Jumat 04 Jul 2014 16:00 WIB

Rawan Pemilu di Perbatasan

Red:

Persiapan pelaksanaan pencoblosan untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2014 di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, hampir pungkas. Sebagian besar logistik sudah sampai di daerah tersebut.

"Hasil pantauan kami di Kabupaten Belu, menunjukkan adanya persiapan yang baik yang menuju kesempurnaan dari semua penyelenggara di daerah serambi negara itu," kata Juru Bicara Badan Pengawas Pemilu Nusa Tenggara Timur, Jemris Fointuna, di Kupang, Kamis (3/7).

Meski begitu, persoalan ketersediaan logistik bukan satu-satunya masalah yang berpotensi terjadi di Kabupaten Belu. Terlebih, karena daerah itu berbatasan langsung dengan negara tetangga Timor Leste.

Menurut Jemris, Pilpres 2014 untuk WNI di luar negeri, terutama di Timor Leste, akan berlangsung pada 5 Juli 2014. Sementara untuk jadwal nasional, baru akan berlangsung 9 Juli 2014.

Terjadinya perbedaan waktu pelaksanaan pemungutan suara itu membuka celah mobilisasi masa di perbatasan untuk menguntungan calon pasangan tertentu. "Semua hal itu harus tetap diwaspadai oleh semua pihak," katanya.

Komandan Satgas Pengamanan Perbatasan RI-Timor Leste, Letkol Inf Fransiskus Ari Susetio, juga mengendus potensi serupa. Ia mengatakan, pasukannya akan memperketat pintu perbatasan negara pada H-3 dan H+3 Pemilu Presiden 9 Juli. "Pengetatan itu kita lakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya mobiliasi pemilih dari dan keluar Indonesia khusus di Kabupaten Belu, Malaka, dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)," ujar Fransiskus.

Menurut dia, pengetatan penjagaan dilakukan dengan menggeser tambahan personel di pintu utama perbatasan negara di Mota Ain. Selain itu, akan dilakukannya pemeriksaan lebih mendalam kepada setiap pelintas batas pada H-3 dan H-3 pencoblosan, terkait data diri dan tujuan kedatangan para pelintas batas.

Selain itu, kata Fransiskus, TNI Satgas Pamtas RI-Timor Leste juga akan melakukan pengawasan ketat di sejumlah "jalan tikus", yang diidentifikasi menjadi jalur masuk-keluar warga dua negara yang masih berhubungan darah itu.

Soal potensi dilakukannya kecurangan pemilu di daerah perbatasan juga telah diindikasikan Badan Pengawas Pemilu. Lembaga tersebut memantau setidaknya lima kawasan perbatasan menjelang pilpres.

Di antaranya, Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik yang berbatasan dengan Malaysia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara; Pulau Batam di Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan Singapura; Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang berbatasan dengan Timor Leste; dan Merauke, Provinsi Papua, yang perbatasan dengan Papua Nugini. 

"Kelima kawasan perbatasan ini dianggap punya potensi terjadi kecurangan dengan memobilisasi pemilih lintas negara. Makanya, lima titik (daerah perbatasan antara negara) ini yang menjadi fokus perhatian Bawaslu menjelang pilpres," ujar dia.

Nasrullah menyatakan, untuk mengantisipasi pelanggaran di perbatasan, penyelenggara pemilu harus bersinergi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, dengan memasang spanduk berbentuk imbauan kepada WNI yang berdomisili di luar negeri maupun dalam negeri di kawasan perbatasan di pelabuhan agar tidak menggunakan hak pilihnya dua kali sehubungan dengan perbedaan waktu penyelenggaraan pemungutan suara di dalam negeri dan luar negeri.

Selain itu, lanjut dia, imbauan tersebut juga mengingatkan kepada WNI berupaya bersikap jujur dengan hanya menggunakan hak pilihnya hanya satu kali walaupun ada iming-iming dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik pada pilpres ini. antara ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement