Salah satu isu yang muncul khu susnya di media sosial pada saatsaat pemilu seperti ini adalah ada nya fenomena salah satu pasangan calon presiden yang mendapat dukungan dana dari masyarakat untuk keperluan kampanye. Ada banyak pendapat terkait feno mena ini, ada pihak-pihak yang memuji dan ada pula yang kurang sepakat. Di tengah-tengah banyaknya pendapat terkait fenomena tersebut, mungkin akan lebih baik jika kita melihat praktik terkait di negara yang lebih matang dalam hal berdemokrasi.
Di Amerika Serikat (AS), praktik pengum pulan dana yang dilakukan oleh para kons tituen politik (voters) untuk aktor-aktor poli tik yang didukungnya adalah hal lumrah. Pa da pemilihan presiden AS tahun 2012 lalu misalnya. Ketika kampanye berlangsung, Oba ma dan Romney tidak hanya mengum pulkan dukungan, tapi juga dana untuk keperluan kampanye-kampanye berikutnya. Cara mengumpulkan sumbangan dana un tuk keperluan kampanye dari para kons tituen bagi aktor politik dukungannya pun bermacam, ada yang langsung memberikan saat kampanye terbuka berlangsung, tran sfer, hingga terakumulasi dalam harga tiket sebuah acara yang dilakukan oleh pasangan calon tertentu.
Masyarakat kita tampaknya masih belum terbiasa dengan sistem seperti ini, penye babnya pun beragam, salah satunya masya rakat kita secara mayoritas dapat dianggap masih terlalu lemah dalam hal ekonomi dan cen derung pasif dalam berpolitik. Dapat dikatakan tidak ada voter yang bersedia mengeluarkan tenaga dan dana untuk men dukung aktor politik idolanya secara suka rela. Malah yang terjadi adalah voters men jadikan para politisi yang bersaing sebagai sapi perah. Kesimpulannya, yang terjadi di masyarakat kita adalah; jangankan me nyum bang untuk sang politisi pilihan, memilih pun tak mau jika tidak ada bayarannya rannya.
Membangun Tradisi Baru Kemudian munculnya fenomena pengumpulan dana untuk keperluan kampanye oleh salah satu pasangan capres tertentu pada pemilu pre siden kali ini sebenarnya dapat dikatakan sebagai tradisi baru dalam sistem dekokrasi di indonesia. Masyarakat yang selama ini terdidik untuk menerima bayaran baru ber sedia untuk memilih pasangan calon ter tentu kini tengah di re-edukasi untuk men dukung sepenuh hati kandidat pilihannya tanpa iming-iming yang pragmatis sesaat.
Kita selama ini terus khawatir dan dipusingkan dengan keadaan dimana telah berkuasa, para pemimpin kita sibuk untuk mendapatkan kembali modal yang telah mereka keluarkan dari kantung pribadi selama kampanye. Dan beberapa yang lain malah menjadi kaki tangan korporasi ketika telah terpilih, karena telah menjadi sponsor selama kampanye berlangsung.
Kita tentu tidak ingin hal tersebut terus terjadi, kita tentu tidak ingin memilih orangorang yang nantinya akan menjadi pemimpin kita sibuk mencari balik modal dan menjadi kaki tangan korporasi ketika telah berkuasa. Oleh karena itu mata rantai tersebut harus ki ta putus, dan pengumpulan dana oleh masyarakat dapat dijadikan sebagai salah satu tradisi yang tepat.
Sehingga tidak pantas jika ada pasangan calon yang mendapat sumbangan kampanye dari masyarakat lantas dikatakan sebagai pengemis dan menguras uang masyarakat untuk kepentingan pribadi. Karena itu adalah bentuk kepercauaan yang nyata dari masyarakat pada politisi pilihannya, menghina pemberian sumbangan itu berarti menghina kepercayaan rakyat.
Oleh: Dani Fadillah, M.A.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahan