada BBM yang disubsidi, jauh lebih baik jika pemerintah mengalokasikan dana untuk pembangunan, peningkatan kompetensi sumber daya manusia, kesehatan gratis, dan penyediaan modal kerja untuk usaha kecil serta menengah. Pengalihan juga harus disisihkan untuk pengembangan sumber daya energi nabati dan menggarap potensi laut. rep:meiliani fauziah  ed: irwan kelana

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement