Keberhasilan proses belajar mengajar salah satunya ditentukan melalui penerapan kurikulum yang tepat. Karena itu, dalam pembuatan kurikulum selain dapat diterima dengan baik oleh siswa, kurikulum hendaknya juga mampu menjawab kebutuhan zaman.
Tahun ajaran 2014-2015 ini pemerintah telah berupaya menerapkan secara penuh Kurikulum 2013 dalam sistem pendidikan nasional. Berbeda dengan Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang umumnya menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran, di Kurikulum 2013 pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa dituntut lebih aktif mengeksplorasi kemampuan diri dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana perubahan yang hampir selalu mengundang banyak reaksi, pemberlakuan Kurikulum 2013 juga menuai berbagai sikap pro dan kontra dari masyarakat.
Di berbagai perbincangan, termasuk di sosial media, banyak anak yang mengaku bingung dan kaget dengan kurikulum baru ini. Mereka khawatir kurikulum ini membebani mereka.
Darmawan, salah seorang orang tua siswa, selalu mengingatkan anaknya yang bersekolah di kelas X SMA Negeri 21 Jakarta untuk aktif dan tidak ragu bertanya mengenai apa saja yang tidak dipahaminya selama belajar di sekolah.
Wakil Kepala Bidang Kesiswaan SMK Muhamadiyah I Sleman Suwarta mengatakan bahwa saat ini siswa maupun guru masih dalam proses adaptasi. Dari semula peranan guru yang menjelaskan dan "berceramah" di depan kelas, kini berubah fungsi. Guru hanya menjadi fasilitator di dalam kelas.
Meski pola ini baik diterapkan, menurutnya, sarana dan prasarana di tiap-tiap sekolah berbeda. Ketika siswa diminta aktif mencari hal baru yang umumnya bersumber dari internet, tidak semua anak memiliki internet. Ini menjadi suatu kendala dalam implementasi kurikulum.
Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Sunaryo Kartadinata mengatakan bahwa dunia pendidikan mau tidak mau harus mengawal kebijakan penerapan Kurikulum 2013 ini lantaran sudah menjadi suatu keputusan. Menurutnya, bisa dimaklumi jika pada awal banyak siswa atau orang tua yang mengeluh atau masih bingung dengan kurikulum ini.
Selain baru, pemberlakuan itu juga dilaksanakan serentak tanpa ada proyek percobaan terlebih dahulu yang bisa dilihat hasil implementasinya. Banyaknya keluhan yang mengatakan beban belajar akan lebih tinggi, merupakan hal yang wajar lantaran selama ini siswa lebih banyak mencatat, menghafal, dan mengerjakan LKS. Sedangkan, proses belajar agak terabaikan.
Dengan berlakuknya Kurikulum 2013, seolah-olah siswa harus kerja ekstra keras di sekolah. Tugas siswa menjadi lebih banyak. "Anak-anak harus aktif. Saya kira mereka kaget karena selama ini pembelajaran tidak seperti itu. Memang harus ada pendampingan yang bagus (untuk mengawal kurikulum baru ini)," katanya.
Menurut Sunaryo, keadaan ini akan berangsur pulih. Ia mengatakan bahwa ide Kurikulum 2013 diniatkan pada keinginan untuk memperbaiki proses pendidikan sehingga bisa menghasilkan pembelajaran yang bermutu. Beban belajar yang tampak berat ini disebabkan belum terbiasa. Yang terpenting, guru harus selalu dibangun sisi kecakapannya untuk bisa memberikan pengalaman belajar yang lebih baik. "Saya melihat, guru harus kreatif mencari bahan dari berbagai sumber," katanya.
Terlepas dari segala pro dan kontra yang memang sudah ada sejak awal dirancangnya Kurikulum 2013, saat ini sebagai momentum yang tepat agar Indonesia tidak menjadi bangsa yang makin rumit. Sebaik apa pun kurikulum jika tidak diimplementasikan dengan baik, akan menimbulkan kekacauan.
Sunaryo mengungkapkan bahwa saat ini yang terpenting, yaitu masalah pendampingan agar guru bisa melakukan implementasi kurikulum tersebut. Campur tangan pemerintah multak diperlukan agar guru mampu mengembangkan diri dengan baik sehingga bisa meramu menu dalam Kurikulum 2013 ini menjadi gizi yang diperlukan anak didik.
Meski Kurikulum 2013 berbasis pada keaktifan siswa, bukan berarti tugas guru menjadi lebih ringan. Menurut Sunaryo, tugas guru bahkan menjadi lebih berat lantaran fasilitator ini harus pandai memancing agar siswa bisa aktif.
Bukan hal yang mudah jika pada awalnya siswa belum terbiasa dengan suasana belajar yang demikian. Guru juga harus menilai perkembangan siswa secara individual.
Program pendamping
Yufita Lia Andari, staf pengajar di SMK Muhamadiyah I Sleman, Yogyakarta, mengatakan kKurikulum 2013 ini menuntut guru memberikan penilaian menyeluruh bagi seluruh siswanya. Penilaian mulai dari aspek pengetahuan, keterampilan, hingga sikap atau perilaku. Untuk penilaian khusus sikap saja, harus ada 30 item penilaian yang harus diberikan kepada siswa.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Musliar Kasim optimistis Kurikulum 2013 ini menjadi suatu instrumen untuk menjadikan pendidikan Indonesia lebih baik. Pembuatan kurikulum tersebut sudah melibatkan pakar-pakar pendidikan yang sepakat proses belajar dari siswa akan memengaruhi kualitas pendidikan yang ujungnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Adanya kendala teknis, seperti keterlambatan buku, menurutnya, bisa disiasati dengan cara lain, misalnya memfotokopi dari CD materi yang lebih dulu dikirimkan. Pemerintah juga akan memberikan pendampingan kepada guru-guru yang belum 100 persen memahami Kurikulum 2013 dengan mengirimkan guru senior yang lebih paham.
Pendampingan ini rencananya akan mulai dilakukan pada September. Kemendikbud juga menyediakan "klinik konsultasi pembelajaran" sebagai suatu media online untuk tempat bertanya bagi guru yang mengalami kendala dalam memberikan pembelajaran ideal, seperti harapan Kurikulum 2013.
rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad