Polisi lalu lintas selalu dibuat pusing lantaran pengguna jalanan yang brutal. Hampir selalu bisa ditemukan pengguna jalan yang nekat melanggar rambu-rambu lalu lintas. Sikap tidak tertib seperti ini kian jamak ditemui di mana saja.
Fenomena ini juga memunculkan berbagai keheranan. Salah satunya Siti Yulianita (26 tahun). Ibu rumah tangga yang mengaku gemas lantaran banyak orang yang tidak bisa tertib. Ketika sedang berada di rumah makan, misalnya, tak sedikit orang yang tanpa merasa bersalah menyerobot antrean orang sebelumnya. "Jadi teringat pernah dengar orang Australia lebih takut anaknya tak bisa antre daripada tidak pintar menghitung," ujar dia.
Patuh terhadap aturan dan membudayakan mengantre hanyalah sebagian kecil dari cerminan dari pendidikan karakter. Guru Besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Soedijarto, mengatakan, pendidikan karakter berperan penting dalam menjalankan kehidupan.
Sekolah menjadi salah satu wadah untuk melatih pembentukan karakter. Sekolah atau dunia pendidikan tidak hanya mengajarkan kemampuan akademik saja. Dalam filosofi pendidikan, pembentukan karakter adalah hakikat dari pendidikan itu sendiri.
Menururut dia, inti dari pendidikan bukan hanya mengajarkan pengetahuan, namun mengajarkan karakter bagaimana bersikap dan berkehidupan. Ilmu pengetahuan yang diberikan melalui pelajaran juga semuanya harus mencerminkan pendidikan karakter. Di situlah seorang anak bangsa akan dididik menjadi manusia yang baik. "Kalau pelajaran Fisika maka guru juga harus mencontohkan bagaimana bersikap yang baik di dalam lab, ini bentuk pendidikan karakter. Fisika hanya sebagai alat," katanya.
Menurutnya, pembentukan karakter merupakan esensi dari pendidikan. Tanpa adanya pendidikan karakter, kehidupan menjadi kacau. Tanpa ada pendidikan karakter, anak-anak sekolah akan dengan mudahnya melakukan tawuran. Tanpa pendidikan karakter, orang terpelajar dengan mudahnya melakukan korupsi. Seperti melukis di atas air, tak mudah dalam memberikan pendidikan karakter.
Konsistensi terhadap tujuan pendidikan menjadi kunci pentingnya. Di luar negeri, pendidikan karakter bisa diterapkan karena adanya konsistensi dari semua pemangku kepentingan dalam menjalankan aturan. Termasuk penegak hukum yang bisa bersikap tegas dan konsisten. Inilah yang menurut dia menjadi salah satu kendala dalam pendidikan karakter di Indonesia. Ketidaktegasan dari penegak hukum menyababkan banyak banyak pelanggaran yang bisa dikompromikan.
Dimulai sejak dini
Direktur Bina Sarana Informatika (BSI) Naba Aji Notoseputro mengatakan, pendidikan karakter perlu dimulai sejak dini dari lingkup keluarga. Pendidikan agama, menurut dia, menjadi kunci penting dalam pendidikan karakter. Semua agama mengajarkan kejujuran, kedisiplinan. "Mulai dari keluarga, ujung tombaknya keluarga," kata dia.
Naba mengatakan, perlu waktu yang lama dalam membangun dan membentuk karakter. Membangun karakter, kata dia, tak cukup dalam setahun atau dua tahun. Membangun karakter tidak sama dengan belajar ilmu-ilmu pengetahuan yang bisa dikebut selama waktu tertentu. Membangun karakter merupakan investasi jangka panjang yang manfaatnya belum tentu bisa diambil seketika.
Menurut dia, masa-masa sedari TK, SD, hingga SMA merupakan masa yang paling tepat untuk membangun karakter. Sejak dini, anak-anak harus diajari bagaimana sopan santun, hormat kepada orang tua, disiplin, dan nilai-nilai yang diharapkan akan mengakar ketika sudah dewasa. "Kalau karakter harus dibiasakan, sebaiknya ketika anak TK-SMA jangan begitu dibebani dengan hardskill, utamakan pembentukan karakternya dulu," katanya.
Lain pada pendidikan dasar menengah, lain pula di pendidikan tinggi. Menurutnya, proses pembentukan karakter di pendidikan tinggi hanya tinggal melanjutkan apa yang sudah ada sejak pendidikan dasar dan menengah. Pada usia yang lebih dewasa, pembentukan karakter relatif lebih mudah karena dilakukan dengan kesadaran sendiri.
Karakter bisa dibuat dengan berbagai instrumen kebijakan. Untuk terus mengingatkan pentingnya pendidikan karakter, di BSI diajarkan mata kuliah pendidikan karakter sebanyak dua SKS. Mahasiswa diberikan motivasi untuk membangun karakter yang baik. Hal itu kemudian diimplementasikan dalam kehidupan sehari- hari di kampus.
Mahasiswa dilatih kesadarannya bagaimana bersikap sopan dengan masyakarat, diajarkan bagaimana beretika di kampus. Pihaknya tidak mengizinkan mahasiswa merokok di kampus. BSI juga tegas bagi mahasiswa yang mencontek karena itu menunjukkan ketidakjujuran. "Kalau mahasiswa saja sudah mencontek, ketika menjadi pejabat orang itu tidak akan amanah," katanya.
Pihak kampus juga bekerja sama dengan masyarakat sekitar untuk mengawasi anak didik. Pendidikan karakter tidak hanya diperoleh dari kampus, tapi juga dari masyarakat. Sebagai timbal balik, pihak kampus melakukan pengabdian masyarakat agar bersama-sama membentuk pola interaksi yang saling memberikan manfaat.
Selain pendidikan karakter sebagai nilai individu, Naba mengingatkan perlunya dibangun karakter kebangsaan. Rasa cinta Tanah Air perlu terus dipupuk dalam jiwa generasi muda. Karakter kebangsaan ini perlu ditumbuhkan secara perlahan. Kuncinya, negara harus berupaya menyejahterakan masyarakatnya dulu agar tumbuh jiwa nasionalisme pada masyarakatnya. rep:dwi murdaningsih ed: hiru muhammad