Kegembiraan bagi seorang siswa SMA saat memasuki masa kuliah mulai terasa saat melihat namanya diumumkan sebagai mahasiswa baru yang diterima di perguruan tinggi idaman.
Menyandang status mahasiswa merupakan suatu kebanggaan. Hal itu dialami Satria Pangestika yang ingin memanfaatkan masa kuliahnya dengan kegiatan bermanfaat. Mahasiswa jurusan Matematika Universitas Muhammadiyah Purwokerto ini merasa sedikit menyesal lantaran masa SMA-nya dulu hanya dihabiskan untuk sekolah atau kursus tanpa mengikuti kegiatan ektrakurikuler di sekolah. Pada masa kuliah ini, Satria ingin mencoba banyak aktivitas di kampus untuk "membayar utang" pada masa SMA-nya dulu.
CEO General Electric Indonesia Handry Satriago mengatakan, menyelesaikan studi tepat waktu merupakan suatu kewajiban. Namun, hanya belajar apa yang ada di dalam kurikulum dan tidak mencari aktivitas di luar kuliah, menurutnya, hanya akan menghasilkan lulusan yang standar. Sebaliknya, jika ingin menjadi lulusan yang di atas standar, kata Handry, perlu melakukan banyak kegiatan positif di luar kampus. Apalagi, ketika masih muda.
Ketua Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan 11 Muhammad Sigit Susanto mengatakan, untuk bisa bersaing di era seperti sekarang ini, tak cukup hanya mengandalkan hard skill saja. Selagi mahasiswa, menurutnya, perlu mencari pengalaman dengan berbagai kegiatan agar bisa menjadi mahasiswa plus-plus.
Lulusan terbaik Jurusan Proteksi Tanaman angkatan 46 IPB pada April lalu ini mengatakan, untuk bisa menjadi mahasiswa plus-plus, perlu memperbanyak teman dan jaringan. Manfaat itu yang nanti kelak akan terasa ketika sudah lulus. Ketika yang lain masih bingung mencari kerja, ia justru bingung karena banyak tawaran dari kawan-kawan jaringannya.
Pria asal Asahan, Sumatra Utara, yang semasa kuliah aktif di BEM dan paskibra ini sekarang sedang dalam wawancara tahap akhir untuk bekerja di bidang sertifikasi pertanian. Sembari bekerja, ia juga akan kursus untuk persiapan kuliah di Belanda.
Apa yang dialami Sigit sekarang ini tidak bisa didapatkan hanya dengan berkuliah saja. Banyak kemudahan yang ia alami sebagai "berkah" mengikuti organisasi mahasiswa (ormawa) dulu. Hal ini juga sangat berguna ketika hendak memasuki dunia kerja.
Menurutnya, semua mahasiswa yang baru lulus akan mengalami "jetlag" ketika memasuki awal dunia kerja. Namun, bagi orang yang aktif dalam berbagai ormawa, relatif akan lebih mudah beradaptasi. Namun, ia mengungkapkan, meski aktif di ormawa, bukan berarti harus mengesampingkan prestasi akademik.
Memadukan keduanya
Sigit mengatakan bahwa prestasi akademik merupakan amanah dari orang tua untuk belajar. Jadi, menjadi mahasiswa dengan IP tinggi atau menjadi aktivis bukanlah pilihan karena jika bisa dilakukan dengan benar, keduanya bisa diperoleh dalam waktu bersamaan. "Kuliah itu amanah orang tua yang tidak bisa ditawar, sekarang kita mencari bonusnya dengan mengikuti berbagai kegiatan," katanya.
Agar kuliah dan organisasi berjalan lancar, Sigit membuat perencanaan selama kuliah. Harus ada goal yang dituju dan rencana aksi yang dilakukan selama kuliah. Misalnya, pada tahun pertama ingin aktif organisasi, tahun kedua ingin aktif di wirausaha, tahun ketiga ingin konsen mengikuti lomba-lomba, dan tahun keempat ingin aktif pada pengembangan masyarakat.
Cara ini cukup berhasil. Dengan mencatat rencana aksi yang ingin dilakukan sebelum lulus, Sigit akhirnya juga berhasil menginisiasi "gerakan inovasi untuk Indonesia". Gerakan ini akan memadukan teknologi tepat guna untuk diaplikasikan di masyarakat.
Saat ini, mereka sedang menjalankan proyek membantu masyarakat Desa Leuweung
Kolot, Bogor, Jawa Barat, untuk mengolah limbah tahu menjadi biogas. Gerakan ini kemudian menjadi lokasi transit mahasiswa IPB sebelum lulus hingga pascakampus.
Praktisi Pendidikan Asep Sapa’at mengungkapkan, untuk menjadi mahasiswa plus-plus, perlu mendapat dukungan kampus. Perguruan tinggi tidak cukup hanya melatih kompetensi mahasiswa, tetapi juga karakter mahasiswa. Semua itu bisa didesain kampus untuk diturunkan kepada ormawa dalam menjalankan kegiatan mereka. Yang perlu diingat, dalam melakukan kegiatan akademik maupun nonakademik perlu dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Ormawa bisa menjadi sarana untuk berlatih soft skill, public speaking. Di sisi lain, menurutnya, ormawa juga perlu membangun nilai-nilai kelembagaan. Ormawa harus memiliki figur-figur isnpiratif untuk mendorong mahasiswa terpacu mengikuti kegiatan tersebut.
Asep juga mengingatkan agar ormawa mewarisi nilai-nilai yang sesuai dengan
dunia pendidikan. Jangan sampai, dalam kegiatan ormawa justru bertentangan dengan niali-nilai pendidikan. "Membangun lembaga itu mudah, membangun kelembagaaan yang sulit karena bagaimana lembaga bisa mewariskan nilai-nilai positif kepada orang lain," ujarnya. rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad