REPUBLIKA.CO.ID, Sejak awal Februari 2015, harga beras di pasar bergejolak. Hampir di seluruh wilayah, harga bahan pangan pokok rakyat Indonesia ini mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Bahkan untuk wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, rerata kenaikan harga beras mencapai 30 persen.
Namun, Kementerian Pertanian memastikan, kenaikan harga beras bukan karena langkanya beras. Ketersediaan beras secara nasional masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga beberapa bulan ke depan. Saat ini, pasokan di Badan Urusan Logistik (Bulog) sekitar sembilan juta ton yang merupakan hasil panen Januari hingga Februari. Jumlah itu akan bertambah karena musim panen masih berlangsung pada Maret dan April mendatang. “Jadi, beras aman,” kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman.
Kenaikan harga beras membuat Kementerian Pertanian terheran-heran. Mentan beralasan, saat melakukan panen raya di beberapa provinsi, antara lain, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Bengkulu, dan Riau, dia tidak menemukan adanya masalah dalam hal produksi. Selain itu, kata Amran, dari operasi pasar yang dilakukan pemerintah secara dadakan di beberapa provinsi menyimpulkan bahwa beras tersedia di gudang Bulog, di lumbung masyarakat, di penjual beras, dan di masyarakat yang rata-rata memiliki simpanan 20-30 kilogram. “Saat ini juga saya terus turun ke daerah dan melakukan panen raya. Sejauh ini tidak ada masalah produksi,” katanya.
Saat melakukan panen raya di Desa Ngebruk, Kecamatan Sumber Pucung, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Mentan mengatakan, tingginya harga beras sudah tidak masuk logika. Alasannya, harga gabah di tingkat petani hanya Rp 4.500 sampai Rp 4.700 per kilogram. Artinya, harga beras di pasar seharusnya berkisar antara Rp 8.700 sampai Rp 9.000 per kilogram. Menurut Amran, jika harga beras di pasar Rp 12 ribu per kilogram, seharusnya harga gabah di tingkat petani mencapai Rp 9.000 per kilogram.
“Harga gabah di petani kami cek tetap, harga gabah di petani hanya Rp 4.500 sampai Rp 4.700. Jadi, (kenaikan harga beras) ini memang sudah tidak masuk akal,” ujar Amran.
Untuk meredam gejolak harga beras, Amran menuturkan, berdasarkan hasil rapat kerja kabinet bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla beberapa hari lalu, operasi pasar dengan menyediakan 300 ribu ton beras tetap digelar. Kegiatan itu mulai dijalankan oleh Bulog di beberapa daerah. Adapun hasilnya, harga komoditas kebutuhan pokok rakyat Indonesia ini mulai turun.
Mentan melanjutkan, stok beras nasional saat ini mencapai 11,3 juta ton yang berasal dari cadangan rumah tangga Indonesia sebanyak 6,7 juta ton, Bulog 1,6 juta ton, serta beras yang ada di pasar sebanyak dua juta sampai tiga juta ton. Produksi beras nasional akan semakin berlimpah karena daerah lumbung padi nasional akan mengalami panen raya dalam waktu empat bulan pada awal tahun ini. Adapun luas tanam padi yang bakal dipanen hingga April mencapai 6,74 juta hektare. Hasil panen empat bulan awal diperkirakan akan menambah stok beras nasional. “Tambahan stok ini sudah melebihi kebutuhan beras nasional yang rerata per bulan hanya 2,5 juta sampai 2,6 juta ton,” katanya.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring menambahkan, secara hitungan di atas kertas, stok beras hasil panen Februari akan surplus dibandingkan posisi stok Januari. Hal inilah yang menjadi dasar pemerintah optimistis tak perlu mengimpor beras. “Apalagi, cuaca awal tahun ini cukup bagus,” ujar Hasil.
Mengenai produksi padi 2015, Hasil menerangkan, Kementerian Pertanian menetapkan target produksi padi sebesar 73,4 juta ton dengan asumsi luas tanam seluas 14.578.783 hektare. Luas tanam padi ada penambahan seluas 317.006 hektare dibandingkan dengan 2014 yang luas tanamnya 14.261.776 hektare. Sedangkan, luas panen pada 2015 diharapkan seluas 14.091.226 hektare atau ada penambahan seluas 322.907 hektare dibandingkan 2014 yang seluas 13.768.319 hektare. “Dengan asumsi 34 provinsi memenuhi target dan berjalan normal, target 73,4 juta ton GKG akan terpenuhi,” katanya.
Dia melanjutkan, prognosis produksi padi pada Januari sebesar 3.213.522 ton GKG, Februari 6.752.710 ton GKG, dan Maret atau saat puncak panen raya mencapai 12.253.080 ton GKG. Produksi padi periode Januari-April 2015 tersebut berdasarkan angka realisasi luas tanam Oktober-Desember 2014. Sedangkan produksi Mei-Desember 2015, prognosis berdasarkan dukungan upaya khusus (Upsus) selama 2015.
Dengan adanya program Upsus untuk pencapaian swasembada pangan, khususnya padi, yang digulirkan pemerintah pada 2015, prognosis produksi menjadi 75 juta ton GKG. Angka ini, menurut Hasil, bisa terwujud dengan catatan ada peningkatan produksi sebesar 4.392.769 ton atau ada penambahan 6,22 persen dibandingkan Aram II 2014 sebesar 70.607.231 ton GKG.
“Peningkatan produksi dimungkinkan dengan perbaikan sarana irigasi, pemberian bantuan benih, alsintan, pupuk, serta pemberdayaan penyuluh pertanian,” ujar Hasil.
Hasil menjelaskan, Kementerian Pertanian hingga saat ini telah melakukan kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada, Universitas Hasanuddin, Universitas Lampung, dan juga melakukan MoU dengan TNI dalam rangka pemberdayaan Babinsa untuk penanganan distribusi pupuk dan sarana pertanian lainnya. Dengan demikian, berdasarkan perkiraan kalkulasi data di atas, Hasil meyakini swasembada beras akan tercapai.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indonesia Winarno Tohir menyatakan, pada Februari, luas panen mencapai 1,3 juta hektare dengan produksi GKP sekitar 6,5 juta ton atau setara dengan 3,6 juta ton beras. Produksi akan makin melimpah pada Maret-April karena hampir semua wilayah di Indonesia akan memasuki panen raya.
Winarno pun meyakini, produksi padi sepanjang tahun ini akan melimpah. Apalagi, semangat pemerintahan baru yang begitu menggebu untuk menggenjot produksi padi demi mengejar swasembada beras pada 2017. Komitmen pemerintah ini menimbulkan optimisme para petani untuk terus mendongkrak produksinya. “Target pemerintah 75 juta ton GKP sepertinya bukan mustahil dengan melihat semangat pemerintah, tinggal nanti seperti apa cuacanya,” kata Winarno. rep: Bowo Pribadi, Rizky Jaramaya c74/c81/antara ed: Eh Ismail