Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kemarin. Presiden dan wakil presiden terpilih hingga 2019 pun telah ditetapkan KPU.
Komisioner KPU Sigit Pamungkas mengungkapkan kelegaannya setelah dua keputusan pemuncak tersebut dikeluarkan KPU. Lantaran keputusan tersebut keluar setelah melewati proses panjang dan puluhan rapat dengan dinamika cukup tinggi.
Namun, Sigit merasa masih ada yang mengganjal. KPU, menurutnya, masih harus menyiapkan diri untuk mengantisipasi kemungkinan hasil pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Tentu saya pribadi merasa lega, satu tahapan terselesaikan. Tapi, belum sepenuhnya lega, ibarat orang tidur, tidurnya masih belum nyenyak," ujar komisioner KPU termuda itu.
Pengajar Ilmu Pemerintahan FISIP UGM itu lega karena sebagai penyelenggara pemilu, KPU telah menjalankan tahapan pilpres hingga selesai. Namun, beberapa catatan dalam pelaksanaan pilpres, termasuk penolakan hasil pemilu oleh salah satu pasangan calon menurutnya menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi KPU.
Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 merupakan pengalaman pertama bagi Sigit sebagai penyelenggara pemilu. Dibandingkan enam komisioner lainnya, dia satu-satunya komisioner yang belum pernah terlibat langsung dalam penyelenggaraan pemilu.
Pengalaman pertama menyelenggarakan pemilu semakin berkesan baginya menyusul kasus dugaan ketidaknetralan yang ditujukan kepadanya. Tiga pekan lalu, Sigit diduga memicu kisruh pemungutan suara di Victoria Park, Hong Kong. Pria asal Sragen ini dituduh mengarahkan pilihan pemilih pada calon presiden tertentu.
Tuduhan tersebut membuat Sigit didemo oleh pendukung capres tertentu, meskipun Sigit telah mengklarifikasi kejadian di Hong Kong bersama Bawaslu.
Pada akhirnya, hasil pemilu di Hong Kong bisa diterima kedua pasangan capres. Namun, Sigit mengaku masih ada ganjalan di hatinya. "(Saya) tidak lega, kenapa isu itu muncul dan harus dimunculkan. Karena itu bukan fakta, itu isu yang sekadar dilempar," ungkapnya.
Keluarga minta pindah dari Jakarta
Beban psikologi menyelenggarakan Pileg dan Pilpres 2014, menurut Sigit, turut merembet pada keluarganya. Istri dan dua anaknya, Rajendra Muthahari A M (6 tahun) dan Daniswara A Syafiyullah (4 tahun), sempat mengutarakan niat untuk pindah dari Jakarta. "Istri saya sementara waktu minta untuk tinggal di Jakarta. Karena khawatir mendengar berita, khawatir dengan saya, maupun pekerjaan yang sedang dilakoni," kata dia.
Namun, setelah diyakinkan bahwa situasi akan tetap aman, menurutnya keluarga tetap mendukung. Ia meyakini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kompetisi yang diikuti dua pasangan yang rasional.
Ritme keseharian yang selalu padat, menurutnya, mungkin akan berkurang. Meski kurang waktu tidur telah akrab dengannya sejak masih menjadi mahasiswa, tidur usai pilpres selesai menurutnya berbeda.
Begitu pula waktu kebersamaan dengan keluarga. Selain istri dan kedua anaknya, Sigit juga memperhatikan waktu dengan kedua orang tuanya. "Setiap mau fase pencoblosan, saya selalu pulang kampung yang terletak di kaki Gunung Lawu. Minta doa sama orang tua supaya bisa mengemban amanah ini dengan baik," ucapnya. rep:ira sasmita ed: fitriyan zamzami