JAKARTA — Keberpihakan televisi terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) sudah kebablasan. Anggota Komisi I DPR Max Sopacua menyatakan, keberpihakan itu terlihat jelas dari konten berita yang ditayangkan.
Max menilai, televisi memojokan capres-cawapres yang tidak mereka dukung dan mengagungkan capres-cawapres yang mereka dukung. "Saya pikir sudah luar biasa keberpihakan media," kata Max kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (19/6).
Pemilihan Presiden 2014 diikuti dua pasangan capres-cawapres, yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Max menyatakan, televisi pun terbagi dalam dua blok, yakni pendukung Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK.
Sebagai mantan wartawan TVRI era Orde Baru, Max mengaku sudah terbiasa dengan fenomena ini. Namun begitu, dia mengingatkan agar media tidak melupakan kepentingan publik di tengah keberpihakan politik. "Saya mengerti media terbelah, ada yang memihak Jokowi dan Prabowo. Tapi, persoalannya, bagaiamana mengakomodasi kepentingan masyarakat," ujarnya.
Para penanggung jawab stasiun televisi mesti menyadari pentingnya menyajikan berita yang berimbang. Sebab, televisi menggunakan frekuensi publik dalam menyampaikan siaran. Max mencontohkan, televisi sebaiknya tetap memberi ruang tampil kepada capres-cawapres yang tidak mereka dukung. "Yang penting cover both side. Jangan kritik atau membela berlebihan," kata dia.
Max juga menyayangkan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang terbatas sehingga tidak bisa berbuat banyak menyikapi pertarungan politik di antara media televisi. "KPI hanya bisa memberi peringatan," kata dia.
Ketua Bidang Isi Siaran Komisi Penyiaran Indonesia Rahmat Arifin mengimbau semua televisi untuk menjaga independensi dan keberimbangan pemberitaan dalam pilpres pada 9 Juli 2014. "Karena kalau tidak dilakukan masyarakat akan dirugikan," kata dia dalam diskusi Peliputan Pemilu Presiden, Rabu (18/6).
KPI sudah melakukan tindakan terhadap dua televisi, Metro TV dan TV One, berkaitan dengan independensi pemberitaan. Kendati demikian, Rahmat menyatakan, KPI akan terus melakukan pemantauan.
"Kami akan terus memantau, jika setelah ini azas berimbangan masih tidak ditegakkan, KPI akan menempuh langkah-langkah berikutnya, bisa saja teguran kedua atau tindakan lainnya," kata dia.
Tindakan yang sudah dilakukan, Rahmat menjelaskan, teguran hingga pemanggilan pemimpin redaksi kedua televisi itu pada Senin (16/6). "Kami meminta dua pimpinan redaksi untuk lebih ketat lagi mengawasi output pemberitaan (berita yang sudah ditayangkan)," ujar Rahmat.
Pada 17 Juni, KPI melayangkan surat dari hasil pertemuan itu yang diturunkan menjadi beberapa butir pernyataan yang intinya untuk lebih menekankan pemberitaan berimbang. KPI menyoroti dua televisi swasta tersebut karena Metro TV lebih sering memberitakan Jokowi-JK dan TVOne lebih berat pada Prabowo-Hatta.
Dia mengutarakan, ketidakberimbangan itu dilihat dari banyaknya durasi, frekuensi, dan nada atau tone pemberitaan. "Apakah MNC Grup dan Trans TV itu tidak ada? Ada, tapi memang tidak intens seperti dua televisi ini," kata dia. muhammad akbar wijaya/antara ed: ratna puspita